Senin, 02 Juli 2007

UPAYA MENINGKATKAN KEUNGGULAN KOMPETITIF SUMBER DAYA MANUSIA

UPAYA MENINGKATKAN KEUNGGULAN KOMPETITIF
SUMBER DAYA MANUSIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Dasar 1945 dan perubahannya, selain sebagai konstitusi politik, juga dapat dimaknai sebagai konstitusi pelayanan umum, karena sebagai kontrak sosial UUD 1945 memuat ketentuan pelayanan umum. Dalam pasal 34 ayat ( 3 ), disebutkan :
“Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan dan pelayanan umum yang layak”.
Pentingnya penerapan ISO 9001-2000 bagi PT Jasa Marga (Persero) dalam menghadapi tantangan ekonomi pasar bebas dan persaingan bisnis jalan tol harus disambut dengan baik oleh karyawan, Dikarenakan semua BUMN di Indonesia setelah reformasi bergulir selalu diamati oleh masyarakat dalam penyelenggaraan layanan publik, antara lain :
1) Pembentukan opini publik, berupa pendapat, penilaian dan evaluasi dalam layanan publik.
2) Melakukan pengawasan ( Public Control ) terhadap layanan publik.
3) Menyampaikan keluhan ( Public Complaint ) terhadap jasa layanan publik yang dirasa kurang atau tidak memuaskan.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam karya tulis ini, penulis membatasi masalah yang dibahas pada upaya pemastian mutu dalam ISO 9001-2000. Definisi pemastian mutu ialah menjamin mutu produk. Tetapi apa arti yang paling tepat dari istilah menjamin mutu produk (Quality Assurance) ?
Sejak awal zaman produksi masal, produk telah diperiksa untuk melihat apakah dapat diterima ?. Kemudian timbul kesadaran yang semakin besar bahwa pemeriksaan saja tidaklah cukup, ada kebutuhan untuk pengendalian mutu preventif.
Munculnya kebutuhan untuk memastikan bahwa pengendalian mutu dan pemeriksaan dilaksanakan secara tepat dan efektif yang lazimnya disebut dengan proses Verifikasi yang kini dikenal sebagai pemastian mutu. Definisi pemastian mutu ialah : Tindakan untuk memastikan bahwa produk memiliki mutu sedemikian rupa sehingga konsumen yang membelinya bebas dari rasa khawatir dengan mendapatkan kepuasan tanpa terganggu kesulitan.
Sesuai dengan perumusan masalah yang ada dan tujuan penulisan karya tulis ini, judul yang diambil adalah “Upaya meningkatkan keunggulan kompetitif sumber daya manusia

BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Analisa Masalah
Manajemen perusahaan wajib dilibatkan dalam pemeliharaan, perbaikan, dan pengembangan mutu. Dengan demikian, manajemen bertanggungjawab dalam mempertahankan status quo sementara pada waktu yang sama menghancurkan status quo tersebut. Pemeliharaan mutu menjadi dasar semua kegiatan lainnya, sebab perbaikan dan pengembangan tidak akan mungkin kalau tidak diketahui status quo yang menjadi dasarnya.
Standar mutu yang ditentukan sebelum sebuah produk dibuat dan sifat-sifat mutu yang harus dimasukkan pada sebuah produk dalam proses pembuatan adalah sangat berbeda sehingga keduanya harus dipertimbangkan secara terpisah karena standar praproduksi disebut mutu desain sedangkan standar produksinya disebut mutu pembuatan. Mutu desain juga dikenal sebagai mutu standar atau mutu spesifikasi. Mutu pembuatan kerap disebut mutu konformasi karena dinilai menurut sejauh mana produk itu sesuai dengan desain awalnya.
Orang sering berbicara mengenai mutu yang baik dan biaya yang rendah, tetapi ini hanyalah konsep abstrak dan perlu standar konkrit yang jelas. Kita tidak dapat memiliki mutu standar sampai kita selesai merumuskan apa yang kita maksudkan dengan mutu yang baik dan biaya yang rendah itu. Demikian pula, tidak ada artinya menyebut standar internasional kalau kita tidak mengungkapkan dengan jelas secara tepat apa makna standar tersebut.
Dalam mendefinisikan mutu standar, kita perlu mengingat bahwa mutu standar harus dirumuskan dalam kerangka kemampuan perusahaan kita sekarang ini. Terlalu sering perancang mendesain produk baru dengan sama sekali menghiraukan kemampuan produksi perusahaan kita. Ini bukanlah mutu desain yang baik. Ini merupakan mutu angan-angan. Mutu standar harus jelas dibedakan dengan mutu sasaran penelitian dan pengembangan.
Untuk memberikan solusi terhadap permasalahan mutu yang terjadi dengan adanya Gugus kendali mutu ternyata sangat efektif dalam merangsang minat mengenai pengendalian mutu diantara para manajer, para karyawan dan orang-orang di garis depan lainnya. Namun metode statistik dan peralatan pengendalian mutu lainnya hanya bermanfaat jika orang menggunakannya.
Betapapun majunya teknologi komputer dan otomatisasi, efektifitas teknologi ini selalu bergantung pada sumber daya manusia yang menggunakannya, itulah sebabnya mengapa unsur manusia begitu penting bagi pemastian mutu.
Sistem yang dimana manajemen menciptakan standar untuk diikuti secara buta, tidak membantu menghasilkan produk-produk berkualitas tinggi. Para karyawan yang acuh tak acuh hanya akan melakukan apa yang diperintahkan dalam jangka waktu yang diberikan pada mereka, tidak akan menghasilkan produk yang berkualitas bagus.
Produk yang berkualitas tinggi hanya dihasilkan kalau setiap orang rela mempertaruhkan segala-galanya ke dalam pekerjaannya. Namun peralatan modern yang canggih membuat mustahil bagi setiap orang untuk bekerja menurut kecepatan dan kemauannya sendiri sebagaimana para pengrajin zaman dahulu. Itulah sebabnya gugus kendali mutu muncul.
Gugus Kendali Mutu dapat mencegah terjadinya program-program dan Key Performance Indicator (KPI) yang kelihatannya tidak terintegrasi, kurang memiliki keterkaitan dan tak saling sinergi, sehingga tidak berdampak bagi perusahaan. Ini mungkin terjadi karena program-program dan KPI-nya disusun secara sendiri-sendiri oleh masing-masing bagian. Akibatnya memang meskipun target dari masing-masing bagian tercapai, dampaknya tidak terasa bagi perusahaan. Bagaimana jika program-program dan KPI yang kita buat sudah terintegrasi dan memiliki keterkaitan, tapi kinerja perusahaan tetap kurang memuaskan, berarti di sini ada masalah dalam hal kolaborasi dan kohesivitas. Mungkin tingkat kolaborasi dan kohesivitas pada perusahaan kita masih rendah. Kondisi ini biasanya tercermin dari rendahnya kesediaan antar karyawan untuk saling bekerja sama. Gugus kendali mutu menyediakan forum bagi karyawan untuk bertukar pikiran dan saling mendorong melakukan pekerjaan dengan lebih baik dalam rangka optimalisasi ISO 9001-2000 berupa pemastian mutu bagi konsumen.

2.2 Pembahasan Masalah
Meningkatkan Kesadaran Mutu
Kesadaran karyawan terhadap mutu perlu diteliti dan kepentingannya terhadap pengendalian mutu terpadu harus mengakar. Pengecekan ini harus dilakukan serentak bersamaan atau bahkan sebelum pengendalian mutu itu diperkenalkan. Karyawan perlu diyakinkan bahwa pengendalian mutu itu akan bermanfaat bagi dirinya pula sebagaimana akan bermanfaat bagi kepentingan perusahaan. Tidak boleh dan tak pernah boleh ada kepentingan antara keperluan-keperluan pengendalian mutu dengan keperluan-keperluan pribadi karyawan.
Dalam memajukan kesadaran mutu yang semakin tinggi di antara para karyawan, ada keharusan agar manajemen puncak menunjukkan dedikasinya terhadap pengendalian mutu. Kalau ini dilakukan, tentunya para karyawan akan mengikuti contoh pemimpinnya. Namun, tak peduli bagaimana manajemen puncak merasa yakin terhadap pengendalian mutu tersebut, tidak akan ada gunanya kalau keyakinan tersebut tidak merembes keseluruh perusahaan.
Tugas manajemen menengah adalah mengasimilasikan kebijakan manajemen puncak dengan sempurna dan menyediakan dukungan yang diperlukan bagi kebijakan-kebijakan ini dan menolong menyampaikan kebijakan-kebijakan ini keseluruh perusahaan. Lazimnya diakui bahwa manajemen menengah akan bekerja keras untuk melakukan perbaikan-perbaikan di dalam unit kerjanya sendiri bahkan meskipun hal ini akan merugikan unit kerja lain. Walaupun semangat bersaing semacam ini diakui dan bahkan didorong, manajemen puncak perlu campur tangan pada saat tertentu untuk menjamin bahwa tuntutan pengendalian mutu dipenuhi secara seragam di seluruh perusahaan dan untuk memastikan setiap orang bekerjasama dalam hal itu. Tetapi dalam perjalanannya perlu diperhatikan agar tidak mematahkan semangat manajemen menengah atau membuat mereka salah mengerti bahwa sasaran mereka sendiri harus dikorbankan untuk mencapai sasaran pengendalian mutu. Sasaran-sasarannya harus sejajar, tidak bertentangan dengan sasaran-sasaran pengendalian mutu.
Gugus Kendali Mutu
Gugus kendali mutu bisa dibentuk karena banyak alasan, tetapi tujuan utamanya adalah :
1) Memajukan kepemimpinan dan kemampuan pengendalian mutu terpadu secara menyeluruh diantara para karyawan melalui pendidikan diri sendiri.
2) Meninggikan semangat kerja karyawan dan memastikan agar Standardisation – Implementation – Improvisation dari ISO 9001-2000 dilaksanakan dengan memajukan kesadaran mutu dan mendorong ancangan sukarela serta spontan terhadap persoalan dan perbaikan.
3) Berfungsi sebagai bagian integral pengendalian mutu terpadu dan pusat perhatian bagi pengendalian mutu serta petunjuk pemastian mutu ISO 9001-2000.
Berdasarkan tujuan dasar ini, gugus kendali mutu seharusnya :
1) Menjadi Organisasi yang tetap bekerja setiap hari.
2) Hendaknya sedapat mungkin sukarela dan spontan, sehingga para anggota gugus sendirilah yang mengawasi butir-butir pengendalian ISO 9001-2000 sehari-hari dan melakukan penelitian untuk memperbaiki proses dan memperbaiki hal-hal yang tidak sesuai dengan perkembangan perusahaan dan tuntutan pelayanan bagi konsumen.
3) Menindaklanjuti keputusan yang telah dibuat mengenai catatatan masa lampau, rasionalisasi, keluhan dan cacat produk maupun prosesnya dengan proyek gugus kendali mutu yang terdaftar dalam perusahaan.
4) Mengajak setiap karyawan terlibat dalam menggerakan lingkaran PDCA dibawah petunjuk pemimpin gugus tersebut.
5) Mempelajari pemeliharaan mutu, perbaikan mutu dan pengembangan mutu.
6) Bertemu dan bekerja sama dengan semua gugus kendali mutu di seluruh PT. Jasa Marga (Persero).
7) Melakukan pertukaran dengan gugus kendali mutu di perusahaan lain.
8) Hanya melalui penerapan tehnik pemeliharaan mutu, perbaikan mutu dan pengembangan mutu secara kongkrit maka sasaran semacam Zero Defect (Cacat nihil) dapat dicapai.
Penyebaran Pengendalian Mutu Terpadu
Program-program pelatihan dan pendidikan hanya terbatas pada sejumlah karyawan saja. Oleh karena itu perlu disusun cara-cara tambahan untuk menyebarkan kebijakan perusahaan mengenai pengendalian mutu.
Sejumlah ancangan yang mungkin ialah :
1. Slogan-slogan
Para karyawan dapat didorong untuk mengirimkan gagasan mereka mengenai slogan pengendalian mutu dan bagi para peserta yang menang diberikan hadiah. Hadiah tersebut mungkin nilainya kecil tetapi itu penting sebagai lambang pengakuan dan sebagai faktor pendorong. Slogan-slogan mutu ini seyogyanya digunakan bukan hanya di dalam perusahaan melainkan juga diluar perusahaan dan untuk mempublikasikan keterlibatan perusahaan untuk meraih mutu produk yang unggul.
2. Selebaran
Surat selebaran intern perusahaan merupakan forum ideal untuk mendiskusikan pengendalian mutu. Sebuah kolom tetap dapat disisihkan untuk topik-topik pengendalian mutu dan dapat diterbitkan secara berkala. Idealnya perusahaan secara teratur menerbitkan majalah dan barang cetakan lainnya mengenai pendendalian mutu. Publikasi ini sangat efektif mana kala memuat sumbangan-sumbangan spontan dari karyawan-karyawan garis depan. Sebaiknya perusahaan bahkan mengirimkan bahan pendidikan mengenai pengendalian mutu kepada keluarga karyawannya sebagai cara untuk menimbulkan rasa bangga terhadap pekerjaan perusahaan kita.
3. Pamflet
Pamflet yang banyak ilustrasinya dapat berfungsi sebagai tambahan yang efektif pada terbitan berkala dan digunakan sebagai bagian program pendidikan berkala.
4. Poster, Bulletin, dan siaran intern
Diagram pareto, histogram, dan bagian pengendalian yang ditempelkan pada papan pengumuman akan membuat orang memperoleh informasi mutakhir mengenai kegiatan-kegiatan pengendalian mutu.
5. Seminar
Seminar secara teratur mengenai topik-topik pengendalian mutu merupakan sarana yang amat langsung dan efektif untuk menyebarkan konsep-konsep pengendalian mutu namun sedikit sekali kesempatan seperti itu yang tersedia.
Harus disisihkan waktu seminar semacam itu karena banyak karyawan yang biasanya tak pernah memiliki kesempatan untuk mempelajari lebih banyak mengenai pekerjaan mereka di luar pekerjaan rutin mereka sendiri. Film, slide dan peralatan audio visual lainnya dapat digunakan agar penyajiannya lebih menarik.

Siklus Penyelesaian Masalah Mutu
1. Memahami Kebutuhan Peningkatan.
Proses ini diawali dengan mengundang secara bertahap seluruh anggota GKM untuk temu wicara dan/atau dari data form CPAR guna mendapatkan masukan tentang berbagai masalah mutu diseluruh unit kerja di PT. Jasa Marga (Persero). Identifikasi masalah berdasarkan data yang ada. Berbagai alat mutu seperti: Check Sheet atau Diagram Pareto dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah mutu.
2. Menyatakan Masalah yang Ada.
Proses kedua dengan menindaklanjuti berbagai masalah mutu untuk dibahas dan dinyatakan sebagai masalah yang harus segera diselesaikan oleh Staf Pengendalian Mutu Terpadu dengan Manajemen yang terkait.
Pernyataan masalah harus : Spesifik, Tegas , Jelas, dan dapat diukur. Suatu pernyataan masalah harus dapat menjawab pertanyaan berikut: apa (what), dimana terjadi (where), bilamana terjadi (when), siapa yang bertanggung jawab (who), mengapa terjadi masalah itu (why), bagaimana saran perbaikan masalah itu (how), berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk menerapkan tindakan perbaikan masalah itu (how much). Dengan konsep 5W-2H.
Tujuan–tujuan penyelesaian masalah mutu harus dapat diukur dan konsisten dengan Visi dan misi Perusahaan untuk peningkatan mutu secara terus menerus, ketika menetapkan tujuan-tujuan penyelesaian masalah mutu, yang berarti: tujuan-tujuan tersebut harus ditetapkan secara :
a) Spesifik (bukan bersifat umum).
b) Dapat diukur dan Dapat dicapai.
c) Berorientasi pada pencapaian hasil.
d) Tepat waktu untuk mencapai tujuan itu. (ada batas waktu yang jelas).
Perencanaan penyelesaian masalah mutu harus konsisten dengan Visi dan Misi Perusahaan serta didokumentasikan dalam suatu format yang sesuai dengan praktek pengoperasian organisasi, ketika merencanakan penyelesaian masalah mutu; yang berarti: perencanaan harus bersifat :
a) Realistik – ambisius yang menantang (bukan angan-angan).
b) Humanistik – memperhatikan aspek sumber daya manusia.
c) Dapat dipahami oleh seluruh karyawan.
d) Memiliki ukuran-ukuran (indikator pengukuran) yang jelas.
e) Dapat ditindaklanjuti sampai pada rencana tindakan (action plan).
f) Dapat dicapai apabila rencana itu dilaksanakan.
3. Mengevaluasi Akar Penyebab Masalah
Proses ketiga dengan menindaklanjuti akar penyebab masalah dengan cara mengevaluasi dengan menggunakan diagram sebab-akibat (diagram tulang ikan = fishbone diagram) dan bertanya mengapa beberapa kali, serta menggunakan teknik diskusi sumbang saran (brainstorming).
4. Merecanakan Solusi Masalah
Proses keempat yaitu alangkah baiknya rencana solusi masalah berfokus pada tindakan-tindakan untuk menghilangkan akar penyebab dari masalah mutu yang ada. Rencana perbaikan untuk menghilangkan akar penyebab masalah yang ada diisi dalam suatu formulir daftar rencana tindakan.
Catatan: Penyebab utama diambil dari diagram sebab-akibat atau bertanya beberapa kali.
5. Melaksanakan Rencana Solusi terhadap masalah.
Proses kelima yaitu dengan mengimplementasikan rencana solusi terhadap masalah yang ada dengan mengikuti daftar rencana tindakan solusi masalah seperti ditunjukan pada tabel diatas.
6. Mempelajari Hasil-Hasil Solusi Terhadap Masalah dan Prinsip Pendekatan Faktual dalam Pembuatan Keputusan dalam Perbaikan mutu.
Proses keenam yaitu setelah selang waktu tertentu, dilakukan studi dan evaluasi berdasarkan data yang dikumpulkan, guna mengetahui apakah jenis masalah mutu yang ada telah hilang atau berkurang. Analisis terhadap hasil-hasil temuan berikutnya akan memberikan tambahan informasi bagi pembuatan keputusan perbaikan mutu dan perencanaan berikutnya.
Keputusan yang efektif adalah yang berdasarkan pada analisa data dan informasi untuk menghilangkan akar penyebab masalah, sehingga masalah-masalah mutu dapat terselesaikan secara efektif dan efisien. Keputusan seyogyanya ditujukan untuk meningkatkan kinerja Perusahaan.
Manfaat-manfaat pokok apabila Perusahaan menerapkan prinsip pendekatan faktual dalam pembuatan keputusan dalam perbaikan mutu, adalah :
1. Keputusan-keputusan berdasarkan informasi yang akurat.
2. Meningkatkan kemampuan untuk menunjukan efektivitas dari keputusan melalui referensi terhadap catatan-catatan faktual.
3. Meningkatkan kemampuan untuk meninjau ulang serta mengubah opini dan keputusan-keputusan.
Penerapan prinsip pendekatan faktual dalam pembuatan keputusan akan membawa Perusahaan menuju :
1. Jaminan bahwa data dan informasi adalah akurat dan dapat diandalkan
2. Membuat data menjadi mudah diperoleh bagi mereka yang membutuhkannya.
3. Menganalisis data dan informasi menggunakan metode-metode yang sahih.
4. Keseimbangan dalam pembuatan keputusan dan pengambilan tindakan berdasarkan pada analisis faktual, pengalaman dan intuisi.
7. Bertindak untuk Menstandardisasikan Solusi Terhadap Masalah Mutu
Proses ketujuh yaitu hasil-hasil yang memuaskan dari tindakan solusi masalah harus distandardisasikan, dan selanjutnya melakukan perbaikan terus-menerus pada jenis masalah mutu yang lain. Apabila tindakan terhadap solusi masalah tidak memberikan hasil-hasil yang memuaskan, tindakan itu harus dikoreksi atau diperbaiki.
Keberhasilan proses ini akan ditunjukan melalui berkurang atau hilangnya penyebab masalah itu, yang kemudian akan muncul penyebab-penyebab masalah lain dalam besaran yang lebih sedikit atau kecil. Alangkah baiknya tugas dari para staf PMT dan seluruh karyawan adalah berpartisipasi secara total untuk melaksanakan peningkatan mutu secara terus-menerus dalam proses penyelesaian masalah mutu yang ada.

BAB III / PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1) ISO 9001-2000 di PT. Jasa Marga (Persero) untuk ke depannya bukan hanya manajemen yang terlibat namun harus dilihat bahwa ISO 9001-2000 juga akan melibatkan konsumen yang semakin kritis dan berpikiran maju.
2) Hal yang tidak boleh dilupakan oleh PT. Jasa Marga (Persero) sebagai perusahaan publik adalah hak warga negara (Citizen Rights). Pengaturan hak warga negara terhadap pelayanan publik adalah tidak terbatas pada hak substantif seperti hak atas akses informasi dan hak untuk diperlakukan secara adil, tidak diskriminatif, tetapi juga hak prosedural seperti hak gugat warga negara ( Citizen Lawsuit), Legal standing dan Clash action, sehingga tidak terbuka peluang umum bagi masyarakat konsumen yang tidak dilayani dengan baik untuk melakukan langkah hukum meminta pertanggung jawaban hukum kepada PT. Jasa Marga ( Persero ).
3) Kegiatan gugus kendali mutu yang konsisten dan persisten akan menjamin ISO 9001-2000 berjalan dengan baik dan dampak positifnya akan memberikan kepuasan kepada konsumen berupa pemastian mutu dan akan meningkatkan keunggulan kompetitif sumber daya manusia di PT. Jasa Marga (Persero).
3.2. Saran
1) Tantangan persaingan bisnis Jalan tol sudah didepan mata dan manajemen telah melakukan langkah yang sangat efektif dengan menerapkan ISO 9001-2000, namun manajemen janganlah berpuas diri untuk melakukan perbaikan secara terus menerus dalam iklim ekonomi dunia yang cepat berubah dengan cara membudayakan gugus kendali mutu disetiap unit kerja, agar konsistensi pemastian mutu berjalan dengan baik.
2) PT. Jasa Marga (Persero) di setiap cabang untuk kedepannya disarankan mempunyai staf pengendalian mutu terpadu. Staf pengendalian mutu terpadu, ialah : Para karyawan yang mendapat tugas melayani serta menerapkan pengendalian mutu disetiap bagian di perusahaan, sebagai karyawan yang dianggap mirip pakar pengendalian mutu, karyawan ini seharusnya dipilih dengan hati-hati, sebab sikap dan bakat mereka akan memiliki pengaruh yang mendalam pada efektif tidaknya pengendalian mutu dapat diperkenalkan dan dilaksanakan. Tetapi pada tahap awal pertimbangan pertama ialah menemukan karyawan yang tepat, bukan menciptakan kotak baru dalam organisasi. ***** Swara SKJM HS 5258

Daftar Pustaka : ISO9001 : 2000 and Continual Quality Improvement
Vincent Gaspersz

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kelompok (teamwork) dalam bekerja dapat dikategorikan sebagai berikut :
Tujuan
Visi, misi dan tujuan yang jelas akan membantu team dalam bekerja. Namun hal tersebut belum cukup jika visi., misi dan tujuan yang ditetapkan tidak sejalan dengan kebutuhan dan tujuan para anggota.
Tantangan
Manusia dikarunia mekanisme pertahanan diri yang di sebut “fight atau flight syndrome”. Ketika dihadapkan pada suatu tantangan, secara naluri manusia akan melakukan suatu tindakan untuk menghadapi tantangan tersebut (fight) atau menghindar (flight). Dalam banyak kasus tantangan yang ada merupakan suatu rangsangan untuk mencapai kesuksesan. Dengan kata lain tantangan tersebut justru merupakan motivator.Namun demikian tidak semua pekerjaan selalu menghadirkan tantangan. Sebuah team tidak selamanya akan menghadapi suatu tantangan. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya memberikan suatu tugas atau pekerjaan yang menantang dalam interval. Salah satu criteria yang dapat dipakai sebagai acuan apakah suatu tugas memiliki tantangan adalah tingkat kesulitan dari tugas tersebut. Jika terlalu sulit, mungkin dapat dianggap sebagai hal yang mustahil dilaksanakan, maka team bisa saja menyerah sebelum mulai mengerjakannya. Sebaliknya, jika terlalu mudah maka team juga akan malas untuk mengerjakannya karena dianggap tidak akan menimbulkan kebanggaan bagi yang melakukannya.
Keakraban
Team yang sukses biasanya ditandai dengan sikap akraban satu sama lain, setia kawan, dan merasa senasib sepenanggungan. Para anggota team saling menyukai dan berusaha keras untuk mengembangankan dan memelihara hubungan interpersonal.
Tanggungjawab
Secara umum, setiap orang akan terstimulasi ketika diberi suatu tanggungjawab. Tanggungjawab mengimplikasikan adanya suatu otoritas untuk membuat perubahan atau mengambil suatu keputusan. Team yang diberi tanggungjawab dan otoritas yang proporsional cenderung akan memiliki motivasi kerja yag tinggi.
Kesempatan untuk maju
Setiap orang akan melakukan banyak cara untuk dapat mengembangkan diri, mempelajari konsep dan ketrampilan baru, serta melangkah menuju kehidupan yang lebih baik. Jika dalam sebuah team setiap anggota merasa bahwa team tersebut dapat memberikan peluang bagi mereka untuk melakukan hal-hal tersebut di atas maka akan tercipta motivasi dan komitment yang tinggi. Hal ini penting mengingat bahwa perkembangan pribadi memberikan nilai tambah bagi individu dalam meningkatkan harga diri.
Kepemimpinan
Tidak dapat dipungkiri bahwa leadership merupakan faktor yang berperan penting dalam mendapatkan komitment dari anggota team. Leader berperan dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi team untuk bekerja dengan tenang dan harmonis. Seorang leader yang baik juga dapat memahami 6 faktor yang dapat menimbulkan motivasi seperti yang disebutkan diatas. *****Swara SKJM HS 5258
Artikel ini dikutip dari berbagai sumber

KECERDASAN DALAM BEKERJA UNTUK MENJADI LEBIH PRODUKTIF

KECERDASAN DALAM BEKERJA
UNTUK
MENJADI LEBIH PRODUKTIF



Apa yang terlintas di benak kita saat mendengar istilah kerja cerdas? Ada yang mengartikan bahwa kerja cerdas itu adalah sebuah model kerja di mana seseorang melakukan pekerjaan sedikit tapi hasilnya besar. Berangkat kerja tanpa terikat pada aturan atau jam kerja formal atau berbisnis jarang-jarang tetapi sekali mendapatkan untung, untungnya cukup untuk dinikmati berbulan-bulan atau cukup untuk sekian minggu ke depan.
Orang yang berpendapat demikian mungkin menganut teori Paretto yang 80/20 itu (The law of imbalance). Kalau merujuk teori ini, berarti 80 % penghasilan orang itu dihasilkan dari 20 % aktivitas kerja / bisnisnya. Aktivitasnya hanya 20 % tapi penghasilannya 80 %. Mungkin, karena orang seperti itu sudah lihai dalam membidik peluang, maka terwujudlah kerja cerdas dalam pengertian seperti di atas.
Terus terang, meski pengertian di atas sering saya dengar dalam pembicaraan, tetapi dalam prakteknya masih jarang saya lihat. Saya tidak tahu apakah Anda juga punya pengalaman seperti saya atau tidak. Yang kerap kita jumpai, kalau ada orang yang mendapatkan hasil banyak, orang itu juga bekerja banyak. Konon, Bill Gate yang dikenal orang pintar dan orang kaya, punya jam kerja yang jauh lebih banyak dibanding dengan karyawannya. Cuma bedanya, Bill Gate tidak merasakan pekerjaannya sebagai tekanan yang membebani.
Tak hanya Bill Gate saja. Di beberapa stasiun teve sekarang ini kerap ditayangkan sukses stori para pengusaha lokal, baik UKM atau Non-UKM. Sejauh saya mengikuti sampai saat ini memang saya belum pernah mendengar dari mereka yang mengatakan bahwa prestasi usahanya itu diciptakan dari model kerja cerdas dalam pengertian di atas. Yang sering mereka katakan justru adalah prinsip mendasar yang umumnya sudah diketahui banyak orang, misalnya: jujur, disiplin, bekerja keras, menjaga kepercayaan, dan semisalnya.
Terlepas apapun orang mengartikan kerja cerdas, tapi di sini kita akan membahas kerja cerdas dalam pengertian: bagaimana kita bisa menjadi lebih produktif dengan alokasi waktu kerja yang sama atau dengan menggunakan peralatan yang sama. Atau dalam pengertian: bagaimana kita bisa memproduksi solusi (barang atau jasa) yang lebih banyak atau lebih cepat dalam waktu yang sama dengan menggunakan peralatan yang sudah kita miliki.
Mungkin contoh beratnya bisa kita ambil dari hasil kerja Frederick W. Taylor pada tahun 1911. Seperti yang sudah jamak diketahui, Taylor adalah seorang insinyur yang bekerja di pabrik. Taylor tidak puas dengan produktivitas para pekerja yang sangat rendah kala itu. Melihat keadaan seperti itu, Taylor menawarkan revolusi mental yang kemudian dikenal dengan 4 prinsip manajemen.
Sebagai bahan perbandingan buat kita, Taylor menawarkan solusi antara lain:
a) Mengembangkan metode, konsep, atau ilmu pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan pekerjaan dari pekerjaan itu atau memunculkan teori aplikasi yang terbaik dari pekerjaan yang dilakukan
b) Memilih dan melatih para pekerja dengan pertimbangan dan keputusan yang logis,
c) Menciptakan komunikasi yang sinergis antara manajemen dan pekerja
d) Pembagian kerja dan tanggung jawab yang tegas.
Berdasarkan kondisi dan situasi kontekstual kala itu, konon revolusi mental yang ditawarkan Taylor ini berhasil meningkatkan produktivitas pekerja sampai mencapai 200 %. Menggiurkan, bukan? Atas keberhasilan yang dicapai, Taylor kemudian diberi gelar Bapak Manajemen Ilmiah.
Contoh yang ringan bisa kita ambil dari kebiasaan sehari-hari. Ketika bicara produktivitas, pasti berbeda antara orang yang bekerja dengan target di kepalanya dan orang yang bekerja tanpa ada target di kepalanya. Pasti berbeda antara orang yang bekerja dengan mengembangkan tehnik dan orang yang bekerja dengan tanpa mengembangkan tehnik. Pasti berbeda antara orang yang bekerja dalam keadaan marah dan orang yang bekerja dalam keadaan happy. Pasti berbeda antara orang yang bekerja berdasarkan prioritas dan orang yang bekerja asal-asalan. Pasti berbeda antara orang yang bekerja dengan konsep dan orang yang bekerja tanpa konsep. Bahkan terkadang ada bedanya antara kita bekerja dengan menelpon orang lebih dulu dan bekerja lebih dulu baru menelpon orang. Ini contoh riil yang kita alami sehari-hari.
Intinya, seperti kata orang bijak, di semua pekerjaan di dunia ini ada rahasia Tuhan. Rahasia itu jika semakin kita gali tidak berarti semakin habis. Justru rahasia itu semakin bertambah. Bahkan rahasia itu tidak akan habis ditulis dengan tinta air laut. Ini terjadi dari mulai bagaimana seorang pelayan diskotik menuangkan minuman dari botol ke gelas dengan gayanya yang khas sampai ke bagaimana seorang arsitek merancang bangunan bertingkat. Tugas kita adalah sebetulnya menggali rahasia-rahasia itu sehingga kita bisa selalu meningkatkan produktivitas.
Dengan bertambahnya kemampuan untuk memproduksi solusi yang lebih besar dan lebih cepat, maka secara logis ini akan meningkatkan penghasilan kita. Soal berapa persennya dan kapan peningkatan hasil itu akan terwujud, ini urusan tehnis. Tapi prinsipnya kira-kira begitu.

Syarat menjadi lebih produktif

Beberapa syarat mental di bawah ini sebenarnya adalah tambahan dari yang sudah kita miliki berdasarkan pengalaman sehari-hari. Atau bahkan mungkin sebatas sebagai reminder (pengingat) atas hal-hal mendasar yang kerap kita lupakan dalam praktek. Nah, syarat mental yang perlu kita miliki untuk mencapai kerja cerdas dalam pengertian yang kita bahas di sini adalah:

Mengembangkan standar prestasi yang pas

Pas di sini artinya memiliki standar yang match atau sesuai dengan perkembangan kita hari ini. Seperti yang kita alami, jika standar yang kita patok itu terlalu rendah, biasanya produktivitas kita juga rendah. Tapi, jika terlalu tinggi atau terlalu banyak, biasanya malah bingung atau malah sedikit hasilnya. Karena itu ada yang menyarankan, little is more and more is little.
Dengan kata lain, supaya tetap produktif, berarti kita perlu memberi standar yang benar-benar pas dengan dinamika perkembangan kita. Jangan terlalu rendah atau jangan terlalu sedikit. Tapi, jangan juga terlalu tinggi atau jangan terlalu banyak.

Mengasah kreativitas

Kreatif atau tidak kreatif, pada akhirnya adalah masalah manajemen batin. Suasana atau fasilitas memang mendukung kreativitas, tapi jika batin ini tidak kreatif, fasilitas dan suasana itu tidak ada gunanya. Mengasah kreativitas ini bisa kita lakukan dengan menyediakan ruang untuk menemukan berbagai kemungkinan untuk menciptakan metode, cara atau tehnik baru yang lebih efektif dan lebih efisien dan yang membuat kita menjadi lebih produktif.
Soal apa bentuknya, bagaimana caranya dan lain-lain, ini urusan kita masing-masing. Ini mengingat, biasanya, the best tehnique is always not in the book. Tehnik, metode atau cara yang kita dapatkan dari orang lain atau dari buku, ini umumnya sebagai “an aid” atau bantuan buat kita untuk melakukan discovery atau eksplorasi.

Menajamkan fokus

Produktivitas sangat erat hubungannya dengan soal fokus. Fokus, karena itu merupakan kekuatan. Contoh sepele, misalnya: jika kita melihat benda di depan mata tetapi pikiran kita tidak fokus, maka produktivitas penglihatan kita juga tidak bagus. Ini terjadi sampai ke hal-hal yang sangat mendasar dalam hidup manusia.
Jika seseorang memfokuskan pikirannya untuk melihat masalah, maka yang menjadi kesimpulan di batinnya adalah masalah. Sebaliknya, jika seseorang memfokuskan pikirannya untuk melihat peluang, maka yang menjadi kesimpulan di batinnya tentang dunia ini adalah peluang. Meski awalnya ini adalah soal kesimpulan di batin, tetapi pada tahapan tertentu akan mempengaruhi tindakan dan produktivitasnya.
Saking eratnya hubungan antara produktivitas dan fokus, teori manajemen sampai mengajarkan kita untuk membagi aktivitas menjadi:
a) prioritas
b) penting
c) mendesak
Jika kita gagal membedakan antara prioritas dan distraksi (aktivtas yang tidak prioritas, tidak penting dan tidak mendesak), pasti fokus pikiran kita kacau. Kalau sudah kacau, produktivitas kita pun akan terancam.

Menggali Tacit knowledge

Istilah Tacit Knowledge ini bisa kita jumpai di naskah kerja Robert J. Stenberg, pakar Psikologi di Yale University. Ini adalah semacam pengetahuan spesifik tentang sesuatu yang diperoleh seseorang dari praktek. Tacit Knowledge ini punya ciri khas antara lain:
Pengetahuan itu adalah sebuah prosedur di dalam diri seseorang tentang bagaimana sesuatu harus dikerjakan
Pengetauan itu merupakah buah dari melakukan sesuatu, bukan buah dari diajar orang lain
Pengetahuan itu bersifat sangat pribadi
Seorang sopir yang sudah berpengalaman, pasti memiliki prosedur batin tentang bagaimana menjalankan kendaraan yang diajarkan oleh pengalamannya. Prosedur batin itu biasanya tidak dimiliki oleh seoran sopir yang baru lulus dari sekolah montir. Kita sering menyebutnya dengan istilah “feeling” atau gerakan reflek, atau juga disebut beyond the technique.
Kaitannya dengan produktivitas di sini sangat jelas. Seorang sopir yang sudah bekerja dengan feeling tadi, pasti lebih produktif. Dia lebih tahan lama, lebih rileks, dan lebih cepat. Saya kira ilustrasi ini juga bisa kita terapkan dalam pekerjaan sehari-hari.

Menjaga harmonitas

Seperti juga alam raya ini, hidup kita akan produktif kalau hormonitasnya terjaga, serasi atau seimbang. Belajar dari praktek hidup, mayoritas penyakit yang merupakan ancaman produktivitas, entah itu penyakit jiwa atau raga, mulanya muncul dari pengabaian kecil (ignorance) yang kemudian menimbulkan ketidakhamonisan, atau ketidakseimbangan ke hampir seluruh wilayah hidup.
Contohnya adalah kurang tidur. Ketika kita kurang tidur, yang terjadi bukan hanya kita butuh tidur di siang hari sebagai pengganti waktu tidur yang telah kita gunakan untuk yang lain. Kurang tidur yang sudah sampai pada tingkat overdosis, bisa menganggu hubungan kita dengan pekerjaan, dengan orang lain, dan seterusnya, yang akhirnya mengakibatkan produktivitas rendah.

Perlindungan batin

Batin di sini, tidak bisa kita samakan dengan emosi. Melindungi batin, bukanlah melindungi emosi. Kalau konteksnya produktivitas, batin kita perlu dilindungi dari kotoran yang menganggu produktivitas. Biasanya, kotoran itu adalah masalah yang kita ciptakan sendiri secara tidak sengaja atau masalah yang didatangkan orang lain untuk kita – yang tidak kita oleh menjadi vitamin batin. Maksudnya ? Kita sering mendengar ucapan, kritik atau pun pendapat orang lain yang tidak enak mengenai diri kita, cara kerja maupun hasil pekerjaan kita.
Kita bisa saja menganggapnya sebagai sampah yang mengotori batin dan harus dibuang, atau menanggapnya sebagai warning signal – atas sesuatu di dalam diri yang perlu kita renungkan. Kalau kita mau belajar dan bertumbuh, mata batin kita lah yang harus menangkap “kata-kata” yang ditujuan pada kita, bukan telinga kita. Mata batin, bisa melindungi kita dari self-denial (pengingkaran kenyataan diri). Kita bisa tutup telinga – tapi tidak bisa menutup mata batin. Kejernihan suara batin bisa menuntun kita bekerja cerdas, kalau kita mau mendengar tuntutannya.
Apa mungkin kita sanggup membersihkan batin dari masalah untuk sekedar menjadi lebih produktif? Kalau konteksnya praktek hidup, maksudnya yang lebih tepat bukanlah bersih dalam arti tidak ada masalah atau lari dari masalah. Selain mustahil, pun juga ini malah tidak produktif. Maksudnya adalah menyelesaikan masalah secara sehat, benar, jujur dan proporsional. Kalau kita proporsional dalam memikirkan, bersikap dan bertindak, maka produktivitas kita tidak terganggu dengan masalah yang ada.
Jika kita sedikit-sedikit sakit hati atau terlalu memasukkan hati ulah orang lain, dan tidak menjadikannya “obat pahit”, ini bisa mengganggu produktivitas. Batin kita akan bekerja untuk memikirkan orang lain dalam pengertian memikirkan yang tidak perlu, bukan memikirkan bagaimana memperbaiki dan mengembangkan diri, serta memproduksi solusi yang lebih banyak atau lebih cepat. Semoga bermanfaat ! *****Swara SKJM HS 5258

Artikel ini dikutip dari berbagai sumber