Sabtu, 30 Juni 2007

Tinjauan atas UU No. 2/2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial

Tinjauan atas UU No. 2/2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial

UU No. 2 tentang PPHI yang diundangkan pada 2004 telah menjadi pranata hukum yang mengatur tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Indonesia. UU ini menggantikan UU No 22 Tahun 1957 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan dan UU No 12 Tahun 1964 tentang PHK di Perusahaan swasta. UU ini menurut para pembuatnya akan lebih mengedepankan asas peradilan yang sederhana, cepat dan murah bagi para pencari keadilan di lapangan hubungan industrial. UU PPHI ini juga memperkenalkan berbagai pranata atau mekanisme baru dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial seperti Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase dan Pengadilan Hubungan Industrial. UU ini sekaligus juga mengintrodusir berbagai jenis dan bentuk perselisihan seperti perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.Dengan diperkenalkannya pranata dan jenis perselisihan yang baru, UU ini diindikasikan justru berpotensi mempersulit dan memperpanjang waktu penyelesaian sengketa bagi para pencari keadilan, baik dari sisi pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, pengusaha, dan asosiasi pengusaha. Di dalam mediasi jenis sengketa yang bisa diselesaikan adalah perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam konsiliasi jenis sengketa yang bisa diselesaikan adalah perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam arbitrase jenis sengketa yang bisa diselesaikan adalah perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam Pengadilan Hubungan Industrial jenis sengketa yang bisa diselesaikan adalah dalam tingkat pertama perselisihan hak dan perselisihan PHK serta untuk tingkat pertama dan terakhir untuk perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
1. Sulitnya menentukan jenis perselisihan
Pembedaan jenis perselisihan terutama perselisihan hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan PHK membawa konsekuensi tersendiri dalam strategi memilih mekanisme penyelesaian sengketa. Dalam situasi khusus, mungkin mudah bagi para pihak untuk melakukan identifikasi dalam menentukan jenis perselisihan. Tetapi dalam banyak kasus akan sulit untuk menentukan identifikasi jenis perselisihan. Seperti misalnya dalam perselisihan PHK adalah sangat umum terkait juga dengan perselisihan hak dan atau perselisihan kepentingan. Misalnya perselisihan hak yang diikuti dengan perselisihan PHK atau perselisihan kepentingan yang diikuti dengan perselisihan PHK atau yang lebih ekstrim perselisihan hak yang diikuti dengan perselisihan kepentingan yang kemudian diikuti pula dengan perselisihan PHK.Oleh karena itu pembedaan jenis perselisihan malah memperumit proses pemilihan mekanisme penyelesaian. Sangat jarang ditemui ada jenis sengketa yang berdiri sendiri. Dari sini sebetulnya rumit bagi para pihak menentukan strategi pemilihan mekanisme penyelesaian sengketa. Mekanisme melalui mediasi diindikasikan kuat akan menjadi pilihan yang paling disukai oleh para pihak. Karena dalam mekanisme mediasi semua jenis sengketa diakomodasi, dan tentunya membawa konsekuensi tersendiri akan munculnya ketidakpuasan bagi para pihak yang bersengketa
2. Tumpang tindih ketentuan dalam perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.
Diaturnya perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan dalam UU PPHI malah mengabaikan mekanisme penyelesaian sengketa yang telah diatur secara inheren dalam UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan juga UU Ketenagakerjaan.Dalam UU PPHI yang menjadi yurisdiksi perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan adalah tidak adanya kesesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban dalam kegiatan keserikat pekerjaan. Dalam pelaksanaan hak dan kewajiban yang berhubungan dengan kegiatan keserikat pekerjaan dalam satu perusahaan adalah mengenai pembuatan perjanjian kerja bersama dan mewakili buruh/pekerja dalam lembaga bipartit, maka beberapa ketentuan yang mengatur sengketa antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan adalah:UU NO 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat BuruhPasal 14, pasal 35, dan pasal 36UU No 13 Tahun 2003 tentang KetenagakerjaanPasal 119, Pasal 120, Pasal 121, dan Pasal 122Dari titik pijak ini sebetulnya pengaturan tentang penyelesaian sengketa antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan tidak perlu diatur dalam UU PPHI. Karena sudah sangat jelas mekanisme hak dan kewajiban untuk menjalankan kegiatan keserikat pekerjaan dan bagaimana sengketa tentang kegiataan keserikat pekerjaan dapat diselesaikan.
3. Mungkinkah Perselisihan PHK berdiri sendiri
Dalam konteks hubungan industrial, kerapkali PHK dapat terjadi baik PHK yang dilakukan oleh pengusaha ataupun PHK yang dilakukan oleh pekerja/buruh. Dalam konteks yang lebih luas, terjadinya PHK selalu didahului dengan perselisihan hak dan/atau perselisihan kepentingan. Tidak pernah PHK terjadi secara tiba-tiba tanpa ada persoalan yang mendahului sebelumnya.Dari sini tidak bisa dipahami dasar argumentasi bahwa perselisihan PHK dijadikan suatu perselisihan yang berdiri sendiri, terkecuali dalam hal bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk adanya PHK namun belum terdapat kesepakatan dalam penentuan besaran jumlah pesangon yang akan diterima oleh pekerja/buruh. Dalam konteks ini, perselisihan PHK seharusnya tidak dijadikan suatu bentuk perselisihan tersendiri
4. Alternatif Penyelesaian (APS)
UU PPHI, ini memperkenalkan kembali bentuk-bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) yang sebenarnya sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lama. Namun sekali lagi para pembuat UU PPHI ini tidak memahami prinsip dasar dari Alternatif Penyelesaian Sengketa yang bersifat “kerelaan” serta “win-win solution” dan bukan “kewajiban” serta “zero sum game”. Dalam UU PPHI ini APS diatur bersifat sebagai “kewajiban”, sehingga secara langsung malah membunuh sifat kerelaan dari para pihak untuk menyelesaikan sengketanya secara damai karena peluang untuk mencari jalan tengah menjadi hilang. Pemberian wadah dan pengaturan secara khusus APS ini diindikasikan kuat tidak akan memberikan proses penyelesaian damai, malah bersifat sebagaimana layaknya sidang pengadilan biasa dengan diaturnya hukum acara dalam mediasi, konsiliasi, dan arbitrase yang akan menimbulkan praktek “zero sum game”. UU PPHI ini juga tidak membuka kemungkinan adanya APS non permanen yang mempunyai kekuatan eksekusi serta tidak mengakomodir penggunaan bentuk-bentuk APS yang lain, seperti “mekanisme enquiry, mediasi-arbitrase, mediasi-konsiliasi” dalam proses penyelesaian sengketa.Mekanisme APS ini yang diatur dalam UU PPHI ini sebenarnya hanyalah perbaruan dari peraturan yang lama dan bukannya memperkenalkan mekanisme baru yang lebih mudah dan cepat dalam proses penyelesaiannya. Kalau disimak lebih jauh sulit untuk menemukan perbedaan prinsipil antara mekanisme tripartit dengan mekanisme mediasi/konsiliasi atau mekanisme P4D/P4P dengan arbitrase. Sulit untuk menemukan perbedaan prinsipil selain perbedaan teknis antara tripartit dengan mediasi/konsiliasi dan P4D/P4P dengan arbitrase. Yang relatif baru dari UU PPHI hanyalah Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang ditempatkan sebagai salah satu kamar dari pengadilan umum.Di masa depan, penggunaan prinsipil dari APS ini sebaiknya memang diatur dalam UU, namun penggunaan teknis dan bagaimana bentuk-bentuk APS harus diatur dalam PKB antara pengusaha dan serikat buruh/serikat pekerja. Sehingga para pihak dapat secara kreatif menentukan berbagai bentuk dan mekanisme penyelesaian sengketa.
5. Mediasi yang tidak memfasilitasi
Hal yang paling membingungkan adalah konsep mediasi yang diperkenalkan dalam UU PPHI ini. Mediasi yang diperkenalkan dalam UU PPHI ini tidak akan menimbulkan mediasi yang memfasilitasi para pihak yang bersengketa untuk dapat berunding. Tetapi mediator menjadi figur sentral dikarenakan adanya bentuk quasi putusan “anjuran” yang dikeluarkan oleh mediator. Dalam pengalaman praktis, mediasi yang selama ini dipraktekkan melalui lembaga tripartit lebih berfungsi sebagai quasi hakim dibandingkan bertindak sebagai fasilitator. Hal ini akan lebih rumit dengan munculnya PERMA tentang mediasi yang mengharuskan adanya mediasi dalam pengadilan sebelum pemeriksaan pokok perkara. Jadi akan ada dua mediasi yang dua-duanya tidak ada praktek mediasi yang memfasilitasi.Di ranah hukum, mediasi tidak mengenal anjuran. Peran mediator hanya sebatas memfasilitasi, para pihaklah yang diharapkan menemukan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi. Peran mediator haruslah pasif. Mediasi dalam UU PPHI ini peran mediator sangat aktif dan tidak pasif serta menjadi titik sentral bagi para pihak, karena filosofi yang dianut oleh mediasi dalam UU PPHI adalah filosofi “zero sum game”

6. Dimana tempat arbitrase non permanen
Meski Arbitrase sudah dikenal dalam UU yang lama, namun arbitrase diperkenalkan lagi pada UU PPHI ini dengan yurisdiksi hanya pada perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh/serikat pekerja dalam satu perusahaan. UU ini juga melarang dengan tegas adanya bentuk arbitrase lain yang dibentuk oleh para pihak yang berselisih, dalam konteks ini UU PPHI kalah maju dengan UU tentang Arbitrase dan APS yang membolehkan adanya arbitrase non permanen selain BANI. Jika dalam UU yang lama kemungkinan dibentuknya arbitrase non permanen masih dimungkinan (meskipun tidak pernah dipergunakan oleh para pihak), tetapi UU PPHI malah menutup sama sekali adanya arbitrase non permanen. Dalam konteks APS, harus dibuka peluang untuk diakomodasinya arbitrase non permanen sekali lagi untuk membuka peluang damai bagi para pihak yang berselisih. Arbitrase non permanen mengharuskan para pihak untuk bernegosiasi dari mulai hukum acara hingga ke pilihan “wasit”-nya. Dan ini memaksa para pihak yang berselisih untuk terus menerus berkomunikasi untuk mencari berbagai titik temu. Lalu apa alasan tidak dibukanya arbitrase non permanen?
7. Pengadilan Hubungan Industrial yang non impartial
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang mulai diperkenalkan diindikasikan akan menjadi arena pengadilan yang non impartial (memihak). Meskipun semangat memasukkan unsur masyarakat perlu diapresiasi, namun dikuatirkan memasukkan unsur masyarakat yang dari unsur pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh akan terjadi bias keberpihakan. Sangat diragukan hakim ad-hoc baik dari unsur pengusaha atau serikat pekerja/serikat buruh memahami dengan baik berbagai prinsip-prinsip hukum umum. Ini jika hendak dilihat dari sisi kualitas, apalagi dari sisi kuantitas, sejumlah besar hakim ad-hoc dari unsur serikat pekerja/serikat buruh yang terpilih adalah mewakili KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) suatu serikat pekerja yang disponsori oleh pemerintah. Apakah yang hendak diharapkan dari suatu serikat pekerja yang “sangat kuning” dan tidak punya platform hukum serta anti korupsi yang tegas, dengan kata lain, sangat dikuatirkan hakim ad-hoc dari KSPSI ini tidak mumpuni dari sisi kualitas. Kalau dari sisi ini maka komposisi hakim di PHI adalah sebagian besar adalah pengusaha 2 dan pemerintah 1 (ini kalau majelis hakimnya 3 orang). Ini cerminan bagaimana suatu Majelis Hakim pada PHI bisa sangat memihak kepada salah satu kepentingan. Hakim karir juga masih diragukan kemampuan dan kredibilitasnya, masih menjadi rahasia umum jika mafia peradilan masih marak dan berseliweran di seluruh pengadilan di Indonesia, termasuk di Pengadilan Anti Korupsi (lihat kasus Harini). Pertanyaan besarnya apakah virus korupsi ini sudah terjangkit pada PHI, walahuallam. **** SWARA SKJM 5258
Dikutip dari berbagai sumber.
Financial Engineering - Apaan tuh?

Penulis : Bahar Passa www.ihedge.wordpress.com

Kita tentu pernah mendengar istilah Electrical Engineering (Teknik Elektro), Mechanical Engineering (Teknik Mesin), dll. Tapi pernahkah Anda dengar Financial Engineering? Terdengar aneh yah? Financial Engineering == Teknik Keuangan? Tambah alien lagi. Saya juga tidak tahu apa istilah Bahasa Indonesia yang cocok.
Teknik mesin berhubungan dengan aplikasi teori mekanik yang dibangun oleh Newton, termodinamika, dan teori fisika yang lain. Dari situ, kita belajar membuat sepeda, dll. Teknik elektro berhubungan dengan aplikasi teori elektromagnetik. Dari situ kita belajar memanipulasi arus listrik, dll. Lalu Financial Engineering berhubungan dengan apa? Teori apa yang diaplikasikan?
Ternyata, teori-teori di bidang keuangan masih jauh tertinggal ke-valid-annya dibanding teori-teori fisika seperti yang disebut di atas. Akan tetapi, beberapa dekade terakhir, teori-teori di dunia finansial berkembang lumayan pesat. Salah satu pencapaian signifikan teori finansial adalah ditemukannya prinsip dynamic hedging yang memungkinkan kita untuk menghitung nilai wajar suatu kontrak opsi. Ekstensi dari teori ini memungkinkan kita untuk menghitung nilai produk-produk derivatif lainnya. Muncul juga portfolio theory yang dimulai oleh Markowitz. Ia menunjukkan bagaimana kita bisa menentukan berapa yang % harus ditaruh di tiap aset untuk membentuk portfolio yang optimal atau efisien. Kemunculan teknologi komputer semakin memicu perkembangan teori finansial dengan memungkinkann kita bersimulasi dalam waktu yang singkat. Muncullah teknik-teknik simulasi semacan Monte Carlo dan Bootstrapping.
Bagi saya (karena expert pun masih simpang siur tentang definisinya) , Financial Engineering adalah disiplin ilmu yang berusaha memanfaatkan perkembangan mutakhir teori-teori keuangan (yang sebagian telah disebut di atas) untuk menciptakan produk-produk finansial yang bisa menangani kebutuhan-kebutuhan finansial yang semakin kompleks.
Apa produk akhir dari financial engineering? Produk akhirnya adalah kontrak-kontrak derivatif yang sebagian telah dibahas di blog ini. Sebagai contoh: sudah ditunjukkan bagaimana cross currency swap bisa mengatasi keinginan suatu perusahaan untuk mengubah obligasinya dari satu mata uang ke mata uang lainnya. Selain memberi solusi, financial engineering juga menunjukkan nilai wajar dari solusi tersebut. Kenapa ini penting? Karena informasi tentang nilai wajar suatu kontrak memungkinkan berbagai pihak untuk saling menawarkan harga yang kompetitif sehingga pasar bisa berkembang. Bayangkan kita menjual suatu barang yang kita tidak tahu berapa nilainya! Sang calon pembeli akan menilai jauh di bawah nilai wajarnya, sementara sang calon penjual akan menilai jauh di atasnya. Akibatnya transaksi akan jarang terjadi. Kalau keduanya sama-sama tahu nilai wajarnya, nggak perlu banyak negosiasi kan!
Di mana tempat belajar Financial Engineering?
Sambil promosi almamater nih, di Asia bisa belajar di Nanyang Business School, Singapura. Di Amerika Serikat, bisa di Tepper Business School - Carnegie Mellon University (universitas pertama di dunia yang menawarkan program ini) . Atau bisa liat di sini.
Bidang studi apa yang perlu kuat?
Matematika & Statistik.
Computing.
Dasar-dasar ilmu keuangan.
Kalau belum kuat di ke-3 nya, tidak begitu masalah.
Setelah itu bekerja di mana?
Tergantung seberapa bagus Anda setelah lulus, minat, dan keberuntungan. Banyak temen-temen yang bekerja:
di Investment Banking
di Mutual Funds
di Hedge Funds
di IT solutions buat Financial Institutions
di Trading desks of Oil Companies
di bagian Risks Managements, dll.
Swara SKJM HS 5258

Berbagai Cara Menganalisa Pasar

Berbagai Cara Menganalisa Pasar

Penulis : Bahar Passa www.ihedge.wordpress.com
Berkali-kali saya diingatkan dan mengingatkan diri bahwa saya harus selalu berpikiran terbuka dan tidak menutup sebelah mata terhadap berbagai cara pandang orang. Hal ini juga sangat relevan terhadap pandangan kita ketika ingin menganalisa pasar.
Bayangkan kita sebagai seorang buta yang ingin menentukan apakah binatang yang kita pegang adalah seekor gajah. Ketika kita hanya pernah memegang ekor gajah, maka kita mengasosiasikan ekor gajah dengan gajah. Ketika kita hanya pernah memegang telinga gajah, maka kita mengasosiasikan telinga gajah dengan gajah. Ketika kita pernah memegang ekor dan telinga gajah, maka kita akan mengenali suatu binatang sebagai gajah apabila telinga dan ekornya sama dengan apa yang kita kenali sebagai ekor dan telinga gajah. Semakin banyak bagian gajah yang kita kenali, semakin akurat kita dalam menentukan apakah binatang yang kita pegang itu adalah gajah. Moral of the story: Kenalilah sebanyak-banyaknya fakta-fakta dan sudut pandang dari apa yang ingin kita analisa.
Ada berbagai cara pandang ketika kita ingin menganalisa pasar. Menurut saya, cara-cara tersebut bisa dikategorikan sebagai berikut:
Technical Analysis (Analisa Teknikal)
Di sini, kita menggunakan informasi yang bersumber dari pasar itu sendiri: harga dan volume transaksi.
Apakah yang kita cari dari analisa teknikal? Menurut saya, kita melihat teknikal analisis untuk mengetahui sentimen para pemain pasar dalam jangka pendek.
Banyak metode-metode analisa teknikal: dari candlestick patterns, berbagai indikator seperti MACD, RSI, berbagai geometric patterns seperti W, M, segitiga, dll. Buku-buku tentang metode-metode analisa teknikal juga bersebaran.
Isu utama yang perlu kita jawab sebelum mengartikan dan menggunakannya adalah memahami konteks kemunculan patterns-patterns tersebut. Contoh simpel: jika kita pernah belajar Candlestick, tentu kita tahu apa yang namanya Doji. Ketika kita melihat Doji, kita harus tahu konteks dari munculnya Doji itu. Misalnya: Apa trend sudah terbentuk sebelum kemunculan Doji? Bagaimana kondisi pasar keseluruhan di hari itu?
Isu kedua yang perlu dibahas adalah evaluasi seberapa efektif teknik-teknik tersebut. Isu kedua ini bisa dibahas dengan lebih baik ketika kita sudah memahami isu pertama.
Fundamental Analysis (Analisa Fundamental)
Di sini, kita mengorek-orek informasi tentang sehatnya suatu perusahaan.
Apa yang kita cari? Menurut saya, dengan analisa fundamental kita ingin tahu apakah profitibilitas perusahaan ini bisa tumbuh dan berkelanjutan. Bagaimana kita bisa tahu? Mungkin kita bisa mulai dari mencari tahu apakah industri di mana perusahaan itu beroperasi sedang berkembang. Kita juga ingin tahu apakah perusahaan itu memiliki keunggulan kompetitif dibanding saingan-saingannya. Lebih tinggi lagi, kita ingin tahu kemungkinan-kemungkinan akuisi suatu perusahaan oleh perusahaan lainnya.
Efek dari analisa fundamental akan terasa di jangka menengah dan jangka panjang.
Menurut saya, analisa fundamental tidak cukup hanya dari melihat laporan keuangannya. Tidak cukup hanya dari melihat P/E ratio.
Strategic Analysis (Analisa Strategis)
Di sini, kita tertarik untuk melihat trend-trend ekonomi, sosial, politik, dan demografis dari suatu daerah, negara, kawasan, dan dunia.
Pasar modal tidak hidup sendiri. Dia saling terkait dengan sendi-sendi lain suatu peradaban.
Contoh pertanyaan-pertanyaan berikut termasuk bagian analisa strategis:
Apa yang akan terjadi jika Cina menginvasi Taiwan? Apa efeknya ke pasar Hong Kong, Taiwan, Singapura, Jepang, dll? Apa yang akan terjadi dengan Yuan, Hong Kong Dollar, Yen, Emas, Euro, dll?
Apa efek dari trend outsourcing ke India?
Apa efek dari trend pemanasan global? Minggu lalu saya membaca artikel di Newsweek bahwa negara-negara bagian utara malah diuntungkan dari pemanasan global, sedangkan negara-negara tropis dirugikan.
Apa efeknya jika rating SBY-JK turun drastis. Apa efeknya jika SBY terpilih kembali.
Analisa strategis bukanlah hal yang mudah. Banyak faktor-faktor yang bermain. Apalagi faktor-factor itu bersifat dinamis. Buat yang tertarik silakan mencari tahu tentang the Butterfly Effect.
Long Term Capital Management (LTCM) adalah sebuah hedge fund yang dulu sangat sukses di AS. Fund ini diisi oleh orang-orang berkaliber tinggi secara akedemis, beberapa adalah penerima Nobel Prize. Mereka mengekploitasi kesempatan arbitrage di berbagai pasar utang. Selama beberapa tahun, mereka sukses besar, sampai menolak dana baru yang ingin masuk. Tahun 1998, Rusia tidak bisa membayar surat utangnya. Kejadian ini menggoyang pasar surat utang dunia dan membuat strategi LTCM tidak bisa bekerja seperti di waktu-waktu normal. Tentu ada banyak ulasan mengenai mengapa LTCM jatuh pada saat itu (dari leveraging yang berlebihan sampai kesulitan untuk mendapat dana segar). Satu hal yang ingin saya tekankan adalah, menurut saya, LTCM tidak melihat apa yang untuk orang-orang di analisa teknikal bisa melihat => bahwa tanda-tanda bencana bisa dengan jelas terlihat. Buat LTCM, yang notabene dari kalangan akademis, analisa teknikal adalah hal yang tidak ada pondasinya dan tidak perlu dipercaya.
Tulisan di atas tidak menunjukkan bahwa penulis memahami ketiga cara pandang untuk melihat pasar. Saya masih perlu banyak belajar. Masukan dan kritikan sangat diharapkan.
Swara SKJM HS 5258

Mengenal Prinsip Pasar Modal Syariah

Mengenal Prinsip Pasar Modal Syariah


Pasar modal merupakan salah satu tonggak penting dalam perekonomian dunia saat ini. Banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya.
Pasar modal merupakan salah satu tonggak penting dalam perekonomian dunia saat ini. Banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya. Secara faktual, pasar modal telah menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia, Red) dunia ekonomi modern.

Bahkan, perekonomian modern tidak akan mungkin eksis tanpa adanya pasar modal yang terorganisir dengan baik. Setiap hari terjadi transaksi triliunan rupiah melalui institusi ini. Sebagaimana institusi modern, pasar modal tidak terlepas dari berbagai kelemahan dan kesalahan. Salah satunya adalah tindakan spekulasi. Pada umumnya proses-proses transaksi bisnis yang terjadi dikendalikan oleh para spekulan. Mereka selalu memperhatikan perubahan pasar, membuat berbagai analisis dan perhitungan, serta mengambil tindakan spekulasi di dalam pembelian maupun penjualan saham. Aktivitas inilah yang membuat pasar tetap aktif. Tetapi, aktivitas ini tidak selamanya menguntungkan, terutama ketika menimbulkan depresi yang luar biasa.
Hakikat aktivitas spekulasi dapat dirinci sbb. Pertama, spekulasi sesungguhnya bukan merupakan investasi, meskipun di antara keduanya ada kemiripan. Perbedaan yang sangat mendasar di antara keduanya terletak pada 'spirit' yang menjiwainya, bukan pada bentuknya. Para spekulan membeli sekuritas untuk mendapatkan keuntungan dengan menjualnya kembali di masa mendatang. Sedangkan para investor membeli sekuritas dengan tujuan untuk berpartisipasi secara langsung dalam bisnis.
Kedua, spekulasi telah meningkatkan unearned income bagi sekelompok orang dalam masyarakat, tanpa mereka memberikan kontribusi apapun, baik yang bersifat positif maupun produktif. Bahkan, mereka telah mengambil keuntungan di atas biaya masyarakat, yang bagaimanapun juga sangat sulit untuk bisa dibenarkan secara ekonomi, sosial, maupun moral.

Ketiga, adalah spekulasi merupakan sumber penyebab terjadinya krisis keuangan. Fakta menunjukkan bahwa aktivitas para spekulan inilah yang menimbulkan krisis di Wall Street tahun 1929 yang mengakibatkan depresi yang luar biasa bagi perekonomian dunia di tahun 1930-an. Begitu pula dengan devaluasi poundsterling tahun 1967, maupun krisis mata uang franc di tahun 1969. Ini hanyalah sebagian contoh saja. Bahkan hingga saat ini, otoritas moneter maupun para ahli keuangan selalu disibukkan untuk mengambil langkah-langkah guna mengantisipasi tindakan dan dampak yang mungkin ditimbulkan oleh para spekulan.
Dan, keempat, spekulasi adalah outcome dari sikap mental 'ingin cepat kaya'. Jika seseorang telah terjebak pada sikap mental ini, maka ia akan berusaha dengan menghalalkan segala macam cara tanpa mempedulikan rambu-rambu agama dan etika.
Karena itu, ajaran Islam secara tegas melarang tindakan spekulasi ini, karena secara diametral bertentangan dengan nilai-nilai illahiyah dan insaniyyah. Prinsip dasar Ada beberapa prinsip dasar untuk membangun sistem pasar modal yang sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan untuk implementasinya, memang dibutuhkan proses diskursus yang panjang.

Prinsip tersebut, antara lain, tidak diperkenankannya penjualan dan pembelian secara langsung. Saat ini, jika seseorang ataupun sebuah perusahaan ingin menjual atau membeli saham, dia akan menggunakan jasa broker atau pialang. Kemudian broker tersebut akan menghubungi jobbers dan menyampaikan maksud untuk bertransaksi, baik dalam pembelian maupun penjualan saham. Kemudian para jobber ini menawarkan 2 rate harga, yaitu rate harga yang akan dibelinya yang biasanya lebih rendah dan rate harga yang akan dijualnya yang biasanya lebih tinggi. Selanjutnya para jobber berkewajiban untuk membeli saham tersebut. Transaksi model ini memberikan 2 implikasi.
Yang pertama, para jobber akan melakukan pembelian saham meskipun mereka belum tentu membutuhkannya. Mereka membeli saham dengan harapan akan dapat menjualnya kembali kepada pihak yang memerlukan. Hal ini akan membuka pintu spekulasi. Para spekulan mengetahui bahwa mereka dapat membeli saham yang menguntungkan dari pasar karena para jobber ini mampu menyediakan ready stock. Begitu pula bila saham tersebut ternyata kurang menguntungkan, mereka secara cepat dapat pula melepasnya.
Implikasi selanjutnya adalah perubahan harga hanya ditentukan oleh kekuatan pasar, dimana
tidak ada perubahan yang berarti dari nilai intrinsik saham. Dalam ajaran Islam, aturan pasar modal harus dibuat sedemikian rupa untuk menjadikan tindakan spekulasi sebagai sebuah bisnis yang tidak menarik. Untuk itu, prosedur pembelian/penjualan saham secara langsung tidak diperkenankan. Prosedurnya, setiap perusahaan yang memiliki kuota saham tertentu memberikan otoritas kepada agen di lantai bursa, untuk membuat deal atas sahamnya. Tugas agen ini adalah mempertemukan perusahaan tersebut dengan calon investor, dan bukan membeli atau menjualnya secara langsung. Saham-saham tersebut dijual ataupun dibeli jika memang tersedia. Jika banyak pihak yang menginginkan saham tertentu, maka mereka terlebih dahulu harus terdaftar sebagai applicant, dan saham tersebut kemudian dijual/dibeli dengan prinsip first-come-first-served (siapa datang dulu dia dilayani, Red).

Determinasi harga Saat ini, harga saham ditentukan oleh kekuatan supply dan demand. Sedangkan dalam aturan Islam, penentuan harga saham berbeda dengan penentuan harga seperti yang terjadi pada saat ini. Jika kita melihat balance sheet dari joint stock company, maka terlihat bahwa aset sama dengan modal saham ditambah dengan kewajiban. Aset tersebut merupakan representasi dari modal, dimana kewajiban diasumsikan sama dengan nol. Sehingga, sertifikat sahamnya memiliki nilai tertentu, dimana nilainya akan sama dengan nilai asetnya. Setiap harga saham yang di atas atau di bawah nilai asetnya, tidak menunjukkan kondisi sesungguhnya. Tetapi kekuatan pasar mampu membuat harga saham tersebut berada di atas/di bawah nilai asetnya. Dalam pandangan Islam, untuk mencegah terjadinya distorsi ini, harga saham harus sesuai dengan nilai intrinsiknya.

Adapun formula perhitungannya adalah: harga saham sama dengan modal saham + keuntungan - kerugian + akumulasi keuntungan - akumulasi kerugian, yang kesemuanya dibagi dengan jumlah saham (Muhammad Akram, Issues in Islamic Economics). Formula ini akan memberikan nilai sebenarnya dari sertifikat saham, dan akan lebih menggambarkan kondisi yang sesungguhnya. Tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk membeli atau menjual pada berbagai level harga kecuali berdasarkan regulasi harga yang telah ditetapkan.

Pertanyaan, apakah dengan kebijakan seperti ini, para spekulan tidak akan tertarik dengan aktivitas spekulasinya? Ada dua alasan yang menjelaskan hal ini. Harga tidak akan berubah dengan cepat. Harga dideklarasikan sejak tanggal balance sheet dan berlaku hingga tanggal balance sheet berikutnya. Selain itu, membeli ataupun menjual saham bukanlah pekerjaan mudah, dan banyak menimbulkan ketidakpastian. Para spekulan tidak akan gegabah di dalam membeli saham sebelum tanggal balance sheet. Hal ini akan mereduksi aktivitas spekulasi.
Prinsip dasar lainnya adalah penelitian account books secara cermat. Praktek standar
kuota saham tertentu. Kemudian, perlu ada proses audit dan investigasi secara mendadak untuk meneliti kebenaran dari balance sheet suatu perusahaan. Selain itu, tiap perusahaan harus diminta untuk mengumumkan posisi keuangannya setiap tiga bulan sekali, sehingga publik akan tahu berapa sesungguhnya nilai intrinsik dari sahamnya minimal 4 kali dalam setahun. Tentu saja tanggal penutupan suatu perusahaan akan berbeda dengan perusahaan lainnya, sehingga tanggal pengumuman posisi keuangannya pun akan berbeda-beda.


Dengan demikian, hampir setiap minggu sepanjang tahun, akan ada penutupan dan pengumuman posisi keuangan, dan hal ini akan tetap membuat pasar aktif sepanjang tahun. Prinsip dasar ini juga melarang perusahaan untuk menjual saham mereka sendiri. Perusahaan selanjutnya dilarang untuk menjual sahamnya sendiri di pasar tanpa ada izin dari pencatat/pendaftar Join Stock Company. Selain itu, ada larangan pemberian kredit untuk tujuan spekulasi. Pemberian pinjaman dana untuk tujuan spekulasi di pasar modal sangat dilarang dalam Islam. Forward transaction Salah satu bagian besar dari spekulasi bisnis adalah adanya forward transaction, dimana dua pihak yang bertransaksi bersepakat untuk melakukan pengiriman pada tanggal tertentu di masa mendatang. Biasanya antara satu hingga dua belas bulan setelah tanggal transaksi.
Di London Stock Exchange, forward transaction ini telah dilarang dalam skala yang lebih luas. Selain itu, juga tidak dibolehkan adanya short selling. Ini adalah menjual saham sebelum seseorang memilikinya, dengan harapan dapat membelinya kembali dengan harga yang lebih rendah. Contango juga tidak diperbolehkan. Ada dua alasan mengapa contango tidak akan terjadi dalam pasar modal syariah. Pertama, harga tidak akan berubah cepat karena harga ditentukan oleh nilai intrinsik dari saham. Kemudian yang kedua, dana untuk contango yang bersumber dari riba tidak akan tersedia karena Islam melarang riba atau sejenisnya. Begitu juga transaksi option, baik single option maupun double option keduanya tidak diperbolehkan dalam Islam, sebagaimana ditegaskan Mishkat dalam Kitab al-Bai. Adanya pengawasan terhadap keseluruhan aktivitas pasar modal. Untuk menjamin efektivitas pelaksanaan pasar modal syariah, sekaligus untuk mencegah terjadinya penyimpangan dari nilai-nilai Islam, maka diperlukan adanya lembaga yang memiliki otoritas penuh, yang beranggotakan tidak hanya ahli keuangan saja, tetapi juga pakar hukum/syariah Islam. *****Swara SKJM HS 5258
Dikutip dari berbagai sumber.

Go Public dan Reformasi BUMN

Go Public dan Reformasi BUMN
Oleh : Didik J. Rachbini, pakar ekonomi dan ketua Komisi VI DPR RI
Di bawah otoritas menteri negara BUMN yang baru, isu go public atau privatisasi BUMN kembali menjadi topik yang hangat dibicarakan. Ada pernyataan publik tentang usaha mempercepat privatisasi di minggu awal menjabat sebagai menteri baru. Menteri Sofyan Jalil memang doktor ilmu hukum ekonomi, terutama di bidang pasar modal. Dengan demikian, usaha menjadi BUMN go public akan lebih gencar dengan argumen-argumen substantif dan ilmiah sesuai latar belakang akademisnya.Tetapi, dalam politik, masalahnya lain lagi.
Sejak dua tahun sebelumnya, ada wacana dan usaha substansi menghentikan privatisasi atau penerimaan nol dari privatisasi untuk APBN di kalangan DPR. Sebab, kasus privatisasi sebelumnya menjurus pada lelang harta negara dengan murah. Ada pertentangan keras atas kebijakan privatisasi yang dianggap sembrono dan merugikan negara. Contohnya adalah kasus Indosat yang dijual murah dan Singapura menangguk keuntungan besar atas privatisasi yang salah kaprah tersebut. Tetapi, ada juga dugaan dan indikasi bahwa kebijakan dan program privatisasi merupakan kesempatan politik untuk mengambil rente ekonomi sebanyak-banyaknya melalui aset negara. Jadi, dalam DPR masih ada resistensi terhadap kebijakan dan program privatisasi tersebut. Kondisi itu akan menjadi tantangan baru dari menteri baru BUMN ini.
Menteri negara BUMN yang baru menilai bahwa privatisasi BUMN harus segera dilaksanakan karena jadwal yang diatur sebelumnya dirasa terlambat. Di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pemerintah sudah membeberkan 15 perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang akan diprivatisasi tahun ini. BUMN harus dipandang sebagai organisasi ekonomi yang sangat strategis karena merupakan separo dari kegiatan dan sistem ekonomi. Perannya dalam ekonomi nasional masih sangat besar. Karena begitu besarnya, banyak kepentingan datang sehingga menjadikan organisasi BUMN lebih rumit. Tidak mudah bagi direktur BUMN untuk berdiri di atas rel profesionalismenya. Keadaan itu menjadi alasan menteri BUMN untuk melakukan privatisasi agar BUMN menjadi transparan. Untuk membunuh kuman, perlu cara yang lebih mudah, membuka ruang menjadi transparan sehingga sinar matahari masuk untuk menyehatkannya. Itu istilah yang dipakai menteri BUMN untuk melangkah dalam kebijakan privatisasi tahun ini dan tahun mendatang. Peranan memang begitu besar seperti terlihat dari kegiatan bisnis BUMN yang tersebar merata hampir di seluruh sektor ekonomi.
Di sektor primer, ada perkebunan, pertambangan, kehutanan, dan sebagainya. Sementara itu, di sektor industri mencakup perkapalan, pupuk, senjata, dan sebagainya. Di sektor jasa juga tidak kalah ramainya, seperti hotel, transportasi, dan konsultan. Perubahan-perubahan yang terjadi di BUMN akan berpengaruh pada perekonomian secara makro. Jika BUMN membaik, ekonomi akan membaik karena pengaruhnya besar dan signifikan. Tetapi sebaliknya, jika kondisi BUMN memburuk, pengaruh negatifnya berganda, ekonomi menyusut dan negara tertimpa beban sebagai penyelamat. Sebenarnya, kebijakan privatisasi BUMN tersebut tidak bisa diartikan sebagai langkah sempit, yakni hanya menjual saham di pasar modal. Atau, yang lebih naif sekadar transaksi penjualan saham dengan mitra pembeli strategis satu atau beberapa perusahaan saja.
Kebijakan privatisasi harus dilihat dalam konteks lebih besar, yakni reformasi BUMN. Reformasi itu merupakan sebuah kebijakan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi yang komprehensif. Privatisasi harus diletakkan sebagai suatu kebijakan dan politik ekonomi atau politik reformasi BUMN. Kebijakan tersebut merupakan program atau tindakan yang holistik dengan sistem ekonomi dalam rangka mengeliminasi inefisiensi sistem ekonomi nasional, hambatan birokrasi, kendala eksternal, dan mendorong efisiensi anggaran.
Privatisasi BUMN sebagai politik ekonomi juga membuat aksi di tingkat korporat manajemen menjadi lebih bagus sehingga tercipta sistem manajerial yang efektif dan efisien. Dalam kebijakan privatisasi harus dilihat dua variabel besar yang dipertimbangkan secara matang. Pertama adalah variabel ekonomi atau bisnis, terutama kinerja perusahaan. Kedua, variabel sosial politik yang fokus pada kaitan eksternalitasnya dengan publik dan masyarakat. Variabel bisnis terkait dengan kinerja usaha, manajemen, sumber daya manusia, dan kinerja secara keseluruhan. Variabel sosial politik harus dilihat dari titik kepentingannya dari sisi publik atau manfaat eksternalitas positif dan negatifnya. Kedua variabel itu harus dilihat seimbang sebagai cara untuk melihat BUMN tidak hanya dari sisi komersial usaha bisnis, tetapi juga faktor politik ekonominya. Jika BUMN mempunyai kinerja baik, tetapi level eksternalitasnya secara publik dan politik rendah, privatisasi tidak masalah dilakukan.
Privatisasi dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat memiliki perusahaan tersebut. Privatisasi tidak dilakukan dengan hanya memilih satu partner strategis karena rawan KKN. BUMN perhotelan, konsultan jasa dan konstruksi, transportasi darat, laut, maupun udara adalah contoh BUMN dengan kaitan eksternalitas yang rendah. Tidak ada urusan apa pun dengan negara jika BUMN perhotelah masuk bursa. Di pasar atau di luar negerI sudah banyak sektor swasta yang menyediakan jasa perhotelan secara efisien. Jadi, kalau negara atau pemerintah tidak punya hotel, tidak ada masalah apa-apa. Bahkan, tidak ada birokrasi yang masuk ke dalam bisnis sehingga tidak mengganggu. Itulah peran negara yang tepat. Negara harus minggir dari bisnis dan menyerahkan bisnis kepada swasta. Negara harus berkonsentrasi dan berperan strategis dalam regulasi dan menarik pajak atas bisnis tersebut. Untuk BUMN yang kinerjanya bagus, manajemen profesional, sumber daya manusia produktif, tetapi ada level eksternalitas yang tinggi, negara tidak perlu menjualnya. Negara berperan untuk menjaga profesionalitas manajemen dan kinerjanya. Contoh BUMN yang strategis adalah telekomunikasi, bandara karena terkait denga air traffic control, pabrik senjata, televisi publik, dan lainnya.**** Swara SKJM HS 5258

SEMANGAT MENGHADAPI PERUBAHAN

SEMANGAT MENGHADAPI PERUBAHAN

Dalam kesempatan Seminar Ultah SKJM ke – 8 pengurus DPP/DPC SKJM dan Direksi mengadakan acara Talk Show dengan Moderator Ketua Umum DPP SKJM Ir Setiyono. Acara yang berlangsung sangat terbuka dan menarik ini banyak diharapkan sering dilakukan agar informasi perkembangan perusahaan maupun harapan-harapan dari karyawan dapat diakomodasi dengan cepat dan tepat, hal ini terbukti dengan diperpanjangnya acara ini yang semula dijadualkan hanya berlangsung satu sesi diperpanjang sampai dengan dua sesi karena antusiasme dari peserta dalam dialog ini.
Direksi mengatakan, Tahun 2004 dikeluarkan perundangan baru oleh pemerintah yaitu UU No. 38/2004 yang menegaskan Jasa Marga berubah peran dari Regulator menjadi Operator saja dan pelaksanaan otorisasi jalan tol dilakukan olek Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sehingga untuk memperoleh pembangunan jalan tol baru Jasa Marga harus bekompetisi dengan pihak swasta.
Dari perubahan peran tersebut menimbulkan dampak yang sangat besar bagi kelangsungan hidup perusahaan untuk tetap menjadi leader dalam industri jalan. Jasa Marga harus memiliki daya saing yang tinggi dengan mengutamakan efisiensi, layanan yang bermutu serta SDM yang berpengetahuan dan memiliki keterampilan yang tinggi. Lebih jauh dikatakannya untuk mencapai itu kita harus terus tumbuh dan berkembang dengan menambah ruas dan/atau memperpanjang jalan tol untuk dioperasikan, berinovasi dalam mengembangkan usaha lain yang terkait dan modernisasi usaha dengan menggunakan teknologi baru yang sesuai.
Dalam upaya mencapai misi tersebut, Jasa Marga harus menerapkan kebijakan dalam program yang baru dalam pengembangan jalan tol diantaranya ; Hanya berinvestasi pada ruas jalan tol yang memiliki kelayakan finansial yang baik, mengutamakan jalan tol yang merupakan lanjutan dari jalan tol yang sudah dioperasikan dengan cara efesiensi dalam pengoperasian dan meningkatkan volume lalu lintas pada jalan tol yang ada.
Bekerja sama dengan investor lain dalam memaksimalkan pengembangan jalan tol baru dengan syarat kepemilikan mayoritas saham Jasa Marga sebesar 50% dan untuk pengoperasiannya dilaksanakan oleh Jasa Marga.. Lebih jauh dikatakannya asumsi-asumsi yang mendasari rencana pembangunan jalan tol baru s/d 2015 adalah untuk memperoleh tambahan modal melalui penjualan saham pada publik (IPO) tahun 2007 dan menjajaki kemungkinan dengan sistem syariah serta.bekerja sama dengan mitra pendanaan dengan pembagian 60% untuk Jasa Marga.
Dalam kesempatan dialog dengan peserta seminar ini, redaksi mencatat ada beberapa pertanyaan yang sangat menarik dari peserta yaitu diantaranya Direksi menjelaskan kunjungan Wapres ke kantor Pusat Jasa Marga yang terkesan adanya tugas khusus untuk membantu merealisasikan pembangunan 1000 Km jalan tol yang akan menguras habis ekuitas Jasa Marga ? Dalam menjawab pertanyaan ini Direksi menjelaskan bahwa bisa saja Pemerintah menugaskan hal itu namun penugasan ini harus ditetapkan Pemerintah sebagai PSO (Public Service Obligation) sesuai Pasal 66 UU 19/2003 tentang BUMN yang pelaksanaannya tetap memperhatikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dan kelangsungan Jasa Marga sebagai perusahaan pengembang jalan Tol.
Lebih jauh Direksi mengajak kita semua untuk menyikapi kunjungan Wapres ini dengan positif artinya Pemerintah mengharapkan Jasa Marga untuk membantu hal tersebut karena memang hanya Jasa Marga yang dianggap mampu dan hal ini menegaskan bahwa kita memang leader dalam industri jalan tol di tanah air.
Redaksi mencatat statement yang menarik dari Direksi yang perlu kita cermati bersama bahwa Direksi tidak akan mau diperintahkan (di obok-obok) oleh siapa pun yang akan berakibat Jasa Marga menjadi terpuruk jika hal ini sampai terjadi dengan tegas Direksi mengatakan lebih baik mundur dari pada harus menuruti perintah yang membuat kita semua terpuruk, hal ini terkait dengan pertanyaan peserta yang mengkhawatirkan adanya nuansa politisasi dari kunjungan Wapres.
Pertanyaan selanjutnya yang sangat menggugah kita semua yaitu bagimana dan apa makna privatisasi bagi Jasa Marga dan apa manfaatnya untuk karyawan ? Dalam menjawab pertanyaan ini Direksi dengan gayanya yang khas dan humble serta sangat simpatik dikatakannya Privatisasi Jasa Marga bertujuan untuk mendapatkan injeksi modal dan medorong terciptanya bukan hanya Good Corporate Governace saja tapi juga untuk menciptakan Clean Governance. Lebih jauh Direksi menekankan bahwa Privatisasi tidak akan mengakibatkan PHK bagi karyawan dan manfaat yang akan dirasakan karyawan yaitu kesejahteraan akan meningkat sejalan dengan makin profesionalnya SDM setelah Jasa Marga menjadi perusahaan Terbuka.
Dalam kesimpulan dialog ini redaksi mencatat statement yang menarik dari moderator yang mengatakan bahwa semangat menghadapi perubahan budaya dan penerapan Good Corporate Governance bukan hanya tugas Komisaris, Direksi dan Karyawannya namun juga merupakan tugas Pemerintah selaku pemilik Jasa Marga. *****SWARA SKJM 5258

MENYONGSONG JASA MARGA MENJADI PERUSAHAAN PUBLIK

Seminar yang mengambil tema Meningkatkan Kinerja Karyawan Secara Profesional untuk mencapai Kesejahteraan Melalui PT Jasa Marga Tbk diselenggarakan dalam rangka HUT SKJM ke – 8 yang berlangsung di Gedung Bidakara, Jakarta pada tanggal 26 Juni 2007 dihadiri oleh Pengurus DPP/DPC SKJM seluruh Indonesia, Seluruh Direksi, Seluruh Pejabat setingkat Ka Biro/Divisi/Satuan dengan pembicara tamu Drs Nur Rachman SE.MBA dari Bapepam LK.
Dalam sambutannya Ketua panitia yang juga Ketua Bidang Organisasi DPP SKJM Edi Sucipto SE mengatakan bahwa Maksud dan tujuan seminar ini pertama adalah untuk memberikan pemahaman dan wawasan tentang perusahaan publik, kedua memberikan wawasan tentang pengalaman BUMN lain yang sudah berhasil menjadi perusahaan terbuka yang berskala Internasional, meliputi bagaimana menyikapi dan mempersiapkan diri terhadap perubahan tersebut serta apa dampak terhadap karir dan kesejahteraan karyawan. Ketiga untuk mendapatkan informasi yang akurat langsung dari pimpinan perusahaan mengenai rencana perusahaan untuk go public.

Sambutan Ketua DPP SKJM

Dalam sambutannya Ketua umum DPP SKJM mengatakan bahwa Ulang Tahun SKJM bukanlah hanya kegiatan yang bersifat seremonial semata, yang hanya diisi oleh acara-acara atau kegiatan-kegiatan yang bersifat pesta dan perayaan, tetapi hendaknya menjadi sarana bagi kita semua untuk melakukan telaah secara kritis terhadap perjalanan organisasi dan menjadikannya momentum bagi kita semua untuk menata organisasi ini mejadi lebih baik, serta meningkatkan pemahaman kita bersama terhadap makna dari hubungan kerja yang sinergi.
Lebih jauh Ketua DPP menekankan bahwa dalam waktu dekat ini Perusahaan akan melakukan penjualan sebagian sahamnya kepada PUBLIK yang pada akhirnya mejadikan Jasa Marga menjadi perusahaan yang terbuka dimana dituntut kinerja karyawan yang lebih professional. Untuk mengantisipasi hal ini, kita perlu meningkatkan pemahaman kita terhadap fungsi dan peran Jasa Marga sebagai perusahaan yang terbuka sehingga kita dapat menyiapkan langkah-langkah antisipasi terhadap perubahan-perubahan yang akan terjadi.
Hal terpenting yang tidak boleh dilupakan bahwa kita sepatutnya bangga terhadap posisi Jasa Marga yang mempunyai peranan yang strategis dalam agenda Pembangunan Nasional, dimana Program Pembangunan Jalan Tol menjadi agenda yang sangat penting, yang tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi juga diharapkan dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan efisiensi biaya transportasi.
Selanjutnya Ketua DPP menegaskan perusahaan juga dituntut untuk melakukan perubahan terhadap perlakuan kepada karyawannya yang semula hanya sebagai sumber daya manusia (human resources) menjadi asset terpenting bagi perusahaan (human capital) sehingga karyawan harus diberdayakan secara maksimal dan kompetitif sebagaimana yang tercantum dalam mukadimah PKB 2006-2008.
Terkait dengan upaya kesejahteraan, redaksi menggaris bawahi pernyataan yang sangat menarik dari Ketua DPP SKJM diakhir sambutannya dan perlu kita cermati bersama bahwa Saya ingin mengajak kita semua untuk belajar dari pengalaman pertentangan antara pekerja dan pengusaha yang terjadi belakangan ini, bahwa kesejahteraan dapat ditingkatkan hanya jika tidak adanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Sehingga kita perlu menyadari secara mendalam untuk lebih tegas dan lugas memperjuangkan terciptanya tata kelola perusahaan yang baik, karena sejarah selalu membuktikan bahwa KESEJAHTERAAN ITU TIDAK PERNAH JATUH DARI LANGIT, DIA HARUS DIREBUT DAN DIPERJUANGKAN.

Seminar

Dalam kesempatan ini Drs Nur Rachman SE.MBA sebagai pembicara pertama dari BAPEPAM – LK membawakan makalahnya dengan judul Penawaran Umum (Go Public). IPO Jasa Marga menekankan pada pentingnya kesiapan karyawan untuk meningkatkan Profesionalisme dalam menghadapi Privatisasi. Privatisasi yang dilakukan Jasa Marga pada intinya untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Langkah yang terpenting mengapa Jasa Marga melakukan Privatisasi adalah untuk mengatasi permasalahan kebutuhan pendanaan dan permodalan yang tidak mampu lagi dipenuhi Pemerintah dan mendorong Perusahaan untuk menjalankan Good and Clean Corporate Governance. Privatisasi saat ini harus dilakukan Jasa Marga untuk mempertahankan posisi sebagai market leader di saat Investor yang lain masih lemah. Manfaat Privatisasi bagi karyawan meliputi yaitu dengan makin transparannya kinerja Perusahaan maka Profesionalisme karyawan akan meningkat berbanding lurus dengan kesejahteraan yang akan diterima.
Beberapa tahapan Go public , diantaranya meliputi pembenahan internal, persiapan IPO dan pasca IPO. Ada dua hal yang menjadi kunci keberhasilan Jasa Marga dalam IPO yaitu yang pertama menekankan pada kesiapan Perusahaan dan pembenahan internal yang meliputi bidang-bidang regulasi, keuangan, hukum, proses IPO, organisasi dan SDM. Kedua kesiapan pasar dalam mengamati dengan cermat industri Jalan tol secara global dan ekonomi makro. Strategic sales pada saat pra- IPO yang meliputi Road Show program di dalam maupun di luar negeri merupakan kunci keberhasilan yang tidak kalah pentingnya.dan kesiapan karyawan menghadapi perubahan dari perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka. Dampak dari keberhasilan IPO ini juga terjadi pada perubahan budaya baru perusahaan yang mencakup perencanaan yang lebih baik pada level strategi perusahaan, penekanan pada keharusan penerapan GCG, budaya penciptaan nilai perusahaan, budaya pelaksanaan pekerjaan yang lebih baik dan perlakuan yang sama terhadap pemegang saham.
Lebih jauh dikatakannya ESA (Emloyee Stock Allocation), ESOP (Employee Stock Option Plain), MSOP (Management Stock Option Plain) merupakan program kompensasi berbasis saham yang akan diterima karyawan. Tujuan ESA, ESOP, MSOP untuk mempertahankan dan memotivasi pegawai kunci dalam peningkatan shareholder value secara berkesinambungan, menyelaraskan tujuan karyawan, Direksi, Komisaris dan pemegang saham, penghargaan kepada karyawan atas kontribusinya kepada Perseroan.
Hasil Seminar ini diharapkan menjadi bekal pengetahuan bagi seluruh karyawan Jasa Marga. Dari beberapa catatan redaksi tentang jalannya Seminar ini menggambarkan adanya focus bisnis yang mengarah pada Visi untuk menjadi perusahaan yang modern dalam bidang pengembangan dan pengoperasian jalan tol, serta menjadi pemimpin (leader) dalam industrinya dengan mengoperasikan paling sedikit 50% panjang jalan tol di Indonesia serta memiliki daya saing yang tinggi di tingkat Nasional dan Regional. Misi yang sangat ambisius dan menantang kita semua untuk mewujudkannya secara bersama pun telah digelar dalam perhelatan ini yaitu dengan misi terus menambah panjang jalan tol dan usaha terkait lainnya dengan memaksimalkan pemanfaatan potensi keuangan perusahaan serta meningkatkan mutu dan efisiensi jasa pelayanan jalan tol melalui penggunaan teknologi yang tepat dan penerapan kaidah-kaidah manajemen perusahaan yang modern. **** SWARA SKJM HS. 5258

TINJAUAN HUKUM ATAS KASUS INSIDER TRADING DI PASAR MODAL

Pendahuluan

Insider trading adalah suatu kejahatan di Pasar Modal yang sangat sulit untuk dibuktikan, bahkan di negara yang sudah maju sekalipun seperti Amerika Serikat. Tidaklah mudah untuk membawa pelaku kejahatan ini ke dalam peradilan pidana. Hal ini terkait dengan sulitnya pembuktian atas praktek kejahatan tersebut. Fenomena ini menarik bagi redaksi Swara SKJM untuk menelitinya.
Setelah melalui beberapa kajian secara mendalam dengan dukungan data dan informasi baik dari literatur, fakta nyata maupun beberapa riset skala kecil yang telah redaksi lakukan, redaksi menemukan beberapa permasalahan yang terkait dengan penanganan insider trading di Indonesia yaitu 1) kendala dalam pembuktian insider trading, 2) dampak insider trading terhadap perkembangan pasar modal Indonesia, 3) perlindungan investor terhadap insider trading dan 4) penyelesaian insider trading di Pasar Modal Indonesia. Harapan dan tujuan redaksi setelah mengkaji permasalahan tersebut adalah 1) untuk mengetahui cara mengungkap kasus insider trading di pasar modal Indonesia dan memberi hukuman sesuai dengan tingkat pelanggaran bagi para pelaku kejahatan tersebut, 2) untuk mengetahui sejauh mana kasus insider trading berakibat pada pengembangan pasar modal Indonesia dan 3) untuk mengkaji konsep penyelesaian kejahatan insider trading yang terdapat dalam sistem hukum pasar modal di Indonesia maupun di luar negeri dalam rangka mencari solusi bagi penanggulangan kejahatan tersebut.
Fenomena Pasar Modal
Salah satu cara untuk pengembangan ekonomi di Indonesia yaitu melalui pasar modal yang merupakan sumber pembiayaan jangka menengah dan jangka panjang dalam usaha memobilisasi dana masyarakat guna pengembangan dunia usaha. Sejak diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1977, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memajukan pasar modal. Melalui Bapepam sebagai institusi Pemerintah yang memiliki kewenangan dalam membuat kebijakan sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, diharapkan mampu mewujudkan pasar modal yang lebih menjanjikan untuk kemajuan dunia usaha.
Perkembangan yang cukup menggembirakan dalam beberapa tahun yang lalu menunjukkan pasar modal merupakan salah satu bidang jasa keuangan di Indonesia yang cukup diminati.
Hal ini tampak dari besarnya dukungan untuk pengembangan pasar modal baik dari pelaku pasar modal maupun Pemerintah. Melalui potensi para pemodal dewasa ini baik perorangan maupun institusional, lebih-lebih lagi dengan dibukanya kesempatan bagi investor asing untuk berpartisipasi dalam pasar modal di Indonesia. Diharapkan prospek pasar modal ke depan semakin menjanjikan. Investor asing memiliki banyak pilihan, disamping mencari saham di bursa terkenal di Asia seperti Tokyo Stock Exchange di Jepang, Taiwan Stock Exchange di Taiwan, dan Seoul Stock Exchange di Korea Selatan, juga dapat dicari di bursa kawasan Asia Tenggara seperti Bursa Malaysia di Malaysia, The Stock Exchange of Thailand di Thailand, Singapore Exchange Ltd. di Singapore, dan tentunya Bursa Efek Jakarta di Indonesia.
Perkembangan pasar modal ditentukan pula oleh berbagai kinerja organisasi, yaitu Bapepam, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Lembaga dan Profesi Penunjang Pasar Modal. Dari struktur organisasi pasar modal, fungsi Bapepam merupakan komponen yang memegang peranan penting terhadap kemajuan pasar modal Indonesia. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan Pasal 3 Undang-Undang Pasar Modal yaitu pembinaan, pengaturan dan pengawasan kegiatan Pasar Modal dilakukan oleh Bapepam.
Kunci keberhasilan tugas Bapepam tersebut antara lain sejauh mana produk Bapepam (pembinaan, pengaturan dan pengawasan) mampu memuaskan para konsumennya, baik internal yaitu antar unit kerja di lingkungan Bapepam maupun eksternal yaitu pelaku-pelaku Pasar Modal. Dalam upaya memuaskan para stakeholder-nya, maka penting dilakukan penerapan sistem kualitas oleh Bapepam, yang meliputi perencanaan kualitas, pengendalian kualitas dan peningkatan kualitas. Urgensi Bapepam Sebagai regulator, Bapepam perlu mengetahui apakah peraturan-peraturan yang diterapkan di Pasar Modal sudah berlandaskan kualitas atau belum, karena apabila belum maka peluang terjadinya penyimpangan dan pelanggaran hukum semakin besar. Dengan demikian diperlukan suatu instrumen, yaitu Quality Legal Audit yang berbeda dengan Hak Uji Material di Mahkamah Konstitusi. Perbedaannya adalah Quality Legal Audit bersifat interdisipliner, sedangkan Hak Uji Materiil bersifat monodisipliner.
Tentunya pertumbuhan Pasar Modal perlu didukung oleh sistem dan mekanisme yang berpijak pada aturan main yang jelas. Rule of Game harus direfleksikan ke dalam bentuk ketentuan hukum yang mengatur gerak dan langkah pelaku dalam menjalankan aktivitas Pasar Modal. Setiap pelaku pasar, atau mereka yang menundukkan diri kepada ketentuan hukum yang berlaku di Pasar Modal, diperkenankan menciptakan atau melakukan berbagai metode dan strategi investasi, bebas berkreasi serta menjalankan berbagai jenis usaha, seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal. Kebebasan dalam menjalankan aktivitas di Pasar Modal tentunya perlu bahkan harus dibatasi oleh rambu-rambu hukum dan tata cara yang ditentukan oleh perangkat perundangundangan serta ketentuan pelaksanaan lainnya.
Bila terdapat pelanggaran, konsekuensinya akan berhadapan dengan sanksi hukum sesuai dengan jenis dan kualitas pelanggaran.
Upaya untuk melakukan penegakan hukum harus berlangsung secara konsisten dengan tetap memperhatikan kepentingan perkembangan Pasar Modal itu sendiri. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)
berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memiliki kewenangan yang sangat besar untuk melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan kepada industri pasar modal diharapkan mampu menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diamanatkan UU tersebut.
Disamping itu, untuk menjalankan pengawasan secara represif, Bapepam diberi
kewenangan melakukan pemeriksaan, penyelidikan dan penyidikan seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 tentang tata cara pemeriksaan di Pasar Modal. Dalam rangka itulah maka sesuai dengan amanah yang digariskan dalam Undang-Undang Pasar Modal, bahwa dalam rangka menyempurnakan pengaturan pasar modal telah dikeluarkan serangkaian peraturan yang memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi para pelaku pasar modal.
Pada saat ini upaya berkesinambungan dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat agar hukum dapat mengayomi dan menjadi landasan bagi kegiatan masyarakat dan pembangunan. Adanya kepastian hukum merupakan wahana untuk timbulnya kepercayaan kepada pasar. Salah satu syarat agar pasar modal mampu mengembangkan perekonomian Indonesia adalah kejahatan di pasar modal khususnya insider trading harus dapat ditemukan dan diselesaikan melalui hukum yang berlaku baik itu kebiasaan maupun karena telah diatur dalam aturan di pasar modal.
Memang harus diakui bahwa kejahatan ini tidak mudah untuk ditemukan apalagi diselesaikan, hal ini karena tidak didukung oleh sistem hukum yang ada saat ini di Indonesia. Oleh karena itu perlu kiranya ke depan dipertimbangkan suatu harmonisasi ketentuan hukum yang ada dengan perkembangan akan kebutuhan hukum itu sendiri. Hal ini dimungkinkan mengingat bahwa sistem hukum terus berubah, namun bagian-bagian sistem itu berubah dalam kecepatan yang berbeda, dan setiap bagian berubah tidak secepat bagian tertentu lainnya. Inilah struktur sistem hukum, kerangka atau rangkanya, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan.
Persoalan tentang perubahan hukum dan perubahan masyarakat pada pokoknya terdiri dari dua butir terpenting tentang hukum dan perubahan masyarakat itu, yaitu :
1. Sejauh mana perubahan masyarakat harus mendapatkan penyesuaian oleh hukum. Dengan lain perkataan, bagaimana hukum menyesuaikan diri dengan perubahan masyarakat.
2. Sejauh mana hukum berperan untuk menggerakkan masyarakat menuju suatu
perubahan yang terencana.
Sebagaimana diketahui bahwa sistem hukum Indonesia saat ini adalah menganut sistem hukum Eropa Kontinental yang diadopsi dari Belanda, yaitu berdasarkan asas konkordansi, sedangkan Pasar Modal menganut unsur-unsur hukum dalam sistem hukum Anglo Saxon yang dikembangkan di Amerika. Sistem Common Law lebih mengacu kepada hukum kebiasaan (Customary Law) yang cenderung tidak tertulis. Sumber hukum utama dalam sistem Civil Law adalah perundang-undangan, walaupun terdapat sumber hukum lain seperti kebiasaan, yurisprudensi dan doktrin. Berbeda dengan sistem Common Law,
Mengingat masalah-masalah hukum diselesaikan kasus perkasus yang hasilnya tercermin dalam putusanputusan hakim (yurisprudensi), maka sumber hukum utama adalah yurisprudensi (judge made law). Dalam sistem Civil Law, karena terbiasa mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang masih memerlukan penafsiran, antara lain penafsiran gramatikal, historis, authentic, dan kontruksi hukum, ahli hukum dari Negara- Negara Eropa Continental lebih kuat dalam penafsiran.
Dari perbedaan kedua sistem hukum antara Common Law dan Continental Law tersebut, mengakomodasikan kedua sistem ini akan dikaji dari segi aspek hukum untuk membuat suatu format bagaimana solusi untuk menyelesaikan kejahatan insider trading. Aspek hukum Pasar Modal tersebut sering menjadi sorotan dan merupakan obyek diskusi yang menarik karena menyangkut teori-teori hukum tentang perdagangan orang dalam (insider trading). Teori hukum yang berhubungan dengan praktik perdagangan orang dalam tersebut merupakan teori-teori hukum yang menjadi landasan tentang pengaturan aspek yang berhubungan dengan transaksi yang dilakukan oleh orang dalam (insider).
Sebagaimana diketahui bahwa insider trading disamping dituntut secara perdata
mengenai kepatutan atau kepantasan juga dapat dituntut secara pidana sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, namun sebagaimana kasus sejenis yang muncul diberbagai negara yang penyelesaian kasus tersebut cenderung kearah ganti rugi atau denda oleh lembaga regulator Pasar Modalnya.
Meskipun disadari akibat dari perbuatan tersebut yaitu insider trading sangat besar pengaruhnya baik kepada investor maupun terhadap pengembangan Pasar Modal secara keseluruhan, maka sanksi atas perbuatan melawan hukum tersebut tidak cukup dengan mengganti kerugian saja jika diperlukan diberikan efek jera bagi si pelaku misalnya sanksi pidana sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Namun perlu dilakukan telaah hukum secara mendalam akan kejahatan insider trading agar hukuman yang diterima tepat sasaran dan memiliki efek jera, terlepas sanksi tersebut berupa sanksi perdata atau pidana. Sistem Pengawasan di Pasar Modal Dari studi kasus pelanggaran hukum pasar modal khususnya insider trading, tergambar bahwa demikian luas dan rumitnya tindak pelanggaran di pasar modal. Hal ini harusnya dapat diakomodir dalam pengembangan hukum Indonesia. Oleh karena itu dalam rangka penegakan hukum serta dalam konsep pembentukan hukum nasional, nampaknya hukum tidak hanya diartikan secara terbatas dan hanya terpaku kepada hukum tertulis saja. Lebihlebih untuk mengantisipasi pelanggaran hukum di pasar modal, karena memang pasar modal Indonesia diadopsi dan lebih condong ke Amerika Serikat yang menganut sistem hukum Anglo Saxon dan berbeda dengan sistem hukum yang berlaku di Indonesia, hal ini memang sudah lama diperdebatkan. Apabila hanya penerapan hukum tertulis saja yang berlaku di Indonesia, maka dikhawatirkan penegakan hukum atas kejahatan dan pelanggaran hukum di bidang pasar modal akan sulit dilakukan, sebagai contoh sulitnya penyelesaian kasus insider trading di pasar modal Indonesia karena terbatasnya masalah pembuktian yang dianut dalam hukum tertulis Indonesia.
Jika Indonesia terlalu teguh berpegang pada hukum tertulis, maka penegakan hukum pasar modal akan sulit, berdasarkan pengalaman, dalam kodefikasi pun sering terdapat kekosongan hukum (terdapat halhal yang belum diatur) dan di lain pihak semakin jauhnya pelaksanaan hukum dari keadilan disebabkan terlalu tegarnya memegang undang- undang dan kodefikasi. Oleh karena itu tepat kiranya jika dalam penegakan hukum pasar modal, regulator dapat menyesuaikannya dengan keadaan dan kondisi yang berkembang.
Jika dikaitkan dengan aliran pemikiran hukum, hal ini sejalan dengan pemikiran hukum dari aliran rechtsvinding yang merupakan aliran tengah diantara aliran legisme dan freie rechtsbewegung. Bahwa menurut aliran rechtsvinding, benar bahwa hakim terikat pada undang-undang, akan tetapi tidaklah seketat seperti menurut pandangan aliran legisme yang menganggab semua hukum terdapat dalam undang-undang, karena hakim juga memiliki kebebasan. Namun kebebasan hakim tidak seperti anggapan aliran freie rechtsbewegung, sehingga di dalam melakukan tugasnya hakim mempunyai apa yang disebut “kebebasan yang terikat” (gebonded vrijheid) atau “keterikatan yang bebas” (vrije gebondenheid). Oleh sebab itu maka tugas hakim disebutkan sebagai upaya melakukan rechtsvinding yang artinya adalah menselaraskan undang-undang pada tuntutan zaman.
Pasar modal dapat diklasifikasikan sebagai bidang hukum yang netral. Dalam pembentukan hukum pasar modal, apabila melihat Undang-undang Pasar Modal, pembentukannya mendapat pengaruh dari sistem hukum Anglo Saxon. Ini terbukti misalnya terdapat lembaga Wali Amanat dalam industri pasar modal. Oleh karena itu, pasar modal sebagai bidang hukum yang netral, maka tidak menutup kemungkinan mendapat pengaruh dari berbagai system hukum. Dalam teori pembentukan hukum, hakim dapat dianggap sebagai satu faktor pembentuk hukum.
Hakim wajib menemukan hukum atas suatu perkara yang ia tangani. Asas ini dianut dalam pasal 22 AB (Algemene Befalingeen) yang walaupun merupakan produk hukum zaman kolonial tapi asas ini masih berlaku dalam tatanan hukum di tanah air hingga sampai saat ini. Penafsiran dan penemuan hukum juga menjadi faktor bagi pengembangan hukum pasar modal, dalam hal ini hakim sebagai salah satu penegak hukum harus dapat menemukan dan menerapkan hukum yang berlaku bagi penyelesaian kasus pelanggaran hukum pasar modal yang dihadapinya, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) UU No. 14/ 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang telah diubah dengan Undang-undang No.35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuanketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, terakhir dengan Undang-undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 28 ayat (1) Hakum wajib menggali, mengikuti dan memahami dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat Hakim dalam melaksanakan fungsi dan kewenangan kehakiman diberikan otonomi kebebasan. Otonomi kebebasan itu mencakup menafsirkan peraturan perundang-undangan, mencari dan menemukan asas-asas dan dasar-dasar hukum, mencipta hukum baru apabila menghadapi kekosongan peraturan perundang-undangan, dibenarkan pula melakukan contra legem apabila ketentuan peraturan perundang-undangan bertentangan dengan kepentingan umum, dan memiliki otonomi yang bebas untuk mengikuti yurisprudensi.
Dengan kewenangan yang dimiliki hakim tersebut, penemuan hukum yang dilakukan tidak sekedar menginterpretasi undang-undang atau hanya melaksanakan undang- undang saja, tetapi juga penemuan hukum karena hakim bukan hanya sebagai corong undang-undang (la bouche du droit). Melalui interpretasi yang baik, hukum akan tetap hidup dari masa ke masa dan memberikan keadilan bagi mereka yang mendambakan.
Dengan demikian proses pengadilan bukanlah suatu silogisme. Undang-undang merupakan premis mayor, peristiwa kongkrit adalah premis minor, sedangkan putusan hakim adalah konklusi atau simpulannya.
Karena itu relevan jika penerapan hukum tidak semata-mata melihat kepada hukum tertulis. Apabila Hakim tidak menemukan hukum tertulis maka wajib menggali hukum tidak tertulis untuk memutus berdasarkan hukum sebagai seorang yang bijaksana dan bertanggung jawab15 Untuk mengantisipasi pelanggaran di pasar modal yang masuk dalam kategori praktek curang (unfair trading) dan kejahatan pasar (market crime) diperlukan pengetahuan tentang jenis- jenis pelanggaran yang masuk dalam kelompoktersebut. Disamping upaya penegakan hukum pasar modal, perlu pula kiranya untuk mendapat perhatian upaya-upaya preventif untuk menganulir kemungkinan-kemungkinan yang mengancam industri pasar modal di tanah air.
Diantara upaya-upaya preventif tersebut adalah saksi pelapor atau sumber informasi wajib untuk dilindungi. Penegakan Hukum Sebagai Upaya Penyelesaian Masalah Insider Trading Hampir di semua pasar modal di dunia memiliki peraturan yang melarang insider trading. Sekalipun demikian masih saja terdapat perdebatan mengenai perlu tidaknya melarang kegiatan insider trading. Karena dalam prakteknya, hampir tiada batas yang jelas antara salah dan benar dalam insider trading. Kalangan pakar ekonomi finansial dan ahli hukumpun belum ada kesepakatan dalam banyak aspek tentang insider trading.
Menurut seorang pakar di bidang keuangan melihat insider trading sebagai masalah jika terdapat unsur penipuan (fraud atau deceit). Misalnya pendapat Michael Rozeff, Profesor dari University of Iowa yang banyak menulis tentang insider trading, menyimpulkan bahwa insider trading merupakan topik yang masih kontroversial dan belum ada kesepakatan tentang ini. Menurutnya, sebagian besar investor menerima insider trading sebagai suatu kenyataan. insider trading akan menarik perhatian masyarakat setelah melewati berita yang spektakuler tentang kasus insider trading di media massa.
Menarik untuk disimak adalah dua pendapat yang saling bertentangan. Pendapat pertama diungkap oleh H. Manne yang memaparkan hal tentang insider trading sebagai berikut:
“Insider trading provides an incentive for entrepreneurial activity, and that it enhances market efficiency through the faster dissemination of information”.
Artinya bahwa insider trading memberikan satu insentif bagi kegiatan kewirausahaan, dan dapat meningkatkan efisiensi pasar melalui informasi yang cepat tersebar.
Pendapat lainnya diungkap oleh U Bhattacharya dan H Daouk sebagai berikut:
“Recently, empirical studies have also found that the proper enforcement of insider trading laws reduces the cost of equity capital by about 5 %, which suggest that any advantage from a market efficiency perspective is outweighed by the loss of investor confidence caused by insider trading” Artinya bahwa, berdasarkan studi empiris terkini didapat bahwa penegakan hukum terkait kasus insider trading akan mengurangi biaya modal kira-kira 5 %, keuntungan lain dari tindakan tersebut adalah efisiensi pasar tercapai sekaligus tingkat kepercayaan investor akan meningkat.
Pendapat kedua ini banyak dukungan karena pesan yang begitu kuat akan perlindungan bagi investor dimana terdapat tiga hal penting yang akan dicapai jika penegakan hukum terhadap kasus insider trading dilaksanakan, yaitu:
a. Regulasi yang efektif dibidang hukum khususnya penegakan hukum secara umum akan menghasilkan pengem-bangan pasar modal ke arah yang lebih baik sekaligus perlindungan bagi investor;
b. Rregulasi yang efektif akan membentuk siklus keterkaitan positif antara investor dan perusahaan publik di mana dengan tingkat risiko yang rendah akan dicapai biaya operasional yang rendah pada akhirnya akan menarik perusahaan- perusahaan untuk menjadi perusahaan publik yang terdaftar di pasar modal;
c. Para regulator dan badan yang menangani penegakan hukum di pasar modal wajib mampu untuk mendeteksi dan mencegah tindakan-tindakan yang dapat merugikan investor.
Jika investor kehilangan kepercayaannya maka pasar modal akan masuk
pada siklus negatif di mana nilai saham akan jatuh, perusahaan-perusahan public yang masuk dalam kategori baik akan keluar dari pasar modal pada akhirnya aktivitas pasar modal secara keseluruhan akan terhenti.
Tujuan utama dari pelaku insider trading adalah untuk memperoleh keuntungan melalui pemanfaatan informasi yang belum ter-publish kepada publik, sehingga pelakupelaku dapat dikenakan sanksi berupa ganti rugi, memang dalam hukum pidana dapat terlaksana dengan alat bukti sebagaimana disebut dalam Pasal 184 yang berbunyi:
“alat bukti yang sah meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan tersangka”. Namun hal ini sangat sulit dibuktikan dan alat bukti sebagaimana disebut dalam Pasal 184 ini tidak cukup untuk memenuhi pembuktian insider trading.
Menurut undang-undang, ada lima macam alat pembuktian yang sah yaitu; surat-surat, kesaksian, persangkaan, pengakuan dan sumpah.
Jika ditelaah, alat bukti yang dimaksud dalam pasal tersebut maka insider trading tidak dapat dibuktikan karena bukti transaksi yang dilakukan di bursa merupakan hasil elektronik yaitu berupa print out dan bukan termasuk kategori surat sebagaimana disebutkan dalam undang-undang.
Oleh karena pelakunya melakukan insider trading untuk memperoleh keuntungan berupa uang, maka dapat dilakukan perubahan konsep pidana dari ultimum remedium ke primum remidium, yaitu diartikan sebagai Prinsip Ultimum Remedium dalam hal adanya sanksi administratif dan sanksi pidana, sanksi pidana tersebut baru akan digunakan efektif, jika sanksi administratif sudah dilaksanakan secara penuh.

Strategi Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pasar Modal

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan yaitu para pelaku insider trading lebih efektif diarahkan pada perbuatan melawan hukum dan sanksi yang dikenakan berupa ganti rugi atau denda atau Alternative Dispute Resolution (ADR) dimana dijatuhkannya sanksi pidana adalah upaya akhir. Besarnya ganti rugi atau denda tersebut disesuaikan dengan tingkat kerugian akibat dari pelanggaran tersebut serta diupayakan mampu menimbulkan efek jera. Untuk menyelesaikan permasalahan di atas, Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal perlu diamandemen yaitu memuat pembentukan Komisi Penyelesaian Kasus Pasar Modal. Komisi ini bertugas untuk menyelesaikan kasus-kasus yang ada di pasar modal terutama insider trading. Keputusan Komisi adalah merupakan putusan final yang diberi kewenangan sebagai quasi eksekutif, quasi legislatif dan quasi yudisial.****Swara SKJM HS 5258

MENGENAL STRATEGY PRIVATISASI DI CINA

Di tahun 2007 ini, aktivitas privatisasi BUMN diperkirakan akan semarak lagi. Berbagai pemberitaan menyebutkan di tahun ini, pemerintah akan mendivestasikan kepemilikannya di 14 perusahaan. Diberitakan bahwa pelepasan saham 14 perusahaan itu akan banyak dilakukan melalui IPO, right issue, maupun secondary offerring di pasar modal. Terkait dengan privatisasi BUMN ini, presiden RI menyatakan masalah sosial dan kompleksnya persoalan menyebabkan lambatnya proses privatisasi BUMN.
Privatisasi BUMN di Indonesia memang memiliki kompleksitas tersendiri. Meski presiden tidak menyebut secara spesifik masalah sosial tersebut, fakta memperlihatkan setiap ada privatisasi BUMN selalu diikuti polemik. Oleh karenanya, memang diperlukan strategi khusus agar privatisasi dapat dijalankan dengan sedikit menimbulkan problem sosial. Sebab, bagaimanapun privatisasi diperlukan untuk meningkatkan good corporate governance (GCG) dan kinerja BUMN.
Restrukturisasi duluCina adalah salah satu negara yang cukup berhasil dalam mengantarkan BUMN-nya tidak hanya sebagai perusahaan yang sehat dan berkinerja baik, tetapi juga menjadi perusahaan kelas dunia. Padahal, problem yang dihadapi BUMN Cina juga sama dengan di Indonesia. Tetapi, prestasi BUMN kita jauh tertinggal dibanding BUMN Cina. Satu hal yang patut dicatat, kebijakan privatisasi BUMN di Cina tidak menimbulkan gejolak sosial sebesar di Indonesia.
Cina menganut doktrin grasp the large and let go of the small (zhua da fang xiao) dalam pengembangan BUMN. Artinya, pemerintah Cina akan mempertahankan BUMN besar dan melepas BUMN kecil. China memiliki banyak BUMN. Namun, hanya sebagian kecil BUMN yang merupakan perusahaan besar. Selebihnya, perusahaan kecil yang berupa township-village enterprises (TVEs) yang beroperasi di daerah.
Tanpa melihat ukuran perusahaan, ternyata jumlah BUMN Cina yang dijual tidak terlalu banyak yaitu hanya sekitar 7 persen dari total BUMN pada tahun 2000. Artinya, pemerintah Cina terlihat hati-hati dalam kebijakan privatisasi BUMN. Riset yang dilakukan Jean C Oi (2006) menunjukkan keputusan privatisasi di beberapa kota dilakukan setelah berbagai bentuk restrukturisasi ditempuh.
Pemerintah Cina juga berhasil membuat privatisasi BUMN tidak identik dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Privatisasi BUMN di Cina dilakukan dengan minimal PHK. Ini tidak berarti bahwa kebijakan privatisasi BUMN di Cina tidak menimbulkan PHK. Namun, dibandingkan tren privatisasi BUMN di negara lain, khususnya Rusia dan Eropa Timur, tingkat PHK dan pengangguran yang ditimbulkan di Cina jauh lebih rendah.
Strategi privatisasi BUMN di Cina yang ditempuh untuk mengurangi PHK adalah melalui penjatahan saham (shareholding) kepada pekerja dan manajemen yang dalam bahasa finansial sering disebut employee stock option plans (ESOP) dan management stock option plans (MSOP). Melalui strategi ini, pekerja BUMN memiliki peluang untuk mencegah kebangkrutan perusahaan. Karena pekerja menjadi pemilik, hal itu bisa meningkatkan motivasi mereka untuk menghidupkan perusahaan dan meningkatkan laba. Laba tersebut digunakan untuk membayar kembali utang perusahaan, sehingga tidak perlu ada PHK untuk mengurangi beban operasional perusahaan.
Kini program shareholding menjadi skema yang lazim dalam berbagai aktivitas fund raising oleh BUMN-BUMN di Cina dalam mendapatkan dana ekstra. Dana yang diperoleh dari pembelian saham oleh pekerja tersebut langsung digunakan perusahaan untuk membiayai kegiatan perusahaan, bukan menjadi bagian yang disetorkan ke APBN.
Program shareholding ini sangat membantu bagi BUMN yang pesakitan yang sulit mendapatkan dana dari perbankan karena pemerintah Cina memang sedang melakukan reformasi perbankan untuk memecahkan problem kredit bermasalah. Bagi pemerintah dan BUMN, program ini menjadi solusi berbiaya murah untuk menjaga agar perusahaan tetap berjalan dan pekerja tetap bekerja tanpa adanya dukungan tambahan dari pemerintah.
Beberapa BUMN, khususnya BUMN yang sakit, memang kesulitan menerapkan program shareholding. Sebagai insentif untuk menarik pekerja ikut program shareholding ini, beberapa BUMN memberlakukan skema khusus. Skema khusus itu adalah pekerja yang ikut program ini, akan mendapatkan tambahan saham 'semu' dari pemerintah secara proporsional. Tambahan saham 'semu' tersebut bukan milik pekerja, tetapi tetap milik pemerintah (karena pekerja tidak membeli saham tersebut). Dari skema ini, pekerja dapat menikmati dividen ekstra dari alokasi saham 'semu' tersebut. Jika pekerja keluar dari perusahaan, mereka hanya akan menerima dividen atas saham yang aktual dibelinya, tidak termasuk saham yang secara potensial dapat memberikan dividen bagi mereka.
Spin off
Terhadap BUMN yang bermasalah, strategi privatisasi lain yang dilakukan adalah dengan spin off. Sesungguhnya, meski BUMN bermasalah, tidak seluruhnya kondisi aset perusahaan buruk. Banyak dari BUMN yang bermasalah justru memiliki aset bagus dan bisa menghasilkan pendapatan besar. Namun, karena aset tersebut dikelola oleh BUMN yang kondisi kesehatannya buruk, maka secara korporat kinerjanya terlihat tidak baik.
Langkah yang ditempuh adalah melepas (spin off) aset produktif menjadi entitas tersendiri yang terlepas dari induknya. Utang, mesin kadaluarsa, pekerja dengan skill rendah dan aspek non produktif lainnya dibiarkan tetap berada di perusahaan induk (asal). Perusahaan hasil spin off ini betul-betul perusahaan baru yang sehat yang tidak tercemar berbagai masalah di induknya.
Entitas baru ini mencatatkan sahamnya di bursa untuk mendapatkan tambahan modal. Karena perusahaan baru, perusahaan ini pun akan mudah mendapatkan kredit perbankan. Kombinasi kepemilikan antara BUMN dan swasta ini, akhirnya akan membawa perusahaan hasil spin off memiliki kinerja baik. Dividen yang dihasilkan akan menjadi pendapatan induknya yang dapat digunakan untuk membiayai program efisiensi dan penyehatan perusahaan.
Indonesia sesungguhnya memiliki peluang yang sama untuk dapat sukses seperti Cina. Memang sudah seharusnya, misalnya, privatisasi dilakukan setelah BUMN direstrukturisasi untuk men-create value agar harganya tinggi. Dan penulis yakin, pemerintah pun telah melakukan sejumlah langkah-langkah restrukturisasi.
Tetapi, ada dua hal menarik yang bisa dicoba diterapkan di Indonesia. Pertama, skema shareholding dengan insentif tambahan saham 'semu' bagi BUMN yang pesakitan seperti yang dilakukan Cina. Kedua, spin off. Metode ini menarik karena banyak BUMN kita yang tidak sehat tetapi memiliki aset bagus. Kesimpulannya, banyak pelajaran yang diambil dari strategi privatisasi BUMN di Cina. Masalahnya, apakah seluruh pihak terkait dengan BUMN menyadari bahwa cara pandang kita terhadap pengelolaan BUMN harus berubah? *****Swara SKJM HS 5258
Ikhtisar
- Program privatisasi BUMN di Indonesia selalu saja menimbulkan gejolak dan PHK.- Cina sebenarnya memiliki program serupa, tapi mereka bisa menjalankannya dengan lebih mulus..- Kebijakan pemerintah Cina bertumpu pada prinsip mempertahankan BUMN besar dan melepas BUMN yang kecil..- Program penjatahan saham kepada karyawan dan manajemen menjadi kunci penting untuk mencegah PHK dalam program privatisasi.
Penulis : Sunarsip Kepala Ekonom The Indonesia Economic Intelligence

STUDY KASUS MSOP BANK MANDIRI

STUDY KASUS MSOP DI BANK MANDIRI

MENJADI bankir di bank besar dengan jabatan tinggi memang enak. Selain mendapat gaji dan fasilitas wah, bonus pun sering kali menanti di akhir tahun. Itulah yang bakal segera dinikmati sebagian kecil karyawan di Bank Mandiri. Ya sebagian kecil karyawan. Soalnya, program management stock option plan (MSOP) II hanya diperuntukkan bagi karyawan yang dianggap pantas oleh manajemen. Dalam istilah Mansur Nasution, Corporate Secretary Bank Mandiri, hanya karyawan yang berada di posisi kuncilah yang berhak mendapatkan jatah saham tersebut. Sebab, tujuan MSOP adalah memotivasi dan mempertahankan manajemen senior dan karyawan kunci. Nah, berdasarkan ketentuan itulah, yang berhak mendapat saham adalah karyawan dengan jenjang D2 hingga direksi (baca: Mereka yang Mendapat Rezeki). Tapi, kebijakan itu kini mulai memantik persoalan. Banyak karyawan di level bawah yang tidak mendapat jatah mulai meradang. Mereka beranggapan, manajemen pilih kasih dan kurang menghargai hasil karya mereka. ”Bagaimana tidak sewot, direktur yang baru masuk kemarin sore, kebagian. Sementara kami yang sudah bertahun mengabdi justru dilupakan,” tutur seorang karyawan kepada TRUST. Jika merunut ke belakang, program MSOP sebenarnya merupakan warisan dari kepemimpinan E.C.W. Neloe dkk ketika membawa Bank Mandiri go public ke bursa 14 Juli 2003. Pada saat itu, dalam RUPS 29 Mei 2003, manajemen diberi hak untuk memberikan program employee stock option plan (ESOP). Program tersebut selanjutnya terbagi menjadi dua. Pertama, dalam bentuk ESA (employee stock allocation) bagi seluruh pegawai. Program ini, yang dilakukan melalui pemberian saham bonus (bonus share plan) dan penjatahan saham diskon (share purchase at discount) berjalan dengan mulus.
Program kedua berupa MSOP (management stock option plan) untuk manajemen dengan kriteria tertentu. Pihak manajemen Mandiri, sebenarnya sudah menjalankan MSOP tahap I. Bahkan, banyak di antara saham tersebut yang sudah dikonversi dan dilepas ke pasar. Berdasarkan catatan Bursa Efek Jakarta (BEJ), sampai 28 November lalu, jumlah saham Bank Mandiri yang beredar di pasar mencapai 20.112.643.287 saham. Di bandingkan saat initial public offering (IPO) sebanyak 19.800.000.000, berarti telah terjadi penambahan sebanyak 312.643.287 saham. Sementara hak opsi MSOP I, yang belum dikonversi berjumlah ekuivalen dengan 57.881.072 saham. Menurut sumber TRUST di Bank Mandiri, sesungguhnya MSOP II sudah akan dibagikan Juli tahun 2005, ketika E.C.W. Neloe masih menjadi bos di BUMN ini. Namun, gara-gara terjadi pergantian direksi 16 Mei 2005, rencana tersebut menjadi berantakan. Tahun lalu, direksi Mandiri melanjutkan program yang tertunda tersebut. Lantas keluarlah surat edaran (SE) No. 19/PSL/CHC/HMC/2005 tertanggal 31 Oktober 2005. Dalam SE yang ditandatangani oleh I Wayan Agus Mertayasa itu disebutkan, pihak-pihak yang berhak mendapat bagian saham. Di antaranya direksi, karyawan tetap, dan karyawan kontrak yang di dalam kontraknya terdapat klausul mendapatkan MSOP. Khusus untuk direksi, yang berhak mendapat jatah adalah pejabat yang per 21 Juni 2005 telah ditetapkan oleh pemegang saham menjadi direksi untuk jangka waktu tertentu. Jumlah saham yang dibagi ditetapkan sebanyak 312 juta saham dan bisa dibeli karyawan di harga Rp 1.190,50 per saham. Entah kenapa, pada bulan Mei kemarin keluarlah SE No. 009/PSL/CHC HMC/2006 tanggal 16 Mei 2006, yang ditandatangani Sasmita dan Sentot Sentausa. Yang menarik, dalam kebijakan yang baru ini terdapat perubahan yang cukup signifikan tentang definisi direksi yang berhak mendapat jatah MSOP II. Berdasarkan SE tersebut, direksi yang berhak adalah mereka yang menjabat per 21 Juni 2005 dan ditetapkan pemegang saham untuk jangka waktu tertentu dan masih aktif menjabat sampai penetapan jumlah alokasi opsi. Alhasil, jika berdasarkan opsi pertama, mantan direksi seperti E.C.W. Neloe, I Wayan Pugeg, M. Sholeh Tasripan, dan Nimrod Sitorus punya hak mendapatkan saham. Dengan keluarnya SE 16 Mei tadi maka opsi tersebut secara otomatis hilang. Soalnya, penetapan jumlah alokasi saham dilakukan per 25 April 2006. ”Pak Neloe dkk tidak berhak mendapat MSOP II. Mereka kan sudah berhenti,” jelas Mansur.
DIREKSI MENDAPAT ENAM JUTA SAHAM
Sebagai gantinya, direksi yang menjabat sejak 16 Mei 2005 bisa menikmati bonus nan menggiurkan itu. Perlu diketahui, direksi baru Mandiri yang diangkat per 16 Mei 2006 adalah Agus Martowardoyo menggantikan E.C.W. Neloe. Selain itu, Sasmita dipercaya sebagai direktur UKM dan Abdul Rahman menjabat direktur corporate banking. Sisanya adalah mereka yang menempati posisi direktur semasa E.C.W. Neloe. Mansur menjelaskan bahwa dalam MSOP II, Agus Martowardoyo juga akan mendapat jatah. ”Kalau pada saat itu (21 Juni 2005) beliau ada, ya dapat. Kita tunduk pada ketentuan yang diberikan komisaris,” cetusnya. Tapi yang agak aneh, Muchayat, komisaris Bank Mandiri, berkata lain. Kata dia, pembagian saham itu merupakan kewenangan manajemen. ”Kami hanya memberikan panduan saja. Soal siapa yang akan mendapat, itu masalah teknis. Manajemen yang tahu masalah itu,” katanya. Hanya saja, Muchayat menambahkan, pihak dewan komisaris menyarankan agar jatah saham buat direksi dikurangi. Sebab, berdasarkan perhitungan yang ada, seorang direksi mendapat jatah sekitar enam juta saham. Jumlah itu, menurut dekom (dewan komisaris) terlalu besar. Jadi, sebaiknya, sebagian saham dibagikan kepada karyawan. ”Kami minta ada kepedulian dari direksi kepada para karyawan. Ya, semacam apresiasi terhadap kinerja karyawan,” tuturnya. Konon, kabarnya jumlah penerima MSOP II sekitar 4.699 orang. Sementara jumlah karyawan Mandiri kurang lebih ada 18 ribu orang. Sumber TRUST di lingkungan Mandiri juga merasa jengah dengan kebijakan yang dibuat perusahaannya. Menurut mantan grup head di era E.C.W. Neloe ini, seharusnya yang berhak mendapat jatah MSOP II adalah karyawan dan direksi yang telah mengabdi cukup lama. Paling tidak, mereka yang ikut bekerja keras melambungkan laba Mandiri hingga Rp 5,24 triliun tahun 2004. Apalagi, dia menambahkan, penilaian karyawan yang mendapat jatah saham berdasarkan kinerja mereka sampai 2004. Seperti tercantum dalam ketentuan, untuk pelaksanaan MSOP II, perhitungan dan alokasi untuk direksi dan EVP (executive vice president) ditetapkan langsung oleh komisaris. Sementara untuk pegawai didasarkan pada kinerja past performance yaitu sampai 2004 dan future performance di mana penilaian didasari pada hasil karya tahun 2006. Namun, penilaian past performance tersebut, menurut sumber TRUST, merupakan strategi yang dibikin manajemen baru agar mereka bisa mendapat jatah MSOP II. Sebab, jika dasarnya kinerja 2004, mereka belum menjejakkan kakinya di Mandiri. Kalau toh sudah menjadi pegawai, posisinya mungkin baru sekelas grup head. Betul. Kendati banyak yang menggerutu, kelihatannya manajemen tetap akan berpegang dengan keputusannya. Sehingga, harapan sebagian besar karyawan untuk mendapat bonus di akhir tahun hanya tinggal mimpi belaka.
MEREKA YANG MENDAPAT REZEKI
Ambruknya kinerja Bank Mandiri dalam dua tahun terakhir, memang berimbas buruk bagi para karyawan. Apabila tahun 2005 mereka mendapatkan bonus lumayan besar dari hasil kinerja tahun 2004 (untungnya Rp 5,24 triliun), tidak demikian yang terjadi di tahun ini. Gara-gara peruntungan bank mengempis, bonus yang diterima karyawan pun ikut menyusut. Seorang karyawan di level officer bercerita, tahun ini ia hanya mendapatkan bonus dua kali gaji. Jika dihitung dengan tunjangan hari raya (THR) sebanyak dua kali gaji, maka di tahun Anjing Api ini dia praktis mendapat tambahan empat kali gaji. Jumlah itu, si officer menambahkan, jauh lebih kecil ketimbang yang diperolehnya tahun lalu. Kala itu, untuk bonus saja karyawan di level officer mendapatkan tujuh kali gaji. Dan itu belum termasuk THR. Makanya, pemberian MSOP tahap II jelas sangat diharapkan. ”Sangat menyenangkan dan menyegarkan,” tutur seorang karyawan level menengah. Sayang, tidak semua karyawan Mandiri bakal menikmati gurihnya MSOP II. Sebab, sesuai surat edaran No. 009/ PSL/CHC HMC/2006 tanggal 16 Mei 2006, penerima MSOP II harus memenuhi kualifikasi tertentu. Berdasarkan SE tersebut, penerima MSOP II terbagi menjadi tiga. Pertama, direksi yaitu pejabat Bank Mandiri yang per 21 Juni 2005 telah ditetapkan oleh pemegang saham menjadi direksi untuk jangka waktu tertentu. Direksi bersangkutan juga masih aktif menjabat ketika penjatahan opsi dilakukan. Kedua, pegawai tetap yang mempunyai grade D2 ke atas. Memiliki penilaian kinerja individu tahun 2004 dan tercatat secara resmi dalam administrasi group human capital per tanggal 21 Juni 2005 dan masih bekerja aktif. Karyawan yang mendapat jatah juga termasuk mereka yang ditempatkan pada yayasan, dana pensiun, dan anak perusahaan. Bagi mereka yang cuti di luar tanggungan, pensiun, masa bebas tugas, meninggal, cuti sakit dan melakukan pelanggaran berat tidak akan mendapat jatah. Sedangkan karyawan yang sedang dalam proses pemeriksaan akibat pelanggaran disiplin, haknya akan ditunda. Apabila karyawan tersebut tidak diberhentikan hak opsinya akan tetap berlaku. Yang ketiga adalah karyawan kontrak yang dalam perjanjian kontraknya terdapat klausul mendapat MSOP. Di samping itu, namanya tercantum dalam administrasi bank per 21 Juni 2005. Lantas bagaimana distribusinya? Berdasarkan SE 16 Mei tadi disebutkan bahwa direksi akan mendapat jatah sebanyak 60.737.040 saham atau 19,4% dari total MSOP II yang 312 juta saham. Sedangkan bagian karyawan adalah 220.062.960 (70,5%). Sisanya, sebanyak 31.200.000 akan dijadikan cadangan. Sesuai klausul, maka besaran saham yang akan diterima karyawan akan disesuaikan dengan grade-nya. Semakin tinggi posisi, maka jatah sahamnya bertambah banyak. Sebagai contoh, grade D2 akan menerima sebanyak 24.500 saham. Sementara untuk golongan F3, jatah sahamnya sekitar 424.000 saham (lihat tabel) Menilik besaran saham yang akan dibagikan, keuntungan yang akan diperoleh penerima MSOP II Bank Mandiri bisa dikata sangat menggiurkan. Ilustrasinya begini. Dengan patokan harga beli saham seharga Rp 1.190 per saham, maka seorang karyawan dengan grade D2 akan membeli jatah sahamnya senilai Rp 29,1 juta. Selanjutnya, jika opsi tersebut dikonversi dengan harga saham yang beredar di pasar—per 1 Desember harga BMRI (kode saham Bank Mandiri) Rp 2.900—maka si karyawan akan mendapat dana sekitar Rp 71,05 juta. Jika karyawan level menengah mendapat rezeki sebesar itu, lalu berapa gain yang diperoleh direksi? Jika jumlah direksi yang saat ini sebanyak 11 orang, maka asumsinya bagian setiap orang sekitar 5-6 juta saham. Dengan harga beli Rp 1.190 per saham, maka modal seorang direktur untuk membeli haknya sekitar Rp 6,57 miliar. Nah, jika kemudian saham tersebut dilepas—taruhlah di harga Rp 2.825 (29/11)—duit yang akan mereka kantongi bisa mencapai Rp 15,5 miliar. Dengan kata lain, gain yang diperoleh adalah Rp 8,9 miliar. Cukup menggiurkan bukan? Tentu saja, opsi tersebut baru bisa dieksekusi paling cepat 20 Juni tahun depan. Sebab, berdasarkan SE Mandiri disebutkan, ada vesting period—periode ketika pemegang MSOP belum dapat menjual saham BMRI—selama dua tahun sejak 21 Juni 2005. Nah, jika demikian halnya, maka potensi keuntungan yang bisa diraih pemegang MSOP II jelas bakal meningkat. Sebab, di tengah kondusifnya ekonomi makro, harga saham Mandiri diyakini bakal meloncat sampai Rp 3.500 tahun depan. *****Swara SKJM HS 5258
Dikutip dari majalah TRUST

Jumat, 29 Juni 2007

Upaya Membangun Kepercayaan

MEMBANGUN KEPERCAYAAN


Mengapa perlu dibangun?

Tentu ada tak terhitung alasan mengapa kepercayaan itu penting bagi kita. Dalam kaitannya dengan dunia kerja atau usaha, kita hanya ingin menegaskan dua hal dari sekian itu, dengan kalimat seperti berikut:

Pertama, Kepercayaan adalah kekuatan “daya tarik” yang luar biasa untuk mengundang peluang ber-transaksi. Kalau melihat penjelasan para pakar marketing, transaksi adalah sasaran riil jangka pendek yang dicapai oleh kesepakatan antarpihak. Transaksi ini pada hakekatnya bukan saja akan dilakukan oleh para pedagang atau pebisnis, tetapi akan dilakukan oleh semua orang yang menjalankan aktivitas usaha, apapun usaha itu, termasuk juga bekerja.
Kita ingat pesan mendasar dalam dunia bisnis (baca: usaha) yang mengatakan, semua orang akan menjalani hidupnya dengan cara menjual sesuatu (selling), terlepas apakah itu barang atau jasa yang kita jual. Nah, supaya aktivitas jualan kita sampai pada tingkat transaksi, maka peranan kepercayaan sangat dominan di sini. Tidak semua produk yang belum laku itu tidak baik, tetapi adakalanya orang belum percaya akan manfaat (benefit) dari produk itu. Sangat pentingnya kepercayaan itu dalam bisnis, sampai-sampai ada yang mengatakan begini: “jika orang itu suka kamu, ia akan mendengarkanmu, tetapi jika orang itu mempercayaimu, ia akan melakukan bisnis denganmu.”
Bahkan ada kalimat yang pernah saya baca dari buku karya Helga Drummond berjudul: “Power: Creating It Using IT”, (Kogan Page: 1991) yang intinya ingin memahamkan kita bahwa untuk kepentingan power, maka yang terpenting bukan saja di bidang apa kita ahli, tetapi siapa saja yang mempercayai keahlian kita. Semua orang bisa ngomong politik atau ngomong tentang jeleknya pejabat, tetapi hanya orang tertentu saja yang sah untuk berbicara tentang hal ini. Semua orang di kantor bisa diajak melihat kekurangan organisasi, tetapi prakteknya hanya orang tertentu saja yang diberi hak untuk berpendapat tentang hal ini. Kira-kira begitulah contohnya.
Kasarnya, biarpun kita sudah ahli di bidang tertentu, tetapi kalau belum ada orang yang mempercayai keahlian kita, keahlian itu manfaatnya masih belum banyak buat kita. Mungkin atas dasar inilah George MacDonald pernah mengatakan: “Dipercaya itu nilainya lebih besar ketimbang dicintai.”
Berkali-kali telinga kita mendengar pengalaman para pengusaha yang bercerita tentang riwayat hidupnya. Mereka berani menyimpulkan, modal keberhasilannya adalah kepercayaan. Mereka mendapatkan uang dari orang lain yang percaya kepadanya. Lalu mereka mendapatkan produk juga dari orang lain yang percaya kepadanya. Dari modal dan produk itulah mereka mengolahnya dengan proses-proses yang terpercaya lalu lahirlah transaksi yang menguntungkan. Bank di dunia ini juga menerapakan cara kerja demikian. Mereka mendapatkan uang dari masyarakat yang percaya kepadanya. Lalu mereka kembangkan dengan sistem dan proses yang bisa dipercaya kemudian dari sinilah mereka mendapatkan untung.
Kedua, Kepercayaan akan mampu mengurangi sekian persen potensi problem dalam hubungan antar manusia. Hubungan yang kita maksudkan di sini bisa hubungan apa saja, mungkin bisnis, mungkin profesi, rumah tangga, persahabatan dan lain-lain. Seperti yang kita alami, hubungan kita dengan orang lain itu tak hanya menjadi sumber solusi. Terkadang juga menjadi sumber problem. Problem ini pun ada yang berupa kesulitan, dilema, dan misteri. Pokoknya, warna-warni problem itu bisa dikatakan tak terhitung.
Jika di telaah ulang apa saja yang menjadi pemicu munculnya problem dalam hubungan, kita yakin kepercayaan termasuk salah satu faktor yang terbesar. Jika kepercayaan itu ada dalam sebuah hubungan memang tidak berarti problem akan hilang, tetapi jika kepercayaan itu sudah hilang, dipastikan akan banyak muncul problem. Problem yang diakibatkan oleh hilangnya kepercayaan ini biasanya melahirkan ketidak-efektif-an atau ketidak-efisien-an. Bisa dikatakan, kepercayaan adalah asas sebuah hubungan yang efektif dan efisien.
Kalau melihat bagaimana sulitnya memimpin bangsa Indonesia dan sulitnya bangsa Indonesia menemukan pemimpinnya dalam mengatasi masalah bangsa ini, mungkin benar juga kata para ahli di televisi. Hilangnya “trust” telah membuat roda kepemimpinan pemerintah menjadi tidak efektif dan tidak efisien, atau kerap terganjal oleh hal-hal yang tidak penting. Bukankah sering kita lihat demo atau penolakan sebagian rakyat terhadap program pemerintah padahal secara konsepnya program itu didesain untuk rakyat? Pada kasus ini tentu bukan programnya yang ditolak tetapi rakyat selalu curiga dan tidak percaya akan munculnya “jangan-jangan” yang dikhawatirkan, misalnya korupsi atau penunggangan kepentingan individu atas undang-undang yang sah.
Itulah sekilas gambaran bagaimana cara kerja kepercayaan dalam praktek hidup sehari-hari. Jika di atas ada pertanyaan mengapa kepercayaan itu perlu dibangun, maka jawabnya adalah: kepercayaan itu bukan pembawaan (traits) tetapi hasil dari pemberdayaan atau usaha (state), kepercayaan itu bukan pemberian tetapi balasan, kepercayaan itu bukan kumpulan pernyataan (talking only), tetapi kumpulan dari pembuktian (witness).
Dalam teori hidup yang dianut Jet Li, kepercayaan itu dibangun berdasarkan struktur langkah yang berawal dari: pertama, ketuklah pintu, kedua, buatlah orang lain tahu bahwa kau datang, ketiga, buktikan siapa dirimu. Jika kau sudah berhasil membuktikan siapa dirimu, maka kau akan mudah mengubah orang dan mengubah keadaan.
Perusak Kepercayaan
Ketika berbicara kepercayaan, mungkin ada dua hal yang patut diingat.
1. Kepercayaan itu datangnya dari orang lain tetapi alasannya dari kita. Artinya, ada dua pihak yang terlibat di sini. Karena itu sangat mungkin terjadi kasus penyimpangan. Misalnya saja, kita mempercayai orang yang tidak / belum layak dipercaya. Atau juga, kita belum / tidak dipercaya orang lain padahal kita sudah menyiapkan alasan untuk dipercaya.
Meskipun teknisnya sangat mungkin muncul kasus seperti di atas, tetapi prinsipnya tidak berubah. Artinya, pada akhirnya orang akan tidak percaya sama kita kalau kita tidak memiliki alasan atau kualifikasi yang layak untuk dipercaya. Sebaliknya, kita akan tetap mendapatkan kepercayaan kalau ternyata kita memiliki bukti-bukti yang layak untuk dipercaya (meski awalnya tidak dipercaya). Prinsip ini tidak bisa berubah. Tehnis sifatnya sementara tetapi prinsip bersifat abadi.
2. Kebanyakan orang sudah mengetahui apa saja yang perlu dilakukan untuk membangun kepercayaan dan mengetahui apa saja yang perlu dihindari karena akan merusak kepercayaan orang. Tetapi sayangnya hanya sedikit orang yang mau dan mampu melakukannya. Padahal, pada akhirnya kepercayaan itu butuh pembuktian, bukan pernyataan. Sebagai penegas ulang dari apa yang sudah kita tahu, di sini kita mencatat ada tiga hal yang kerap menjadi perusak kepercayaan.
a. Malas, setengah-setengah, ogah-ogahan (low commitment)
Biasanya, sebelum kita berani melanggar berbagai komitmen dengan orang lain, awalnya kita melakukan pelanggaran itu pada komitmen pribadi. Misalnya, kita punya rencana tetapi tidak kita jalankan. Kita punya target tetapi kita biarkan. Kita punya keinginan memperbaiki diri tetapi yang kita praktekkan malah merusak. Ini semua bukti adanya “gap between the world of word and the world of action” di dalam diri kita, yang merupakan buah dari komitmen yang rendah.
Menurut pengalaman Mahatma Gandhi, efek dari disiplin yang merupakan buah dari komitmen tinggi itu, tak hanya pada satu titik dalam kehidupan kita. Tetapi ia menyebar ke seluruh wilayah. Sebaliknya, efek dari ketidakdisiplinan juga menyebar ke seluruh wilayah, dari mulai hubungan kita ke dalam (intrapersonal) sampai ke hubungan kita ke luar (interpersonal).
b. Keahlian atau kapasitas yang tidak memadai
Banyak yang sepakat mengatakan, kejujuran merupakan pondasi kepercayaan. Ini pasti benar dan sama-sama sudah kita akui sebagai kebenaran. Cuma, ada satu hal yang sering kita lupakan bahwa yang membuat kita menjadi orang yang tidak jujur, bukan saja persoalan komitmen moral, tetapi juga keahlian atau kapasitas personal. Kalau Anda hanya punya pendapatan tetap sebanyak dua juta tetapi Anda harus menanggung kredit perbulan sebanyak lima juta, maka Anda mendapatkan stimuli dan force yang cukup kuat untuk berbohong. Sebagian kita “terpaksa” berbohong bukan karena rusak imannya tetapi karena kapasitasnya belum sampai. Di sini yang diperlukan adalah kemampuan mengukur kadar diri (self-understanding), pengetahuan-diri (self knowledge) atau kemampuan membuat keputusan yang bagus (the right decision).
c. Kebiasaan Melanggar Kebenaran
Punya kebiasaan melanggar kebenaran yang disepakati agama-agama, norma-norma dan lain-lain serta punya kebiasaan mendewakan “kebenaran-sendiri” yang melawan kebenaran itu, juga bisa merusak kepercayaan. Dalam hal usaha atau kerja sering kita dapati ada orang lebih percaya sama orang lain ketimbang sama keturunannya sendiri karena pelanggaran yang dilakukan. Soal sayang, pasti orang lebih sayang sama keturunannya, tetapi soal percaya, lain lagi. Bahkan tak sedikit penjahat atau koruptor mencari orang lain yang bukan penjahat atau yang bukan koruptor ketika urusannya adalah soal kerja atau menjalankan usaha.

Proses Pembelajaran
Sebagai acuan untuk memperbaiki diri (proses pembelajaran), saya ingin mengusulkan suatu istilah yang mudah-mudahan dapat kita jadikan sebagai acuan dalam membangun kepercayaan. Istilah yang saya maksudkan itu adalah: Pertama, Kesalehan, kedua, keahlian, ketiga komunikasi.
Kata saleh yang sudah dipakai umum di sini diambil dari bahasa Arab. Salah satu artinya adalah “yang cocok”, singkron, integrited, atau harmoni. Kesalehan adalah kemampuan kita dalam menyesuaikan tindakan dengan nilai-nilai kebenaran yang kita yakini, menyesuaikan tindakan dengan ucapan, menyesuaikan bukti (aksi) dengan janji, atau menyesuaikan tindakan dengan kata hati, dan seterusnya.
Kenapa saya katakan kemampuan karena, tidak ada manusa yang lahir langsung soleh, menjadi orang jujur, menjadi orang yang berkomitmen tinggi, menjadi orang yang taat (discipline), dan seterusnya. Karena itu, harus ada kesadaran dari dalam untuk meningkatkan kesalehan kita dari yang paling sanggup kita lakukan. Soal bagaimana tehnisnya, itu terserah kita. Tetapi prinsipnya harus ada kesadaran dan tindakan perbaikan secara bertahap.
Seperti yang kita katakan di atas, tak cukup membangun kepercayaan dengan bermodalkan komitmen moral, seperti kesalehan ini. Perlu dukungan lain, yaitu keahlian atau kapasitas, jika urusannya menyangkut kerja atau usaha. Keahlian di sini adalah kemampuan menyempurnakan pekerjaan berdasarkan standarnya. Untuk bisa memiliki kemampuan ini diperlukan tambahan pengetahuan dan pengalaman.
Pada ruang lingkup kerja dan usaha yang lebih luas, kesalehan akan bekerja untuk menyelamatkan kita dari jatuh. Sedangkan keahlian akan bekerja untuk menaikkan prestasi kita. Jika kita naik terus tetapi akhirnya jatuh, tentu ini sakit. Sebaliknya, jika kita hanya aman saja, tetapi prestasi kita tidak naik-naik, ini bisa membuat dada kita sesak. Supaya aman dan naik, kuncinya adalah kesalehan dan keahlian. Bicara kepercayaan, tentu peranan dua hal ini sangat vital. Jika kita hanya ahli tetapi tidak soleh atau soleh saja tetapi tidak ahli, kepercayaan tentunya masih kurang.
Sedangkan kemampuan berkomunikasi kita butuhkan antara lain untuk: Pertama, untuk menjelaskan penyimpangan seperti dalam kasus di atas akibat kesalahpahaman, kedua, untuk menjelasakan kepada orang lain tentang diri kita. Ketiga, untuk menyelesaikan perosalan kesepakatan yang gagal dilaksanakan karena ada masalah yang muncul.
Ketiga acuan ini apabila berhasil kita jalankan berdasarkan keadaan-diri kita masing-masing, trust akan muncul. Soal tehnisnya mungkin bermacam-macam. Ada yang mungkin tidak dipercaya lebih dulu baru kemudian dipercaya atau ada yang langsung percaya. Percayalah…..! Semoga bermanfaat…..