Jumat, 17 Agustus 2007

Privatisasi BNI, belajar mengakrabi pasar

Belajar dari kejadian yang menimpa privatisasi PT Bank Negara Indonesia Tbk, Kementerian BUMN terlihat mulai bersiap-siap meninjau rencana privatisasi BUMN lainnya.
Timing yang semula diperkirakan tepat ternyata dihantam krisis subprime mortgage di AS sehingga menghasilkan pricing yang tidak optimal. Dari ekspektasi semula harga saham BNI bisa ditawarkan pada level sekitar Rp2.300 per saham menjadi ditawarkan pada level Rp2.050. Harga ini merupakan level terendah dari kisaran sebesar Rp2.050 per saham sampai Rp2.700 per saham. Yang lebih menyedihkan, setelah listing awal pekan ini, harganya kian tertekan, tak mampu membendung buruknya sentimen global.

Sedari awal, masuknya saham BNI disambut dengan degup jantung yang kencang sejumlah pejabat BUMN, BNI, penjamin emisi maupun investor. Harapan investor meraih gain pada hari pertama listing kembali saham BNI pupus sudah setelah saham bank BUMN tersebut jebol pada hari pertama listing. Kenyataan ini bertentangan ini mayoritas saham yang melonjak pada hari pertama listing.

Bahkan pada jam-jam pertama terdapat tekanan jual sehingga saham BNI sempat ditekan pada level Rp1.975 per saham meskipun kemudian naik lagi menjadi Rp2.000 per saham.

Privatisasi BUMN 2007
Jumlah saham Target perolehan
BNI 27% Rp8,09 trilun*
Jasa Marga 30% Rp2,5 triliun-Rp3 triliun
Wika 30% Rp622 miliar
Adhi Karya - Rp600 miliar**
* Sudah didapatkan
** Right issue
Sumber : Kementerian BUMN

Skenario awal perolehan privatisasi BNI (Rp miliar)
Harga Rp2.050 Rp2.300 2.700
Rights Issue 4.047,85 4.541,49 5.331,32
Divestasi 3.076,37 3.451,53 4.051,80
Green Shoe 971,48 1.089,95 1.279,51
Penerimaan 8.095,71 9.082,99 10.662,64

Sumber : BNI, diolah

Pada awal pekan ini, harga saham BNI melemah sebesar 5,88% menjadi Rp2.000 per saham dibandingkan level harga sebesar Rp2.125 per saham pada 7 Agustus sebelum dihentikan sementara perdagangannya oleh PT Bursa Efek Jakarta (BEJ).

Menginjak hari kedua, harga saham BNI kembali terpuruk pada level Rp1.875 per saham. Tekanan jual meningkat mengingat investor yang menggunakan fasilitas margin perdagangan semakin panik dan membuat proses stabilisasi tidak bisa mulus dilaksanakan.

Kemarin, harga saham BNI kembali tertekan sebesar 4,53% menjadi Rp1.790 per saham. Sehingga dalam tiga hari berturut-turut harga saham BNI telah melemah sebesar total Rp335 per saham. Menangislah para investor yang memiliki horison investasi jangka pendek, terutama yang menggunakan fasilitas margin perdagangan.

Ke depan, tak ada cara lain, investor lokal harus belajar menggunakan horison investasi jangka panjang. Dengan price to book value sebesar dua kali berdasarkan laporan keuangan Maret 2007 seharusnya saham BNI under pricing untuk investasi jangka panjang dan layak dikoleksi.

Pesan positif

Yang jelas pesan positif terhadap pergerakan harga saham BNI muncul apabila manajemen bank BUMN ini bisa membuktikan pembenahan kredit bermasalahnya, peningkatan ekspansi kreditnya termasuk dalam segmen konsumer yang memberikan margin bunga bersih yang tinggi.

Loan to deposit ratio (LDR) BNI yang per Maret 2007 mencapai 48,7% harus didongkrak untuk memastikan laba bersih perseroan bisa naik. Tentunya perlu risk management yang memadai supaya tidak timbul kredit macet.

Selain itu, besaran rasio kredit bermasalah (non perfoming loan/NPL) netto sebesar 5,47% dan gross sebesar 9,50% mengharuskan manajemen BNI mengambil kebijakan untuk menekan rasio tersebut lebih rendah lagi.

Rencana kerja BNI menargetkan bank itu bisa meraih rasio kecukupan modal (capital adequancy ratio/CAR) lebih dari 20% melalui rights issue.

Setiap BNI menyalurkan kredit Rp1 triliun maka terjadi penurunan rasio kecukupan modal 0,15%, sedangkan untuk menaikkan CAR 1% diperlukan tambahan modal sebesar Rp909 miliar dan diperlukan tambahan modal Rp4,48 triliun.

Semakin besar dana yang diterima oleh BNI memungkinkan perseroan memupuk CAR-nya yang berujung kepada kemampuan dalam menyalurkan kredit. Bertambahnya kemampuan menyalurkan kredit akan berdampak pada peningkatan marjin bunga yang berujung kepada meningkatnya laba bersih sehingga harga saham BNI meningkat.

Dengan demikian, bisa tercapai harapan bahwa privatisasi membawa perbaikan kinerja perseroan. Benar, sebanyak 3,47 miliar saham telah dipasarkan melalui penawaran saham terbatas (rights issue) dan divestasi saham.

Jumlah ini masih akan bertambah lagi mengingat Jumlah saham beredar BNI akan mencapai 27% sehingga berpotensi menjadi saham blue chips yang memengaruhi pergerakan indeks harga saham gabungan BEJ. Pembenahan kinerja BNI akan berdampak positif bagi pergerakan IHSG BEJ.

Belajar dari BNI

Setelah BNI, Kementerian BUMN akan menggelar privatisasi saham PT Jasa Marga dan PT Wijaya Karya pada semester II tahun ini yang seluruhnya akan masuk dalam struktur permodalan perseroan. Selain itu, satu BUMN karya lagi yaitu PT Adhi Karya Tbk juga berencana menggelar penawaran saham terbatas (rights issue) untuk meraup dana sebesar Rp600 miliar.

Hasil privatisasi BNI akan memberikan pesan bagi privatisasi BUMN selanjutnya, termasuk juga divestasi lanjutan bank ini apabila masih ada.

Namun, memburuknya kondisi pasar keuangan global membuat sejumlah BUMN yang akan masuk ke pasar modal mulai terlihat gamang. Dirut PT Adhi Karya Tbk Syaiful Imam yang kemarin ditemui Bisnis juga terlihat gamang menggelar rights issue yang direncanakan berlangsung pada kuartal IV tahun ini.

Dia mengatakan rencana perseroan menggelar rights issue akan dilakukan sambil menunggu kondisi pasar membaik.

Bahkan Menneg BUMN Sofyan A. Djalil mengisyaratkan untuk meninjau lagi timing pelepasan saham beberapa perusahaan seraya menjanjikan komitmennya untuk terus menggelar privatisasi BUMN.

Terdapat beberapa masalah yang harus diselesaikan oleh Kementerian BUMN pascajebloknya hasil divestasi BNI.

Pertama, Kementerian BUMN beserta manajemen BNI dan penjamin pelaksana emisi PT Bahana Securities maupun PT JP Morgan Securities Indonesia harus bisa menenangkan pelaku pasar yang panik terhadap situasi yang terjadi dalam pasar uang.

Dalam konteks ini proses stabilisasi yang dijalankan oleh agen stabilisasi JP Morgan harus dijalankan secara bijak sehingga peluru sebesar Rp1 triliun tidak dimakan oleh tekanan pasar yang mungkin berkelanjutan.

Kedua, Kementerian BUMN harus menegosiasikan pemenuhan setoran ke APBN 2007. Semula dalam RAPBN 2007 disepakati setoran privatisasi sebesar Rp4,7 triliun, namun jumlah ini belum disepakati dalam Sidang Paripurna DPR sehingga belum masuk menjadi bagian dari APBN 2007.

Pilihan yang tersedia adalah Kementerian BUMN menegosiasikan penurunan jumlah setoran privatisasi dari semula Rp4,7 triliun menjadi Rp4 triliun. Atau, pilihan kedua adalah Kementerian BUMN menggelar rencana privatisasi tambahan terhadap sejumlah BUMN yang sudah listing di pasar modal. Tentunya jumlah saham yang dilepas terbatas untuk mempertahankan kepemilikan mayoritas pemerintah.

Pilihan yang paling mungkin adalah menggelar divestasi terbatas terhadap saham pemerintah di BUMN pertambangan yang mempunyai kinerja kinclong.

Strategi privatisasi

Langkah privatisasi Jasa Marga yang ditargetkan meraup dana sebesar Rp2,5 triliun sampai Rp3 triliun maupun Wika yang ditargetkan meraih dana Rp622 miliar harus dimatangkan sehingga bisa meraih dana yang optimal.

Tidak ada salahnya besaran jumlah saham yang akan dilepas diturunkan dari rencana semula untuk mengantisipasi rendahnya daya serap pasar. Hal ini sangat mungkin ditempuh mengingat semua hasil dari privatisasi akan masuk ke struktur modal perseroan.

Untuk privatisasi Wika, konsorsium PT Bahana Securities, PTCIMB-GK, dan PT Indopremier Securities menjamin harga saham Wika pada level minimal sebesar Rp311 per saham. Dengan jumlah saham yang dilepas sebanyak 35% atau setara dengan dua miliar maka target minimal perolehan sebesar Rp622 miliar.

Sedangkan Jasa Marga telah mengisyaratkan akan menetapkan nilai nominal sahamnya pada level Rp500 per saham.

Apabila kondisi pasar memburuk, Jasa Marga maupun Wika bisa mengurangi jumlah saham yang dilepas dan menjadwalkan kembali divestasi lanjutan untuk menggenapkan target divestasinya.

Langkah divestasi lanjutan menjadi opsi yang mungkin ditempuh untuk memastikan target penguatan modal bisa tercapai. Alternatif lain yang bisa ditempuh adalah menunda divestasi dengan konsekuensi rencana aksi korporasi dua BUMN ini juga ditunda. Langkah penundaan ini juga bisa ditempuh oleh Adhi Karya sambil menunggu waktu yang tepat untuk meraih hasil yang optimal.

Intinya, jangan melawan pasar sehingga hasil privatisasi bisa optimal. (munir.haikal@bisnis.co.id)

Oleh M. Munir Haikal
Bisnis Indonesia

Tidak ada komentar: