Kamis, 30 Agustus 2007

FSP kecam cara penanganan BUMN

Kamis, 30/08/2007 12:43 WIB

Kamis, 30/08/2007 12:43 WIB
FSP kecam cara penanganan BUMN
oleh : Irsad Sati
JAKARTA (Bisnis): Federasi Serikat Pekerja BUMN mengecam Kementerian Negara BUMN yang dinilai tidak peduli dengan BUMN yang kecil dan terancam kolap. Ketua Umum FSP BUMN Abdul Aziz mengatakan selama ini pemerintah hanya mengurusi BUMN besar dan punya pundi-pundi besar dengan mengecilkan arti BUMN, seperti PPD, Soda, Garam, Iglas, Damri, dan Merpati. "Kami mendesak Kementerian BUMN untuk bersikap adil dalam menangani semua BUMN. Jangan hanya mengurus yang untung saja tapi memberikan kepastian terhadap masa depan perusahaan yang terancam kolap," katanya. Dia mengatakan fakta nilai aset BUMN yang mencapai lebih dari Rp1.300 triliun dengan pencapai lebih dari laba Rp25 triliun adalah sesuatu kekuatan ekonomi yang besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan dasar itu, lanjutnya, FSP BUMN merasa perlu mengingat pemerintah agar tidak salah arah. "Serikat pekerja adalah mitra pemerintah un tuk mengawal keutuhan dan profesionalitas BUMN. Jadi, jangan dianggap musuh." (tw)

www.bisnis.com
oleh : Irsad Sati

JAKARTA (Bisnis): Federasi Serikat Pekerja BUMN mengecam Kementerian Negara BUMN yang dinilai tidak peduli dengan BUMN yang kecil dan terancam kolap.

Ketua Umum FSP BUMN Abdul Aziz mengatakan selama ini pemerintah hanya mengurusi BUMN besar dan punya pundi-pundi besar dengan mengecilkan arti BUMN, seperti PPD, Soda, Garam, Iglas, Damri, dan Merpati.

"Kami mendesak Kementerian BUMN untuk bersikap adil dalam menangani semua BUMN. Jangan hanya mengurus yang untung saja tapi memberikan kepastian terhadap masa depan perusahaan yang terancam kolap," katanya.

Dia mengatakan fakta nilai aset BUMN yang mencapai lebih dari Rp1.300 triliun dengan pencapai lebih dari laba Rp25 triliun adalah sesuatu kekuatan ekonomi yang besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Dengan dasar itu, lanjutnya, FSP BUMN merasa perlu mengingat pemerintah agar tidak salah arah. "Serikat pekerja adalah mitra pemerintah un tuk mengawal keutuhan dan profesionalitas BUMN. Jadi, jangan dianggap musuh." (tw)

Senin, 27 Agustus 2007

Pers Release FSP BUMN

PRESS RELEASE Jakarta. 29 Agustus 2007

SIKAP FEDERASI SERIKAT PEKERJA BUMN

TENTANG :
INFORMASI PENUNDAAN RAPIM DI YOGYAKARTA

LIBERALISASI PENGELOLAAN USAHA OLEH BUMN

PRIVATISASI

PERGANTIAN DIREKSI DAN KOMISARIS

PROGRAM PENYELAMATAN PERUSAHAAN DI LINGKUNGAN BUMN



INFORMASI PENUNDAAN RAPIM DI YOGYAKARTA
Sehubungan dengan penundaan kegiatan Rapim FSP BUMN 28 s/d 30 Agustus 2007 di Yogyakarta, dikarenakan pembicara utama (key note speak) dan para pembicara yang diharapkan waktunya berbenturan dengan acara lain.
Maka pada kesempatan ini di informasikan perubahan kegiatan yang akan dilaksanakan, dengan penjelasan berikut ini :
1. FSP BUMN akan menyelenggarakan Rapim yang rencananya akan diselenggarakan pada akhir Oktober 2007 yang akan datang, tempat pelaksanaannya akan ditentukan kemudian.
2. Selain akan menyelenggarakan Rapim, FSP BUMN juga akan menyelenggarakan Seminar pada waktu dan tempat yang sama.

Seminar akan menampilkan pembicara utama Menteri Negara BUMN
Bapak Sofyan Djalil

Pembicara lainnya dari :

Komisi Pemberantasan Korupsi
Topik : Kualifikasi perbuatan melawan hukum berkaitan dengan aktifitas dalam mewujudkan BUMN INCORPORATED dikaitkan dengan penyelamatan keuangan negara.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Topik : Pandangan Yuridis dan politik ekonomi dari sisi monopoli dan persaingan kegiatan usaha tidak sehat berkaitan aktifitas BUMN dalam implementasi BUMN INCORPORATED (Baik melalui perubahan struktur badan usaha maupun total logistic system)

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
Topik : Pandangan dari sisi audit kualifikasi perbuatan merugikan keuangannegara berkaitan dengan kebijakan BUMN INCORPORATED.

Direktur BUMN (Pelaku Bisnis)
Topik : Dilematis BUMN dalam mewujudkan Implementasi BUMN INCORPORATED dalam kerangka penyelamatan BUMN lain

Tanri Abeng (Begawan Manajemen)
Topik : Mencari format ideal melalui integrasi vertikal dan horizontal di dalam mensinergikan BUMN untuk memperkuat struktur bisnis dan persaingan global.

Said Didu ( Sesmen BUMN)
Topik : Konsepsi perwujudan total logistic system di dalam mensinergikan resources bisnis di lingkungan BUMN untuk menciptakan value added dan value creation.

Komisi VI DPR RI
Topik : Evaluasi kritis Kinerja BUMN serta ekspektasi optimal berkaitan dengan implementasi BUMN INCORPORATED dan dukungan politik ekonomi di dalam penerapannya.

Direktur BUMN
Topik : Pandangan profesional dan hambatannya di dalam perwujudan sinergi BUMN dan perubahan struktur bisnis dan hukum melalui roll up dan atau fokus bisnis.

Para peserta Rapim ini adalah pengurus FSP BUMN dan para peserta seminar dari pemegang saham, Direksi dan Eksekutif BUMN dan Swasta, Birokrat dan Instansi, Pengurus SP BUMN, LSM, Akademisi, Swasta, Personal dan umum. Terkait dengan sukses penyelenggaraan maupun hasil kedua event tersebut, pengurus FSP BUMN sangat mengharapkan peran serta aktif seluruh anggota FSP BUMN dan teman-teman pers.

LIBERALISASI PENGELOLAAN USAHA OLEH BUMN

Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pelaku ekonomi nasional terdiri atas tiga bentuk usaha, yaitu Swasta, BUMN dan Koperasi.
BUMN sebagai entitas bisnis yang masih dipandang signifikan untuk memberikan kontribusi di dalam sumber pendapatan APBN selain memberikan multiplier effect bagi bergeraknya pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Apalagi jika mengingat bahwa dengan adanya infrastructure summit yang digagas oleh Pemerintah Indonesia untuk mencapai ekspektasi pertumbuhan ekonomi sebesar 6 – 7% maka dibutuhkan biaya sebesar + 1500 Trilyun untuk pembangunan infrastruktur yang diharapkan dapat memberikan efek domino bagi pertumbuhan ekonomi.

Kemampuan pembiayaan investasi infrastruktur dari dana internal baik dari capital expenditure maupun dari money market dan capital market yang terbatas memberikan strategi untuk memberikan peluang bagi masuknya investasi luar negeri untuk terlibat di dalam proyek-proyek pembangunan infrastruktur. Salah satu cara untuk memberikan stimulan agar investasi luar negeri mempunyai gairah untuk menanamkan investasinya di Indonesia yaitu dengan merubah paradigma penyelenggaraan infrastruktur yang saat ini secara eksklusive diselenggarakan oleh BUMN berdasarkan amanah Pasal 33 UUD 1945 dirubah paradigmanya melalui UU No.19/2003 tentang BUMN dan perubahan regulasi lainnya yang sangat ekstrem. Mulailah kita memasuki liberalisme dan kesetaraan baik di dalam regulasi maupun kesempatan antara BUMN dan swasta (equality before the law dan equality the opportunity).

Atas nama bangsa pula akhirnya BUMN juga memberikan keikhlasan dan ketulusannya untuk memberikan privelage yang dimilikinya untuk maksud yang mulia. Padahal privelage yang dimilikinya itu merupakan kompensasi dari paradox mission yang diemban oleh BUMN yaitu antara company/corporate mission (pendekatan profit oriented) dan social mission (tidak semata-mata mengejar keuntungan.). Untuk itu pelaksanaan liberalisasi pengelolaan usaha oleh BUMN apapun tentunya jangan dikemas melalui justifikasi globalisasi dan tekanan pasar internasional tetapi juga memperhatikan kontinuitas usaha BUMN, aspek ekonomi kerakyatan juga keadaan internal BUMN pasca liberalisasi apabila diberlakukan terkait dengan tanggung jawab pihak ketiga, PSL dan lainnya, misalkan liberalisasi usaha jalan tol, migas, listrik, bandar udara, pelabuhan, telekomunikasi dan lainnya.

Pelaksanaan liberalisasi pengelolaan BUMN melalui perubahan regulasi harus membawa suasana kompetisi yang fair dengan tidak mengorbankan keungulan kompetitif dan kontinuitas usaha yang selama ini dikelola perusahaan dilingkungan BUMN.

Pelaksanaan dari program privatisasi dilingkungan BUMN seharusnya tidak berdampak pada hilangnya sistim kerja sepanjang hidup (long life employment), tingginya pengangguran, berkurangnya keamanan kerja, pengurangan jumlah karyawan dan akan berujung pada terjadinya PHK besar-besaran terhadap karyawan.

PRIVATISASI

Privatisasi berkenaan dengan upaya untuk mengurangi peran negara , khususnya dalam rangka menggerakan dan memberdayakan perekonomian masyarakat. Privatisasi harus dilihat sebagai kebutuhan dan bukan sebagai keharusan, karenanya privatisasi harus diselenggarakan dengan bijaksana daripada berpola fire-selling alias obral. Privatisasi seharusnya tidak menjadikan BUMN yang produktif menjadi rebutan investor yang semata-mata mengejar keuntungan sehingga kepentingan rakyat dan peran BUMN akan semakin termarginalisasi.

Privatisasi adalah penting, karena privatisasi akan menjadikan BUMN perusahaan yang transparan; sebuah langkah yang mirip upaya menjadikan rumah berjendela kaca yang memungkinkan cahaya matahari masuk dan membunuh kuman-kuman di dalam rumah secara alami. Transparansi adalah disinfektan Korupsi, Kolusi, Nepotisme yang alami.

Privatisasi di BUMN bertujuan untuk menjadikan BUMN sebagi perusahaan profesional sebagaimana perusahaan-perusahaan yang dikelola secara professional pada umumnya. Makna ini mempunyai beberapa konsekuensi, yaitu bahwa pemerintah dan publik (termasuk DPR dan Parpol) harus mendefinisikan perusahaan di BUMN sebagai business entity dan bukan lagi political entity, memungkinkan perusahaan di lingkungan BUMN untuk bergerak secara leluasa, termasuk membentuk holding dalam rangka meningkatkan business value-nya, menjadikan karyawan perusahaan dilingkungan BUMN sebagai karyawan yang profesional dengan meningkatkan (Science Competence, Technical Competence, Experience Competence, Dedicatif dan Consistent, Independence.), melarang perusahaan dilingkungan BUMN mengerjakan hal-hal yang diluar misi usahanya, melarang pihak yang di luar perusahaan BUMN untuk mencampuri urusan usaha perusahaan BUMN dan menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance.

PERGANTIAN DIREKSI DAN KOMISARIS

Konsep mensinergikan BUMN dalam bingkai BUMN incorpoted tidak terlepas dari peran Direksi dan Komisaris. Pentingnya the right man and the right place dalam proses pemilihan dan penempatan Direksi dan Komisaris perusahaan dilingkungan BUMN, sudah seharusnya tidak diletakkan pada ‘political entity’ yang tidak mempunyai alat ukur yang jelas dalam bentuk balance score card atau merubah proses fit and propert test menjadi fee and property cash. Sudah seharusnya ‘penghembusan’ isu atau berita pergantian Direksi BUMN tidak menimbulkan sentimen pasar yang negatif yang akan berujung pada kerugian perusahanaan BUMN.

Demikian juga adanya inpres 8 dan 9 dengan adanya Tim Penilai Akhir semakin menambah kerunyaman dan ketidakjelasan serta di lapangan dalam tataran pragmatis cukup menghambat adanya reposisi di organ direksi dan komisaris karena semakin banyaknya jalur birokrasi yang harus dilalui serta dalam konteks yuridis tidak memenuhi kaidah prinsip-prinsip perseroan terbatas.


PROGRAM PENYELAMATAN PERUSAHAAN DI LINGKUNGAN BUMN

Asset BUMN sebesar 1300 Trilyun dan Laba sebesar 25 Trilyun merupakan sesuatu sumber pemulihan ekonomi yang sangat besar. Kekuatan perusahaan BUMN telah terbukti sebagai lokomotif pemulihan ekonomi dalam kondisi krisis pada masa yang lalu. Namun ironisnya masih ada beberapa perusahaan dilingkungan BUMN yang berada dalam dalam kondisi memprihatinkan dan belum ada penganan yang cepat dari kementrian BUMN, seperti PPD, Soda, Garam , Iglas, Damri Merpati dll.

Untuk itu FSP BUMN yang beranggotakan 104 BUMN menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Mendukung upaya pemberdayaan BUMN secara optimal dan merespon positif adanya peningkatan dan perluasan kemampuan memperluas ketersediaan prasarana infastruktur yang dikelola oleh BUMN melalui upaya kemampuan BUMN secara mandiri untuk mengelola tanpa harus menyerahkan asset dan usaha yang menjadi hak privelege kepada modal asing dan pemilik modal yang tidak jelas dananya (money laundry), sebagai amanah konstitusi Pasal 33 UUD 1945. Adapan pemberdayaan tersebut yaitu dengan memberikan relaksasi kredit pendanaan di dalam perluasan investasi dan usaha melalui sinergi lintas BUMN.

2. Adanya proteksi yang berkeseimbangan dan proporsional terhadap BUMN yang mempunyai paradox mission (antara company mission versus public service) karena di dalamnya ada komponen biaya penugasan, pso dan stabilitas ekonomi.

3. Liberalisasi yang di dalamnya adalah privatisasi agar dicari skema yang paling menguntungkan bagi BUMN yang bersangkutan melalui pengumpulan atau mobilisasi dana masyarakat dari sekedar menjual kepada partikelir maupun asing, baik dalam privatisasi di bidang jalan tol, pembangkit listrik dan lainnya.

4. Kementerian BUMN agar mempunyai greget dan bargaining position di dalam upaya yang bersifat feed back dan two way traffic di dalam pembahasan mengenai perubahan regulasi yang bersifat membuka kran pengelolaan usaha yang selama ini dikelola oleh BUMN dan di dalam pemberdayaan BUMN serta menjauhkan usaha BUMN yang dipolitisir, menciptakan peraturan yang terang dan jelas dari sekedar peraturan abu-abu serta tidak menjadikan BUMN sebagai sasaran tembak aparat hukum sehingga pengelolaan BUMN menjadi tertatih-tatih karena harus menghadapi masalah hukum yang belum jelas.

5. Pelaksanaan privatisasi seharusnya tidak semata-mata mengejar target APBN tetapi berdasarkan kepada upaya untuk memperkuat struktur permodalan dan transformasi bisnis dan tidak ada upaya penggorengan saham sehingga peristiwa pelepasan saham di BNI tidak terjadi lagi pada rencana di WIKA dan Jasa Marga.

6. Mendorong BUMN agar turut berempati sehingga dapat membantu penderitaan rakyat kecil.terkait kelangkaan minyak dan kelangkaan produk lainnya

7. Mengharapkan kepada Menteri BUMN untuk adanya perlindungan atas serikat pekerja BUMN di dalam menjalankan fungsi organisasi untuk memperjuangkan aspirasi anggota contoh kasus adanya intimidasi dan pemberian skorsing pekerja Bank Mandiri yang seyogyanya secara normatif dijamin hak-haknya.

Khusus mengenai peningkatan akselerasi pemberdayaan BUMN maka FSP BUMN mendukung adanya:
1. Upaya percepatan pergantian direksi dan komisaris BUMN secara definitif bagi yang sudah habis masa waktunya, atau mereka yang menjadi kareteker karena adanya status demisioner atau transisi di beberapa BUMN.

2. Adanya Inpres 8 Tahun 2005 diharapkan tidak adanya duplikasi dan overlapping terhadap kewenangan Kementerian BUMN selaku kuasa pemegang saham sehingga proses akselerasi pergantian manajemen di BUMN dapat segera terealisir dengan memperhatikan adanya fit and proper test (bukan fee and property cash), moral obseravation, sosiologis, reward and punishment, balance score card dan key performance indicator, data intelijen, feed back dari serikat pekerja masing-masing dan memperhatikan kebutuhan dalam perusahaan serta career planning dari pekerja masing-masing perusahaan.

3. Mempertegas sikap Federasi SP BUMN agar dibentuk semacam lembaga recovery yang bertugas untuk menyediakan funding, restrukturisasi, penyertaan modal dimana dana tersebut diambil dari sekian persen laba BUMN secara holistik untuk penyembuhan BUMN-BUMN yang berada dalam kondisi tidak sehat sehingga ada upaya yang bersifat URC (unit reaksi cepat) dalam bentuk pemberian dana talangan, cross funding dan sebagainya.

4. Menuntut adanya ketegasan Master Plan BUMN tahun 2005-2009 tentang adanya stand alone, focus holding dan roll-up di lingkungan BUMN sehingga tidak menimbulkan keresahan.

5. Mereaksi dan menuntut adanya ketegasan Kementerian BUMN agar segara mempunyai sikap yang jelas terhadap nasib BUMN-BUMN yang berada dalam kondisi kritis baik dalam bentuk pemberian transfusi atau amputasi dengan kompensasi yang paling baik bagi kepentingan pegawai.



FEDERASI SERIKAT PEKERJA BADAN USAHA MILIK NEGARA





Ir Abdul Azis Hasan Rias Wisnoewardana
Ketua Umum Sekretaris Jenderal

Wapres: Radikalisme Tenaga Kerja Jadi Masalah di Indonesia

27/08/2007 13:12:14 WIB
JAKARTA, investorindonesia.com
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, masalah utama bidang ketenagakerjaan di Indonesia adalah adanya persepsi radikalisme yang dilakukan oleh para pekerja.

"Sebenarnya tak banyak masalah ketenagakerjaan di Indonesia, yang ada soal image, soal persepsi radikalisme para pekerja," kata Wapres Jusuf Kalla saat membuka Rakornas Pengawasan Ketenagakerjaan di Jakarta, Senin.

Menurut Wapres, masalah persepsi radikalisme tenaga kerja tersebut membuat para pengusaha takut untuk berinvestasi. Wapres mencontohkan adanya masalah sedikit saja para pekerja akan langsung berdemo.

"Demo tak masalah tapi kalau kemudian bakar pabrik, rusak kantor dan sebagainya. Ini yang bagi pengusaha menakutkan," kata Wapres.

Menurut dia, soal tenaga kerja di Indonesia sebenarnya harus menjadi kekuatan dan kelebihan. Namun yang terjadi saat ini tenaga kerja seakan-akan dipersalahkan sebagai hal yang memberatkan.

Wapres menjelaskan, soal radikalisme para pekerja tersebut salah satunya juga dipicu oleh makin banyaknya Serikat Pekerja (SP) yang ada di Indonesia. Sebelumnya SP hanya ada satu organisasi namun sekarang sudah ada lebih dari 100 organisasi SP.

Karena itulah, Wapres meminta kepada para pengawas ketenagakerjaan bisa mendeteksi masalah-masalah yang timbul di bidang ketenagakerjaan sebelum membesar.

Tugas pengawas, tambah Wapres bagaimana mengawasi sistim sesuai aturan yang ada sehingga semuanya yakni pengusaha dan pekerja merasa dijaga kepentingannya.

"Bagaimana mencari keseimbangan. Kalau ada masalah Anda-Anda yang harus mendeteksinya. Tapi namanya pengawas ya harus keliling, jangan tunggu di kantor," kata Wapres.

Lebih lanjut Wapres juga mengungkapkan bahwa tugas pengawas ketenagakerjaan adalah menjaga image dan martabat bangsa serta menjaga kekuatan bangsa di bidang ketenagakerjaan.

Rakornas Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan tahun 2007 diikuti oleh 600 peserta yang terdiri Kadisnaker Provinsi (33), Pengawas Ketenagakerjaan Propinsi (66), Disnaker Kabupaten/Kota (440) dan Pengawas Ketenagakerjaan Pusat (61). (ant/gor)

Jumat, 24 Agustus 2007

Wapres: Kenaikan Tarif Tol Sesuai Aturan dan Nilai Ekonomis

24/08/2007 17:14:28 WIB
JAKARTA, investorindonesia.com
Wakil Presiden (Wapres) M Jusuf Kalla mengatakan, kenaikan tarif jalan tol dilakukan sesuai dengan aturan undang-undang dengan memperhitungkan tingkat inflasi dan nilai ekonomisnya.

"Agar jalan tol itu cukup menguntungkan, sehingga PT Jasa Marga dan investor jalan tol lain bisa melakukan investasi lagi supaya jalan tol itu makin panjang," kata Wapres di Jakarta, Jumat.

Selain itu, tambah Wapres, berdasarkan aturan undang-undang, kenaikan tarif jalan tol dilakukan setiap dua tahun sesuai dengan angka inflasi. Padahal, sekarang sudah tiga tahun baru dinaikkan sekarang. "Padahal tahun 2005 inflasi kita 700%," kata Wapres.

Menurut dia, jalan tol itu akan makin efisien kalau makin panjang sehingga dapat terjadi efisiensi nasional. Selain beberapa alasan tersebut, Wapres juga menilai kenaikan tarif jalan tol tersebut juga mengingat nilai ekonomisnya.

Wapres mencontohkan, jika dahulu untuk membuat jalan tol sepanjang satu kilometer dibutuhkan dana Rp 20 miliar maka sekarang untuk membangun jalan tol dengan panjang yang sama dibutuhkan dana Rp 40 miliar.

UU No 38 Tahun 2004 mengenai Jalan dan PP No 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol menyebutkan, penyesuaian tarif dilakukan setiap dua tahun sekali mengikuti besaran inflasi. Kenaikan tarif terakhir dilakukan pada Agustus 2005, sehingga tahun ini pemerintah sudah harus menyesuaikannya kembali. (ant/gor)

Kenaikan Tarif Tol Tunggu Perubahan Struktur Golongan Kendaraan

23/08/2007 15:10:51 WIB
JAKARTA, investorindonesia.com
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto mengatakan, kenaikan tarif jalan tol masih menunggu perubahan struktur golongan kendaraan.

"Kalau dulu kendaraan golongan yang berjenis berat seperti trailer dikenakan tarif 1,5 kali lebih mahal dibandingkan kendaraan golongan kendaraan ringan seperti sedan, maka nantinya akan dikenakan tiga kali lipat lebih mahal," kata Djoko usai mengikuti pidato kenegaraan Presiden Yudhoyono di depan sidang paripurna DPD di Jakarta, Kamis.

Menurut Djoko, model serupa juga dilakukan di negara lain. "Bahkan, di negara lain bisa lima kali lipat lebih mahal. Kita lebih moderat, cukup tiga kali saja," katanya.

Ia mengatakan, apabila pembahasan perubahan struktur golongan kendaraan bisa cepat diselesaikan, maka dirinya akan segera menandatangani kenaikan tarif tolnya. "Kenaikan tarif ini merupakan amanat UU jadi harus dilaksanakan," katanya.

Djoko mengharapkan, Agustus ini juga kenaikan tarif baru sudah dapat mulai diberlakukan.

UU No 38 Tahun 2004 mengenai Jalan dan PP No 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol menyebutkan, penyesuaian tarif dilakukan setiap dua tahun sekali mengikuti besaran inflasi. Kenaikan tarif terakhir dilakukan pada Agustus 2005, sehingga tahun ini pemerintah sudah harus menyesuaikannya kembali. (ant/gor)

Selasa, 21 Agustus 2007

Menteri PU: Jalan Layang Tol Pluit Harus Dibongkar

Jakarta-RoL -- Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengatakan, Tol Wiyoto Wiyono ruas Pluit yang bagian bawahnya terbakar beberapa waktu lalu harus dibongkar untuk keperluan perbaikan sepanjang 150 meter.

"Saya perkirakan untuk pembongkaran tersebut akan membutuhkan waktu enam bulan serta memakan biaya Rp 30 miliar," kata Djoko Kirmanto di Jakarta, Selasa (21/8), usai membuka panel diskusi dalam rangka HUT ke-8 Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN).

Menteri PU mengatakan, beberapa bagian dari jalan layang tol tersebut sudah tidak bisa dipertahankan sehingga harus dibongkar, untuk kemudian dibangun kembali. "Tujuannya untuk menghindari kerusakan yang lebih parah," ujarnya.

Kemudian, untuk memindahkan warga penghuni kolong jembatan tol tersebut, Departemen PU telah menyiapkan sembilan twin blok Rumah Susun Sewa (Rusunawa) di daerah Marunda dan Parung Panjang, namun hanya diperuntukkan bagi penghuni yang mengantongi KTP DKI saja.

Menteri PU berjanji menggunakan kewenangannya untuk membuat peraturan terkait pelarangan kolong tol sebagai daerah hunian, serta akan menyiapkan peraturan untuk pemanfaatannya.

Djoko Kirmanto menjelaskan, setelah warga direlokasi dari kolong jembatan tol, daerah tersebut akan dipergunakan sebagai penghijauan atau fasilitas sosial seperti tempat berolahraga.

Sebelumnya larangan kolong tol sebagai hunian telah diatur melalui Keputusan Menteri (Kepmen) PU No 374/KPTS/M/2006 tentang Pencabutan Kepmen Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) No 214/KPTS/M/2002 tentang Pemberian Izin Pemanfaatan Sementara Tanah di Daerah Milik Jalan (Damija) Layang Tol Ruas Tanjung Priok-Pluit Kepada PT Jasa Marga (Persero).

Peraturan juga menyebutkan walau ruas jembatan tol yang terbakar berada pada wilayah yang menjadi tanggungjawab PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP)selaku operator, namun untuk relokasi warga semestinya tetap menjadi tanggungjawab PT Jasa Marga.

Hal tersebut terkait kedua Kepmen PU yang menugaskan PT Jasa Marga untuk bertanggungjawab terhadap pemanfaatan lahan di bawah jembatan layang tol.

Selain itu PT Jasa Marga, ditugaskan untuk melakukan pengamanan secara fisik, yuridis dan dokumen terhadap tanah yang terlintas pada Rumija Tol, mengatur pemanfaatan yang mendukung fungsi jalan tol sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan mengosongkan seluruh kegiatan di Rumija ruas Tanjung Priok-Pluit.

Sesuai isi Kepmen PU No 374/KPTS/M/2006, maka pemanfaatan atas ruang milik jalan (Rumija) layang tol ruas Tanjung Priok-Pluit hanya diperbolehkan untuk kegiatan yang mendukung fungsi jalan tol. Sehingga untuk aspek pemanfaatan lahan, nantinya akan ada nota kesepahaman antara Departemen PU, pihak operator dan Pemerintah Kotamadya Jakarta Utara. antara

Banker to the Poor

Oleh : Iman Sugema


Adalah Muhammad Yunus, peraih hadiah Nobel Perdamaian yang sekaligus dijuluki sebagai bankirnya kaum papa. Ia kembali mengunjungi Indonesia dan memberikan ceramah di berbagai tempat dan kalangan. Bagi seorang ekonom seperti saya, aliran kata-katanya yang penuh makna bagaikan air sejuk di tengah teriknya kerakusan bisnis yang kian kejam, melahirkan penderitaan dan kemiskinan, dan membuat kerusakan alam. Alam yang sedemikian subur dan kaya kandungan mineral tak kunjung bisa menghapuskan kemiskinan di bumi Indonesia. Yang terjadi justru adalah segala bentuk kerusakan seperti hancurnya hutan alam, pencemaran air dan udara, erosi, banjir, sampai luapan lumpur Lapindo. Semua itu berujung pada penderitaan rakyat.

Dari sudut pandang teori ekonomi dan bisnis, kontribusi Yunus yang paling besar adalah membuahkan konsep baru tentang social business. Dalam pandangannya, sebuah bank ataupun organisasi bisnis lainnya harus memiliki tujuan sosial yang tidak terpisah dengan tujuan mencari keuntungan. Artinya organisasi bisnis dapat secara sekaligus merangkap sebagai organisasi sosial. Bank bisa saja mengejar keuntungan dan pada saat yang sama berupaya mengentaskan kemiskinan. Demikian pula perusahaan-perusahaan lainnya.

Sampai saat ini, ekonom dan para pelaku bisnis cenderung melakukan dikotomi antara fungsi bisnis dan fungsi sosial. Malahan fungsi sosial sedemikian dikebiri melalui sebuah mekanisme yang sangat sempit yaitu corporate social responsibility (CSR). Celakanya, CSR kemudian lebih dipandang sebagai hal yang sangat membebani perusahaan sehingga kita sangat ogah-ogahan melakukannya. Akibatnya, kemajuan bisnis tidak ada kaitannya dengan kemakmuran masyarakat dalam arti luas. Jurang antara yang miskin dan yang superkaya menjadi semakin lebar.

Adalah menarik untuk mengontraskan titik pandang Yunus dengan pendapat Menko Perekonomian kita. Prof Boediono yang oleh sementara pihak dipandang sebagai pewaris Mafia Berkeley, baru-baru ini mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi digerakkan oleh orang-orang yang siap dalam memanfaatkan potensi ekonomi dan karenanya kesenjangan adalah konsekuensi yang logis dari pertumbuhan ekonomi. Cara pandang Boediono merupakan representasi dari ekonom fundamentalis yang tidak memandang tujuan sosial selalu bertolak belakang dengan tujuan bisnis dan ekonomi. Bagaimana kita bisa menghapuskan kemiskinan kalau benak kita sendiri dicekoki dengan hal yang seperti ini?

Yunus tidak hanya memberi bukti empiris tetapi dia juga memberi contoh nyata dengan mengembangkan konsep social business melalui Grameen Bank. Pertumbuhan dan kesinambungan bisnis bisa tercipta melalui pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan perempuan. Hal ini didukung oleh CK Prahalad dalam bukunya, The Fortune at the Bottom of the Pyramid, yang mengulas besarnya potensi bisnis yang terdapat di kalangan masyarakat miskin. Kemiskinan dapat menjadi sumber pertumbuhan bisnis dan bukan menjadi beban perekonomian. Itu hanya terjadi kalau kita mendesain organisasi bisnis yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup orang miskin.

Yunus sendiri berangkat dari sebuah kenyataan bahwa banks are deliberately designed to reject the poor and woman. Bank secara sengaja didesain untuk mengesampingkan orang miskin dan perempuan. Bank menjadi sebuah organisasi yang eksklusif buat yang mampu. Penerima kredit bank kebanyakan adalah individu yang kaya atau perusahaan yang dimiliki oleh orang kaya.

Berangkat dari itu, Grameen Bank didesain secara khusus untuk memberikan kredit kepada kaum papa saja melalui pemberdayaan perempuan. Kini bank tersebut memiliki tujuh juta nasabah dan 97 persen di antaranya adalah perempuan. Siapa pemiliknya? Bukan Yunus sendiri, tapi tujuh juta nasabah tersebut. Jadi Grameen Bank adalah bank untuk, oleh, dan dari orang miskin.

Yang paling menarik untuk dibahas adalah keberhasilan Yunus untuk mematahkan argumen bahwa sebagian besar orang miskin adalah tidak produktif dan karenanya bank hanya mungkin berusan dengan mereka yang produktif. Anggapan seperti itu ia patahkan dengan memberikan kredit kepada kurang lebih seratus ribu orang pengemis. Pengemis di manapun juga selalu dianggap sebagai sampah masyarakat yang tidak produktif.

Kini, dari seratus ribu pengemis yang menjadi nasabah bank tersebut, seperempatnya sudah tidak mengemis lagi. Sekitar 65 ribu di antaranya melakukan profesi ganda yaitu sebagai pengemis yang merangkap sebagai pedagang dan pengrajin. Sisanya, yang sebagian kecil belum berhasil mengubah profesinya.

Pada dasarnya Yunus hendak mengatakan kepada dunia bahwa produktif atau tidaknya seseorang adalah tergantung pada cara kita menyediakan kesempatan kepada mereka yang oleh situasi sosial yang dihadapinya terpaksa menjadi tidak produktif. Selama struktur perekonomian secara tidak adil mengesampingkan mereka, maka kemiskinan dan kefakiran masih akan terus ada sampai kapanpun. Artinya, kita memang harus secara khusus melakukan pemberdayaan kepada si miskin.

Terakhir, cita-cita Yunus yang secara optimistis akan dilakukannya yaitu keinginannya untuk mewariskan Musium Kemiskinan pada anak cucunya. Kelak akan terlahir sebuah generasi yang tak mengenal kemiskinan karena kemiskinan hanya ada di musium sebagai barang antik. Kapankah kita memiliki seorang tokoh seperti Yunus? Mari kita berlomba untuk menjadi Yunus.

www.republika.co.id

Senin, 20 Agustus 2007

Pers Bebas

www.majalahtrust.com

Sejumlah wartawan, aktivis lembaga swadaya masyarakat memperingati hari pembredelan tiga media, Tempo, Detik, dan Editor. Pembredelan itu terjadi pada 21 Juni, sembilan tahun yang lalu. Masihkah pers terancam pembredelan, ketika Departemen Penerangan telah dibubarkan, dan lembaga persatuan wartawan tak lagi hanya PWI yang kepanjangan tangan departemen itu.

Terang, dari pemerintah, secara langsung, penutupan media massa tak dimungkinkan lagi. Tapi, teoretis, bila pemerintah memang hendak menutup atau melumpuhkan sebuah media massa, bisa saja dengan jalan berputar, secara tidak langsung. Misalnya, dengan mendekati pemilik modal yang berkepentingan medianya tetap hidup pemberitaan bisa dibatasi. Bahkan, pemberhentian terhadap satu atau lebih wartawan yang dianggap punya agenda sendiri bisa saja dilakukan.

Padahal, makna kebebasan pers bukanlah demi kepentingan pers itu sendiri. Kebebasan itu juga menjadi milik yang di luar pembaca, sumber berita, dan lain sebagainya. Karena itu sumber berita boleh dan berhak mengirimkan tanggapan bila ia merasa dirugikan oleh sebuah pemberitaan pers. Dan pihak pers wajib mempublikasikan tanggapan tersebut.

Dalam hal ini ada keberatan klasik dari pihak yang merasa dirugikan. Katanya, berita telanjur tersebar, mungkin sepanjang satu atau malah dua kolom, sedangkan tanggapan dari yang dirugikan itu, biasanya ditampung dalam rubrik surat pembaca, diedit oleh redaksi, dan muncul hanya dua-tiga alinea. Koreksi itu tak sebanding dengan berita, apalagi dampaknya.

Tapi begitulah kelaziman terbentuk dalam dunia pers secara universal. Itu pula sebabnya lahir kode etik wartawan, untuk menjaga agar jurnalis tak menjadi alat selain bagi fakta dan kebenaran. Karena itu pula peluang mengoreksi pers pun terbuka, sebagaimana di bidang-bidang yang lain. Yakni, pengadilan.

Persoalannya, bila polisi, jaksa dan hakim bisa disuap, pengadilan pun menjadi lembaga hanya untuk keadilan orang yang punya duit. Sementara itu, jalan lain seperti tak terlihat, mau tak mau, dua pihak yang berperkara jatuhnya ke pengadilan jua. Padahal, menyewa pengacara bukanlah ongkos yang kecil. Apalagi, bila pers kalah di pengadilan dan dihukum membayar ganti rugi miliaran rupiah. Inilah jalan pembredelan terhadap pers dengan cara membangkrutkannya lewat cara yang seolah adil membayar miliaran rupiah bagi umumnya media massa berarti kebangkrutan.

Dalam kaitan ini, usul Goenawan Mohamad, redaktur senior Tempo, mungkin bermanfaat diwujudkan: dibentuk lembaga bantuan hukum pers. Lewat lembaga ini, besar-kecil fee untuk pengacara bisa diatur menurut kemampuan pers.
Itu semua berkaitan dengan mempertahankan kebebasan pers. Upaya itu berharga ditempuh karena dengan kebebasan pers demokrasi bisa dipertahankan, kekeliruan dikoreksi. Kebebasan pers membuat sebuah negara, sebuah pemerintahan, selalu mungkin memperbaiki diri terus-menerus. Ini diperlukan karena kesalahan, juga kemelencengan, pada hakikatnya menempel pada manusia.

Kita perlu belajar dari masa ketika kebebasan pers dikekang. Berbagai persoalan menjadi tidak jelas, yang seharusnya bisa dicarikan solusinya menjadi terpendam, dan kemudian meledak begitu ada peluang KKN yang merajalela, penegakan hukum yang tak kunjung tiba, politik uang, rasialisme dan seterusnya, hal-hal yang bisa dicegah dan diperbaiki sebelum makan korban besar. Pers yang bebas dan berkualitas akan menjadi semacam penjaga moral bangsa, siapa pun merasa tak hendak berbuat curang, karena pasti akan masuk surat kabar. Sebaliknya, tanpa kebebasan pers, akan mendorong siapa pun berbuat seenaknya. Pemerintahan diktator, atau yang otoriter tak bakal membiarkan pers bebas.

Dan karena kebebasan pers bukan hanya milik media, ini bisa menjadi barometer sebuah bangsa. Masih adanya pers yang berakal sehat artinya ada juga pembaca yang sehat, dan sumber berita yang mau dan berani mengungkapkan kebenaran akan menjadi harapan bahwa suatu masyarakat masih bisa diperbaiki. Andai seluruh pers di sebuah negara melupakan fungsinya mengungkapkan fakta dan kebenaran, tampaknya bangsa itu harus lahir kembali dari nol. Untunglah, bangsa Indonesia, menurut Amien Rais, masih bisa diperbaiki, meski ada kasus Sukhoi, BLBI, dan korupsi dari atas sampai ke bawah. Salah satu syaratnya, terus menumbuhkan pohon demokrasi dengan cara tetap menyiraminya, dan salah satu siraman itu dengan kebebasan pers.

Jumat, 17 Agustus 2007

Rapim dan Seminar FSP BUMN

Federasi Serikat Pekerja BUMN akan menyelenggarakan Rapim dan Seminar dengan tema
BUMN INCORPORATED :
Ambiguitas Antara Tuntutan Bisnis dan Implementasinya Dalam Perspektif Yuridis dan Bisnis, pada tanggal di 28-30 Agustus 2007 di hotel Inna Garuda Yogyakarta.
Seminar akan dihadiri oleh 104 perusahaan BUMN yang menjadi anggota FSP BUMN dan para akademisi, LSM serta perusahaan swasta .

Seminar akan menampilkan pembicara utama Menteri BUMN Sofyan Djalil dan pembicara lainnya.

Komisi Pemberantasan Korupsi
Topik : Kualifikasi perbuatan melawan hukum berkaitan dengan aktifitas dalam mewujudkan BUMN INCORPORATED dikaitkan dengan penyelamatan keuangan negara.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Topik : Pandangan Yuridis dan politik ekonomi dari sisi monopoli dan persaingan kegiatan usaha tidak sehat berkaitan aktifitas BUMN dalam implementasi BUMN INCORPORATED (Baik melalui perubahan struktur badan usaha maupun total logistic system)

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
Topik : Pandangan dari sisi audit kualifikasi perbuatan merugikan keuangan negara berkaitan dengan kebijakan BUMN INCORPORATED.

Direktur BUMN (Pelaku Bisnis)
Topik : Dilematid BUMN dalam mewujudkan Implementasi BUMN INCORPORATED dalam kerangka penyelamatan BUMN lain

Tanri Abeng (Begawan Manajemen)
Topik : Mencari format ideal melalui integrasi vertikal dan horizontal di dalam mensinergikan BUMN untuk memperkuat struktur bisnis dan persaingan global.

Said Didu ( Sesmen BUMN)
Topik : Konsepsi perwujudan total logistic system di dalam mensinergikan resources bisnis di lingkungan BUMN untuk menciptakan value added dan value creation.

Komisi VI DPR RI
Topik : Evaluasi kritis Kinerja BUMN serta ekspektasi optimal berkaitan dengan implementasi BUMN INCORPORATED dan dukungan politik ekonomi di dalam penerapannya.

Direktur BUMN
Topik : Pandangan profesional dan hambatannya di dalam perwujudan sinergi BUMN dan perubahan struktur bisnis dan hukum melalui roll up dan atau fokus bisnis.

FEDERASI SERIKAT PEKERJA BUMN (FSP BUMN)
Sekretariat : Jl. DR Saharjo No. 100 E Jakarta
Telp : (021) 8312639
Fax : (021) 83126639

Ketua Panitia : Ir Setiyono
Tlp : 081399316867

Kantor Sekretariat Panitia
DPP SKJM : Plaza Tol TMII Jakarta 13550
Telp : (021) 87796291

Contact Person :
Suripto Sabardi : (021) 92881104 / 0818800488
Susilo Raharjo : (021) 0817100833

Badan Pengurus Federasi Serikat Pekerja BUMN
Ketua Umum : Ir Abdul Azis Hasan
Sekretaris Jenderal : Rias Wisnoe Wardana

Created : Heri 5258
www.federasiserikatpekerjabumn.blogspot.com

Mencari Makna Kemerdekaan

www.mediaindonesia.com

SETIAP kali memperingati kemerdekaan Indonesia, setiap kali pula kita bertanya apa artinya kemerdekaaan bagi bangsa ini? Kini kita juga bertanya, apa arti kemerdekaan selama 62 tahun bagi rakyat yang berjumlah 220 juta jiwa?

Usia 62 tahun bagi sebuah negara, memang belum terlalu tua, tetapi juga tidak bisa dibilang muda. Usia 62 tahun lebih dari cukup untuk mengisi kemerdekaan. Untuk memberi keadilan dan kemakmuran bagi rakyat!

Singapura dan Malaysia, tetangga terdekat kita, yang lebih junior sebagai negara berdaulat, telah menjadi contoh yang amat nyata. Indonesia, ‘sang saudara tua’, yang telah mengajari banyak hal, kini justru masih menjadi pecundang dalam persaingan global.

Tanpa pemimpin yang punya visi membangun dan bisa menjadi inspirasi bagi rakyatnya untuk membangun modal sosial yang kuat, kekayaaan alam yang melimpah ruah hanyalah kumpulan benda mati. Dan, Indonesia benar-benar menjadi contoh amat nyata. Lautan, hutan, tambang, tanah yang luas, hanyalah ‘kebesaran Tanah Air’ yang tidak punya relevansi kesejahteraan bagi rakyatnya. Karena pengkhianatan bangsa sendiri, yang paling menikmati kekayaan alam kita justru bangsa lain.

Karena itu, peringatan proklamasi kemerdekaan kali ini benar-benar harus menjadi ruang kontemplasi yang dalam bagi para pengelola negara. Kenapa? Karena para pejabat negara itulah yang mengemban amanat konstitusi. Sebab, cita-cita proklamasi adalah menjadi bangsa merdeka, berdaulat, adil, dan makmur.

Adalah amat mudah untuk mengukur kinerja para pengelola negara dari satu pemerintahan ke pemerintahan. Ketika keadilan dan kemakmuran masih belum menjadi milik rakyat, setiap saat pula para pengelola negara, harus meminta maaf kepada rakyat atas kegagalan itu.

Keadilan dan kemakmuran rakyat adalah amanat konstitusi. Kita perlu mengingatkan untuk kesekian kalinya, karena amanat itu kian dianggap teks hampa makna yang tidak punya konteks dengan realitas sosial. Kita harus mengingatkan, setiap amanat konstitusi yang belum direalisasikan adalah berarti hutang negara.

Manakala kehidupan para pejabat negara (atau siapa saja yang mendapat penghasilan dari negara) kian bertambah banyak pundi-pundi hartanya, sementara rakyat justru kian menggelepar dalam kemiskinan, ini sungguh sebuah kezaliman negara dalam memperlakukan rakyatnya. Sebab, faktanya, menurut Bank Dunia, 49% (lebih dari 100 juta) masyarakat negeri ini berkubang dalam lumpur kemiskinan. Mereka adalah masyarakat yang berpenghasilan di bawah US$2 atau sekitar Rp18.000.

Dari sudut pandang keadilan dan kemakmuran, Indonesia sungguh berjalan dalam jalur yang berbahaya. Sebab, kaum berada semakin mendapat previlij dari negara, sementara rakyat miskin kian terpinggirkan.

Sebenarnya, dalam hal kebajikan Indonesia mempunyai modal bagus. Sistem masyarakat yang paternalistik, sesungguhnya bisa dipakai untuk menggerakkan hal-hal baik dari para pemimpin dalam membangun masyarakat adil dan makmur. Sayang para pemimpin gagal total menjadi teladan untuk rakyatnya.

Lihat saja kasus-kasus korupsi yang dilakukan para pejabat publik. Lihat saja survei-survei dalam hal transparansi. Lihat saja tingkat kepatuhan para pejabat negara dalam mengisi daftar kekayaan yang diedarkan Komisi Pemberantasan Korupsi. Lihat saja sebagian besar gaya hidup para politisi dan wakil rakyat kita. Pejabat negara masih terlalu jauh dari contoh kebajikan dan tertib hukum.

Itu semua adalah representasi dari para pejabat negara dalam melaksanakan tugas-tugas ‘kenegaraannya’ yang sungguh miskin akan visi dan misi kerakyatan. Padahal, visi kerakyatan (memberi keadilan dan kemakmuran), adalah hutang para pengelola negara. Sebagai hutang, ia harus secepatnya dibayar.

Peringatan proklamasi kemerdekaan akan kian hampa makna, jikalau tidak ada komitmen baru yang tulus dari para pemimpin negara untuk dengan segala daya dan upaya untuk memberi keadilan dan kemamuran kepada rakyat. Kemakmuran yang hanya dinikmati segelintir orang, sungguh sebuah pengkhianatan atas proklamasi kemerdekaan yang kita peringati hari ini.

Privatisasi BNI, belajar mengakrabi pasar

Belajar dari kejadian yang menimpa privatisasi PT Bank Negara Indonesia Tbk, Kementerian BUMN terlihat mulai bersiap-siap meninjau rencana privatisasi BUMN lainnya.
Timing yang semula diperkirakan tepat ternyata dihantam krisis subprime mortgage di AS sehingga menghasilkan pricing yang tidak optimal. Dari ekspektasi semula harga saham BNI bisa ditawarkan pada level sekitar Rp2.300 per saham menjadi ditawarkan pada level Rp2.050. Harga ini merupakan level terendah dari kisaran sebesar Rp2.050 per saham sampai Rp2.700 per saham. Yang lebih menyedihkan, setelah listing awal pekan ini, harganya kian tertekan, tak mampu membendung buruknya sentimen global.

Sedari awal, masuknya saham BNI disambut dengan degup jantung yang kencang sejumlah pejabat BUMN, BNI, penjamin emisi maupun investor. Harapan investor meraih gain pada hari pertama listing kembali saham BNI pupus sudah setelah saham bank BUMN tersebut jebol pada hari pertama listing. Kenyataan ini bertentangan ini mayoritas saham yang melonjak pada hari pertama listing.

Bahkan pada jam-jam pertama terdapat tekanan jual sehingga saham BNI sempat ditekan pada level Rp1.975 per saham meskipun kemudian naik lagi menjadi Rp2.000 per saham.

Privatisasi BUMN 2007
Jumlah saham Target perolehan
BNI 27% Rp8,09 trilun*
Jasa Marga 30% Rp2,5 triliun-Rp3 triliun
Wika 30% Rp622 miliar
Adhi Karya - Rp600 miliar**
* Sudah didapatkan
** Right issue
Sumber : Kementerian BUMN

Skenario awal perolehan privatisasi BNI (Rp miliar)
Harga Rp2.050 Rp2.300 2.700
Rights Issue 4.047,85 4.541,49 5.331,32
Divestasi 3.076,37 3.451,53 4.051,80
Green Shoe 971,48 1.089,95 1.279,51
Penerimaan 8.095,71 9.082,99 10.662,64

Sumber : BNI, diolah

Pada awal pekan ini, harga saham BNI melemah sebesar 5,88% menjadi Rp2.000 per saham dibandingkan level harga sebesar Rp2.125 per saham pada 7 Agustus sebelum dihentikan sementara perdagangannya oleh PT Bursa Efek Jakarta (BEJ).

Menginjak hari kedua, harga saham BNI kembali terpuruk pada level Rp1.875 per saham. Tekanan jual meningkat mengingat investor yang menggunakan fasilitas margin perdagangan semakin panik dan membuat proses stabilisasi tidak bisa mulus dilaksanakan.

Kemarin, harga saham BNI kembali tertekan sebesar 4,53% menjadi Rp1.790 per saham. Sehingga dalam tiga hari berturut-turut harga saham BNI telah melemah sebesar total Rp335 per saham. Menangislah para investor yang memiliki horison investasi jangka pendek, terutama yang menggunakan fasilitas margin perdagangan.

Ke depan, tak ada cara lain, investor lokal harus belajar menggunakan horison investasi jangka panjang. Dengan price to book value sebesar dua kali berdasarkan laporan keuangan Maret 2007 seharusnya saham BNI under pricing untuk investasi jangka panjang dan layak dikoleksi.

Pesan positif

Yang jelas pesan positif terhadap pergerakan harga saham BNI muncul apabila manajemen bank BUMN ini bisa membuktikan pembenahan kredit bermasalahnya, peningkatan ekspansi kreditnya termasuk dalam segmen konsumer yang memberikan margin bunga bersih yang tinggi.

Loan to deposit ratio (LDR) BNI yang per Maret 2007 mencapai 48,7% harus didongkrak untuk memastikan laba bersih perseroan bisa naik. Tentunya perlu risk management yang memadai supaya tidak timbul kredit macet.

Selain itu, besaran rasio kredit bermasalah (non perfoming loan/NPL) netto sebesar 5,47% dan gross sebesar 9,50% mengharuskan manajemen BNI mengambil kebijakan untuk menekan rasio tersebut lebih rendah lagi.

Rencana kerja BNI menargetkan bank itu bisa meraih rasio kecukupan modal (capital adequancy ratio/CAR) lebih dari 20% melalui rights issue.

Setiap BNI menyalurkan kredit Rp1 triliun maka terjadi penurunan rasio kecukupan modal 0,15%, sedangkan untuk menaikkan CAR 1% diperlukan tambahan modal sebesar Rp909 miliar dan diperlukan tambahan modal Rp4,48 triliun.

Semakin besar dana yang diterima oleh BNI memungkinkan perseroan memupuk CAR-nya yang berujung kepada kemampuan dalam menyalurkan kredit. Bertambahnya kemampuan menyalurkan kredit akan berdampak pada peningkatan marjin bunga yang berujung kepada meningkatnya laba bersih sehingga harga saham BNI meningkat.

Dengan demikian, bisa tercapai harapan bahwa privatisasi membawa perbaikan kinerja perseroan. Benar, sebanyak 3,47 miliar saham telah dipasarkan melalui penawaran saham terbatas (rights issue) dan divestasi saham.

Jumlah ini masih akan bertambah lagi mengingat Jumlah saham beredar BNI akan mencapai 27% sehingga berpotensi menjadi saham blue chips yang memengaruhi pergerakan indeks harga saham gabungan BEJ. Pembenahan kinerja BNI akan berdampak positif bagi pergerakan IHSG BEJ.

Belajar dari BNI

Setelah BNI, Kementerian BUMN akan menggelar privatisasi saham PT Jasa Marga dan PT Wijaya Karya pada semester II tahun ini yang seluruhnya akan masuk dalam struktur permodalan perseroan. Selain itu, satu BUMN karya lagi yaitu PT Adhi Karya Tbk juga berencana menggelar penawaran saham terbatas (rights issue) untuk meraup dana sebesar Rp600 miliar.

Hasil privatisasi BNI akan memberikan pesan bagi privatisasi BUMN selanjutnya, termasuk juga divestasi lanjutan bank ini apabila masih ada.

Namun, memburuknya kondisi pasar keuangan global membuat sejumlah BUMN yang akan masuk ke pasar modal mulai terlihat gamang. Dirut PT Adhi Karya Tbk Syaiful Imam yang kemarin ditemui Bisnis juga terlihat gamang menggelar rights issue yang direncanakan berlangsung pada kuartal IV tahun ini.

Dia mengatakan rencana perseroan menggelar rights issue akan dilakukan sambil menunggu kondisi pasar membaik.

Bahkan Menneg BUMN Sofyan A. Djalil mengisyaratkan untuk meninjau lagi timing pelepasan saham beberapa perusahaan seraya menjanjikan komitmennya untuk terus menggelar privatisasi BUMN.

Terdapat beberapa masalah yang harus diselesaikan oleh Kementerian BUMN pascajebloknya hasil divestasi BNI.

Pertama, Kementerian BUMN beserta manajemen BNI dan penjamin pelaksana emisi PT Bahana Securities maupun PT JP Morgan Securities Indonesia harus bisa menenangkan pelaku pasar yang panik terhadap situasi yang terjadi dalam pasar uang.

Dalam konteks ini proses stabilisasi yang dijalankan oleh agen stabilisasi JP Morgan harus dijalankan secara bijak sehingga peluru sebesar Rp1 triliun tidak dimakan oleh tekanan pasar yang mungkin berkelanjutan.

Kedua, Kementerian BUMN harus menegosiasikan pemenuhan setoran ke APBN 2007. Semula dalam RAPBN 2007 disepakati setoran privatisasi sebesar Rp4,7 triliun, namun jumlah ini belum disepakati dalam Sidang Paripurna DPR sehingga belum masuk menjadi bagian dari APBN 2007.

Pilihan yang tersedia adalah Kementerian BUMN menegosiasikan penurunan jumlah setoran privatisasi dari semula Rp4,7 triliun menjadi Rp4 triliun. Atau, pilihan kedua adalah Kementerian BUMN menggelar rencana privatisasi tambahan terhadap sejumlah BUMN yang sudah listing di pasar modal. Tentunya jumlah saham yang dilepas terbatas untuk mempertahankan kepemilikan mayoritas pemerintah.

Pilihan yang paling mungkin adalah menggelar divestasi terbatas terhadap saham pemerintah di BUMN pertambangan yang mempunyai kinerja kinclong.

Strategi privatisasi

Langkah privatisasi Jasa Marga yang ditargetkan meraup dana sebesar Rp2,5 triliun sampai Rp3 triliun maupun Wika yang ditargetkan meraih dana Rp622 miliar harus dimatangkan sehingga bisa meraih dana yang optimal.

Tidak ada salahnya besaran jumlah saham yang akan dilepas diturunkan dari rencana semula untuk mengantisipasi rendahnya daya serap pasar. Hal ini sangat mungkin ditempuh mengingat semua hasil dari privatisasi akan masuk ke struktur modal perseroan.

Untuk privatisasi Wika, konsorsium PT Bahana Securities, PTCIMB-GK, dan PT Indopremier Securities menjamin harga saham Wika pada level minimal sebesar Rp311 per saham. Dengan jumlah saham yang dilepas sebanyak 35% atau setara dengan dua miliar maka target minimal perolehan sebesar Rp622 miliar.

Sedangkan Jasa Marga telah mengisyaratkan akan menetapkan nilai nominal sahamnya pada level Rp500 per saham.

Apabila kondisi pasar memburuk, Jasa Marga maupun Wika bisa mengurangi jumlah saham yang dilepas dan menjadwalkan kembali divestasi lanjutan untuk menggenapkan target divestasinya.

Langkah divestasi lanjutan menjadi opsi yang mungkin ditempuh untuk memastikan target penguatan modal bisa tercapai. Alternatif lain yang bisa ditempuh adalah menunda divestasi dengan konsekuensi rencana aksi korporasi dua BUMN ini juga ditunda. Langkah penundaan ini juga bisa ditempuh oleh Adhi Karya sambil menunggu waktu yang tepat untuk meraih hasil yang optimal.

Intinya, jangan melawan pasar sehingga hasil privatisasi bisa optimal. (munir.haikal@bisnis.co.id)

Oleh M. Munir Haikal
Bisnis Indonesia

Mencari kemerdekaan sejati

www.bisnis.com

Besok bangsa Indonesia merayakan hari kemerdekaan ke-62. Selain kemeriahan pesta, hampir selalu muncul pertanyaan bernada sinis menjelang peringatan hari ulang tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia: benarkah kita sudah merdeka?
Secara politis, tentu saja, kita sudah merdeka. Hal ini karena syarat untuk disebut sebagai sebuah negara telah dipenuhi Indonesia, dengan adanya rakyat, wilayah, dan kedaulatan. Kedaulatan itu berupa pengakuan dunia internasional maupun warga Indonesia sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di negeri ini.

Tetapi, sekali lagi, benarkah kita sudah merdeka? Hari ulang tahun negeri ini sepatutnya tidak semata-mata ‘dirayakan’ dengan kemeriahan, melainkan juga ‘diperingati’ sebagai bagian dari introspeksi untuk melangkah ke depan dengan lebih baik.

Merdeka yang diperlukan oleh setiap anak bangsa ini jelas bukan sekadar kemerdekaan secara politis. Merdeka juga berarti bebas menikmati pendidikan, bebas menyuarakan yang benar, bebas dari rasa ketakutan untuk segala, dan mudah memperoleh mata pencaharian yang layak, karena ditopang oleh kondisi ekonomi yang mapan.

Dalam kondisi pendidikan yang mahal, jelas bahwa kemerdekaan untuk menikmati pendidikan yang memadai jauh dari kenyataan. Pendidikan yang mahal hanya akan memperlebar jarak antara kaum kaya dan miskin, ditandai dengan menipisnya golongan menengah, sehingga menyimpan potensi munculnya krisis sosial berskala besar.

Juga patut direnungkan kembali apakah di negeri ini menyuarakan sesuatu yang benar bisa dilakukan dengan bebas? Contoh terkini yang sempat mengemuka ialah para guru yang membongkar praktik buruk dalam Ujian Akhir Nasional. Tetapi merekalah yang akhirnya terbuang, sedangkan yang bertindak curang tetap tak terusik.

Merdeka juga semestinya dimaknai dengan hilangnya rasa ketakutan yang tak beralasan. Faktanya, banyak pengemudi kendaraan khawatir melihat polisi—yang semestinya bertugas melindunginya, tetapi kinerjanya dirusak oleh perbuatan oknum—di malam hari, meski dia sebenarnya tidak melakukan kejahatan apa pun.

Sekadar berjalan di jembatan penyeberangan pun, bagi sebagian orang akan disertai rasa khawatir terhadap faktor keamanan yang memang tidak ada yang sanggup memberi jaminan kepadanya.

Tak ada cerminan bahwa seseorang sudah merdeka jika dia masih menemui berbagai kesulitan manakala yang bersangkutan mengurus sesuatu yang bersinggungan dengan birokrasi mulai dari tingkat pemerintahan terendah hingga di pusat.

Dari sisi ekonomi, sekali lagi patut kita bertanya apakah seseorang yang memiliki keahlian tersia-sia hanya karena negeri ini gagal menyediakan lapangan kerja yang pantas bagi tenaga kerja ber-skill, layak disebut telah memperoleh kemerdekaan?

Apakah negara ini sudah merdeka ketika kita tidak mampu mandiri menentukan sejauh mana bagian kita dan mana pula bagian asing dalam hal pengeksploitasian sumber daya alam Indonesia yang sangat kaya.

Kita seharusnya mengambil keputusan bahwa sumber daya melimpah ruah itu sesungguhnya adalah anugerah Tuhan untuk bangsa ini. Dengan demikian, kita harus menysukurinya dengan memanfaatkannya semaksimal mungkin bagi kepentingan anak negeri ini, bukan dengan gampang mempersilakan perusahaan multinasional—yang didukung pemerintahnya—memperoleh bagian lebih besar.

Jika kemerdekaan yang sesungguhnya, sebagaimana telah diuraikan, dapat diwujudkan, tidak ada alasan bagi sejumlah daerah untuk terus berupaya memisahkan diri dari Indonesia. Mereka merasa merdeka di pangkuan Ibu Pertiwi.

Kamis, 16 Agustus 2007

Saham BNI Terus Merosot, Menneg BUMN Panggil Underwriter BNI

16/08/2007 02:24:35 WIB

JAKARTA, Investor Daily
Kementerian BUMN akan memanggil penjamin emisi (underwriter) penawaran umum kedua (secondary public offering/SPO) saham PT Bank BNI Tbk (BBNI). Hal itu terkait kemerosotan harga saham BBNI dalam tiga hari terakhir.

Deputi Menneg BUMN Bidang Restrukturisasi dan Privatisasi Mahmudin Yasin mengatakan, pertemuan khusus itu untuk mencari upaya stabilisasi harga saham BBNI yang terus anjlok. "Ya untuk stabilisasi, kita akan koordinasi dengan penjamin emisi sesegera mungkin, ujar dia di Jakarta, Rabu (15/8).

Pada penutupan perdagangan di Bursa Efek Jakarta, Rabu (15/8), harga saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) terus merosot hingga posisi Rp 1.790 per saham, turun Rp 260 (12,68%) dari posisi harga penawaran saham kedua (SPO) Rp 2.050 per saham.

Sebagai penjamin emisi SPO BNI, JP Morgan berjanji akan berlaku bijak dalam menstabilkan harga saham BBNI. JP Morgan akan mencari support level yang bisa didukung secara maksimal. “Turunnya harga saham BNI memang masalah timing, lantaran bertepatan dengan krisis subprime mortgage di Amerika Serikat,” tandas Gita Wirjawan, presiden direktur JP Morgan Indonesia, kemarin.

Kalangan investor mempertanyakan jumlah saham beredar yang jauh melebihi jumlah saham yang tercantum pada prospektus. Pada SPO, BNI melepaskan sebanyak 3,949 miliar saham. Berdasarkan prospektus, BNI menerbitkan 1,99 miliar lembar saham baru dan pemerintah menjual 1,50 miliar lembar saham lama di BNI. Total saham yang ditawarkan sejumlah 3,47 miliar saham.

Menurut Gita Wirjawan, selisih jumlah saham itu merupakan opsi greenshoe atau opsi penjatahan lebih yang dikeluarkan BNI. Hal itu dilakukan karena permintaan atas saham BBNI berlebih (oversubscribe). Artinya, jumlah saham yang diumumkan sudah termasuk saham oversubscribe.

Hal senada diungkapkan Investment Banking PT Bahana Securities Andi Sidharta. Menurut dia, semua yang diinformasikan melalui prospektus cukup transparan, terutama berkaitan dengan jumlah saham yang ditawarkan dan dihimpun melalui SPO. “Jumlah dana yang dihimpun melalui SPO mencapai sebesar Rp 8,1 triliun,” kata Andi.

Total dana yang dihimpun dalam SPO tersebut berasal dari penerbitan 1,99 miliar saham baru (rights issue), penjualan saham pemerintah sebanyak 1,50 miliar saham, dan saham green shoe sebanyak 473,89 juta saham.

Andi membantah tudingan bahwa ada penambahan saham Bank BNI dalam jumlah tertentu di tengah kondisi pasar sedang bearish. Yang terjadi saat ini adalah upaya dari JP Morgan untuk stabilitasi harga dengan memakai dana green shoe sekitar Rp 971,48 miliar.

Tugas Penjamin Emisi

Seorang pelaku pasar menilai, underwriter wajib bertanggung jawab kepada publik. Sebab, publik tidak mendapatkan arahan jelas terkait semua proses dan transparansi penyerapan saham di pasar perdana. Sikap Bahana dan JP Morgan yang menjual saham ke publik saat terjadi tekanan jual justru berimplikas negatif. Aksi itu seolah mengonfirmasi bahwa tidak semua saham BBNI terserap di pasar perdana.

Menurut sumber itu, penjamin emisi seharusnya membeli saham BBNI ketika terjadi tekanan jual, bukan malah mengguyur pasar. Apalagi ada porsi green shoe. “Artinya, underwriter inkonsisten atas perjanjian bilateralnya dengan pemerintah sebagai issuer. Bapepam-LK perlu memriksa underwriter,” tegas sumber.

Sebagai regulator, Ketua Bapepam-LK Fuad Rahmany menegaskan, masalah itu merupakan perjanjian bilateral antara underwriter dan kliennya. Bapepam-LK baru akan memeriksa underwriter bila ada laporan dari klien atau emiten.

Fuad menegaskan, ketentuan pasar modal tidak mewajibkan emiten menggunakan penjamin emisi saat IPO. “Itu adalah pilihan dari emiten untuk menggunakan underwriter dan bersifat bilateral,” kata Fuad.

Fuad Rahmany menyesalkan sikap investor yang terlalu berharap lebih dari Bapepam-LK. Sebab, lembaga itu tidak punya kekuasaan apa pun untuk mengatur perkembangan harga pasar. “Tugas Bapepam menjaga agar tidak ada manipulasi pasar dan atau pasar semu, serta rekayasa lainnya yang menyebabkan pasar menjadi tidak wajar dan tidak transparan,” jelas dia.

Komitmen JP Morgan

Gita Wirjawan memastikan, JP Morgan tetap mendukung BNI kendati jangka waktu stabilisasi harga 30 hari terlewati. Alasannya, BNI merupakan milik nasional yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Namun, dia belum bisa menjelaskan bentuk dukungan JP Morgan terhadap BBNI. Dia tidak menepis kemungkinan JP Morgan menjadi market maker BNI.

Gita mengimbau para investor tidak panik dan berlomba-lomba menjual saham BNI. Semakin panik, justru tidak bisa menolong diri sendiri. "Padahal secara fundamental barangnya bagus," kata Gita.

Di tempat terpisah, Menneg BUMN Sofyan Djalil menyatakan, penurunan saham BNI sejak diperdagangkan Senin (13/8) terjadi karena kondisi pasar global yang memang sedang sangat sulit. "Penjamin emisi telah melakukan upaya stabilisasi, tapi dalam kondisi pasar saat ini yang harus dilakukan investor adalah bersabar," ujar dia.

Sofyan menuturkan, investasi di pasar modal adalah untuk tujuan jangka panjang. "Kalau memang banyak investor berpikir membeli saham di pasar perdana, lalu menjual di pasar sekunder bisa mendapat capital gain, dalam kondisi pasar seperti sekarang sulit tercapai," tukas dia.

Menneg BUMN dan Ketua Bapepam-LK sependapat, pasar global saat ini memang dalam keadaan memburuk. Keduanya berharap, para pemegang saham untuk tetap menahan diri. BBNI memiliki fundamental bagus, sehingga akan lebih baik ditahan (tidak dijual).

“Pelaku harus cermat terhadap setiap perkembangan dan informasi pasar, serta tidak boleh spekulasi. Hemat saya, perkembangan harga saham BNI pararel dengan perkembangan indeks secara keseluruhan,” kata Fuad Rafmany.

JP Morgan berharap saham BBNI rebound dalam waktu cepat karena didukung fundamental yang bagus. Menurut dia, harga diskon saham BBNI masih normal. Kini, mulai ada institusi besar yang membeli saham BNI karena mulai melihat posisi nilainya. “Ini menunjukkan tanda saham BNI mulai healthy (sehat),” ujar Gita Wirjawan.

Menurut Gita Wirjawan, semua dana hasil SPO telah teralokasi dan dana greenshoe sudah digunakan sebagian untuk stabilisasi harga saham BNI. Namun Gita tidak menyebutkan besarnya dana yang sudah digunakan untuk stabilisasi.

Penunjukan JP Morgan sebagai stabilitator harga saham BNI, menurut Andi Sidharta, merupakan hasil kesepakatan dari Bahana, JP Morgan, dan pemegang saham yaitu pemerintah. Bahana Securities hanya bertindak sebagai pihak yang melakukan penjualan SPO, dibantu 24 perusahaan sindikasi antara lain PT BNI Securities (terafiliasi), PT Danareksa Sekuritas, dan PT Mandiri Sekuritas.

Andi mengatakan, JP Morgan cukup maksimal untuk menstabilkan harga saham BBNI di pasar sekunder. JP Morgan telah melakukannya sejak SPO Bank BNI tersebut dicatatkan di Bursa Efek Jakarta pada 13 Agustus 2007. Namun, JP Morgan memiliki keterbatasan dalam menghadapi gejolak pasar saham yang tidak stabil saat ini.

Aksi JP Morgan itu tidak mampu menaikkan harga saham BBNI yang saat ini mempunyai kecenderungan terus menurun. Lagi pula ‘peluru’ yang dimilikinya memang sangat terbatas. “JP Morgan hanya berusaha menahan supaya harga saham Bank BNI tidak terpuruk lebih dalam lagi,” jelas Andi.

Saham BBNI pertama kali dicatatkan di lantai bursa pada November 1996. Saat itu, pemerintah menjual 25% kepemilikannya kepada publik. Namun akibat dampak krisis ekonomi, BNI menjadi salah satu bank yang direkapitalisasi sehingga kepemilikan pemerintah menjadi lebih dari 99%. Dengan selesainya program SPO kali ini, kepemilikan Pemerintah di BNI menjadi 72,35% dan kepemilikan publik meningkat menjadi 26,65%. (c114/ari/rad/jjr)

Privatisasi Superholding

www.majalahtrust.com

MENYUSUL berita tentang rencana penjualan saham 15 BUMN di tahun 2008, pekan lalu, Meneg BUMN Sofyan Djalil memutuskan untuk melanjutkan privatisasi dalam skala yang lebih besar. Katanya, ia punya gagasan untuk mendirikan superholding, induk BUMN yang memayungi ratusan unit bisnis. Gagasan ini muncul setelah ia melakukan studi banding ke KFW Jerman, Temasek Singapura, dan Khasanah Malaysia.

Gagasan itu memang baru wacana di atas kertas. Namun, bukan tak mungkin superholding yang digagas oleh Sofyan adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan BUMN. Sebab, harus diakui, banyak sisi positifnya jika BUMN-BUMN dikelompokkan ke dalam holding. Pertama, memungkinkan terjadinya peningkatan nilai pasar BUMN. Kedua, dapat meningkatkan kompetitif karena menjadi lebih fokus dan skala usaha yang lebih ekonomis. Posisi tawar-menawar BUMN pun menjadi lebih tinggi.

Dengan posisi seperti itu, diharapkan uang yang diperoleh dari privatisasi menjadi lebih besar dibandingkan dijual satu per satu. Dalam lima tahun ke depan, hasil privatisasi melalui pengelompokan holding BUMN ini diperkirakan mencapai Rp 700 triliun lebih. Pada saat itu, kepemilikan pemerintah di induk perusahaan tinggal 26%, sedangkan di anak perusahaan sekitar 51%. Jika saat itu nilai perusahaan diperkirakan mencapai Rp 1.600 triliun, maka kepemilikan pemerintah di BUMN masih Rp 816 triliun.
Di saat keuangan negara sedang cekak, memang paling enak menjual BUMN yang terus merugi. Duit masuk, beban berkurang. Jika BUMN-BUMN itu tidak segera diprivatisasi, kerugian yang berlarut-larut akan menguras kekayaan negara. Betul, tidak semua BUMN merugi, apalagi sampai kronis. Dan masalah utama BUMN bukan masalah merugi. Kerugian hanyalah puncak gunung es. Masalah utamanya adalah inefisiensi yang pada BUMN umumnya demikian rendah sehingga tampak dalam kerugian.

Tapi, bila masalahnya efisiensi, mengapa BUMN harus diprivatisasi? Mengapa jalan keluarnya bukan peningkatan manajemen? Untuk menjawabnya, tentu kita perlu meneliti penyebab inefisiensi ini. Banyak yang mengatakan hal itu dikarenakan tingginya penyelewengan di BUMN, mismanajemen, dan favoritisme. Memang, dalam BUMN-BUMN tertentu, efisiensi tetap rendah walaupun ketiga hal tersebut tidak terjadi.

Penyebab lain adalah kaburnya misi perusahaan. BUMN yang berfungsi sebagai revenue center bagi pemerintah, sering juga dibebani tugas-tugas sosial. Para manajer BUMN di sini sering dihadapkan pada masalah yang cukup sulit. Di satu sisi, mereka harus mengusahakan efisiensi produksi untuk menghadapi dinamisme pasar. Di sisi lain, mereka harus menginternalisasikan masalah-masalah besar dari luar. Pengangguran, misalnya.

Privatisasi merupakan jalan yang paling banyak dianjurkan para ahli untuk meningkatkan efisiensi BUMN. Tapi, bagi Indonesia, pemecahan masalah ini tidak mudah dilaksanakan. Kita belum mempunyai pasar modal yang mampu menyerap saham BUMN dalam jumlah besar. Penjualan BUMN pada kekuatan-kekuatan ekonomi terbatas atau perusahaan multinasional juga dapat menimbulkan masalah lain. Karena itu, ide privatisasi BUMN dalam bentuk superholding dianggap jalan yang pas.

Tentu saja, hal itu tak dapat diberlakukan pada semua BUMN. Jadi, langkah pertama adalah memisahkan antara BUMN yang revenue center dan yang bukan. Yang disebut terakhir adalah BUMN yang punya fungsi sosial dan politik. Kedua, perlu pemisahan antara birokrat pengelola dan manajer. Para birokrat hanya menentukan tujuan perusahaan yang jelas dan mudah diukur, yang berfungsi sebagai tolok pengukuran prestasi manajer.
Bagaimana jika BUMN yang revenue center tetap merugi, walaupun langkah-langkah di atas sudah dilaksanakan? Karena BUMN-BUMN itu sudah diprivatisasi, maka hal itu sama dengan masalah perusahaan swasta. Di sini baru diperlukan pemecahan manajemen dan kesempatan pasar. Maksudnya, seperti di perusahaan-perusahaan swasta, bila sudah tetap dianggap tidak layak, maka jawabannya adalah tutup.

Target Privatisasi dan Penciutan BUMN

Oleh Mandala Harefa

Pemerintah akan memasukkan seluruh penerimaan privatisasi/divestasi enam perusahaan ke dalam APBN 2007 menjadi penerimaan negara. Padahal, di enam perusahaan "plat merah" itu pemerintah hanya memiliki saham minoritas. Kendati sektor yang menjadi bidang usaha enam perusahaan itu saat ini tergolong kompetitif. (Harian Suara Karya, Senin, 26 Februari 2007).

Enam perusahaan itu adalah PT Jakarta Internasional Hotel Development (JIHD) sebesar 1,33 persen, PT Atmindo 36,6 persen, PT Intirub 9,99 persen, PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) 5 persen, PT Kertas Blabak 0,84 persen, dan PT Kertas Basuki Rahmat 0,38 persen. Sesungguhnya perusahaan-perusahaan itu sangat lumrah untuk dilego.

Namun, jika melihat lima perusahaan lainnya melalui strategic sale atau divestasi dan privatisasi terhadap sembilan BUMN yang kepemilikan sahamnya oleh pemerintah mayoritas, yaitu Jasa Marga, BNI, Wijaya Karya, PNM, Garuda Indonesia, Merpati Nusantara, PT Industri Soda Indonesia, PT Industri Gelas, dan PT Cambrics Primisima, tentunya pemerintah perlu melakukan kajian.

Tentang pelepasan 100 persen saham pemerintah di PT Industri Soda dan seluruh saham di PT Industri Gelas sebesar 63,82 persen dan 52,7 persen saham pemerintah di PT Cambrics Primisima ditujukan seluruhnya untuk memenuhi target APBN 2007, adalah sangat tepat. Mengingat sektor tersebut bukanlah produk yang strategis.
Dengan adanya target privatisasi BUMN, ditambah Rp 1 triliun dalam APBN-P, maka target penerimaan tahun ini menjadi Rp 4,3 triliun. Ini tentunya cukup memusingkan. Hal ini juga merupakan buah dari kegagalan pemerintah pada 2006, target investasi yang ditetapkan sebesar Rp 3,3 triliun, namun hanya tercapai Rp 2,1 triliun.
Pemerintah juga akan melepas kepemilikan saham di Jasa Marga yang saat ini 100 persen, sebesar maksimal 49 persen dan dananya akan digunakan untuk memperkuat struktur modal dan pembiayaan investasi. Demikian juga saham pemerintah di BNI, saat ini 99,12 persen dan setelah privatisasi kepemilikan pemerintah minimal 51 persen. Hasilnya akan digunakan untuk meningkatkan struktur permodalan dan memperbaiki landing capacity serta memenuhi target APBN.

Kesimpulannya, pemerintah melakukan privatisasi dan penciutan melalui penjualan BUMN dengan tujuan untuk menutup defisit APBN, selain menutup kerugian perusahaan. Padahal seharusnya dalam konteks di atas, saat inilah momentum yang tepat membenahi badan-badan usaha milik negara (BUMN). Sepatutnya hal itu dikaitkan dengan upaya pemberdayaan sektor publik bagi kesejahteraan masyarakat, dengan membuka lapangan kerja.

Upaya yang dilakukan pemerintah seharusnya tidak sekadar memenuhi target jangka pendek, tetapi benar-benar berani untuk melakukan langkah-langkah yang cepat, berani dan terencana. Namun, bisa dimaklumi bila pemerintah terkesan mau ambil gampangnya saja, seperti menjual BUMN yang tak menguntungkan dan sibuk mengutak-atik keberadaan BUMN yang gemuk saja. Hal ini karena sejumlah prasyarat yang diperlukan (necessary conditions) untuk mewujudkan perbaikan di sektor publik dalam waktu yang cepat agaknya teramat sulit untuk dihadirkan, dalam kondisi perpolitikan dan problematika kenegaraan dewasa ini.

Selain untuk mencapai syarat, hal yang tak kalah penting adalah memperhatikan economies of scale yang pada akhirnya bisa menurunkan biaya rata-rata jangka panjang (long-run average cost). Sehingga menghasilkan peningkatan daya saing, terutama untuk BUMN Garuda dan Merpati. Seharusnya dengan BUMN transportasi udara yang asetnya bergerak akan memberikan ruang gerak yang cukup leluasa bagi perusahaan untuk menekan biaya tetap (fixed cost).

Tugas Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah menyelesaikan pengkajian mendalam (due diligence) seluruh kelompok perusahaan negara (BUMN). Kebijakan pemerintah secara bertahap akan mengurangi jumlah BUMN (rightsizing) haruslah terukur, bukan karena tujuan-tujuan jangka pendek.
Apalagi pada tahun ini, jumlah BUMN akan diciutkan menjadi 102 perusahaan dari sebelumnya 139 perusahaan. Selanjutnya, pada 2008, jumlah BUMN akan dikurangi lagi menjadi 87 perusahaan. Penciutan jumlah BUMN akan terus dilakukan hingga akhir 2015. Pada 2015, jumlah BUMN hanya tinggal 25 perusahaan.
Dengan penciutan itu, pemerintah tidak saja harus memetakan BUMN yang ada, namun melihat eksternalitas suatu BUMN. Nilai strategisnya berdasarkan putusan ekonomi yang menguntungkan bagi masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian yang mendalam masing-masing BUMN dalam penataannya ke dalam bentuk perusahaan induk (holding), diprivatisasi dan didivestasi, dibiarkan tetap berdiri sendiri (stand alone, serta dilikuidasi atau digabung (merger).

Selain kajian internal Kementerian BUMN, harus ada kerja sama dengan menteri teknis dan Menteri Keuangan. Namun yang menjadi pertanyaan, perlu-tidaknya intervensi dengan DPR. Sebab, jika terjadi perubahan kepemilikan harus dikonsultasikan dengan anggota DPR, tentunya akan mengubah arah privatisasi. Parlemen hendaknya cukup mendukung secara legal melalui sebuah UU Privatisasi BUMN.
Program penciutan BUMN membutuhkan proses yang akuntabel sesuai dengan Undang-Undang Pasar Modal. Tujuannya agar tidak terjadi distorsi terhadap saham dari masing-masing BUMN. Nah, bila pembahasan itu terlalu banyak campur tangan dari para politikus, dikhawatirkan akan terjadi pembiasan tujuan suatu kebijakan.***

Penulis adalah periset di DPR-RI

IPO Jasa Marga Tetap September 2007

15/08/2007 15:13:14 WIB

JAKARTA, investorindonesia.com
Penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) PT Jasa Marga (Persero) ditetapkan sesuai jadwal yakni pada September tahun ini meski kondisi pasar dinilai belum kondusif.

"Jasa Marga tetap on schedule sesuai rencana awal," kata Sekretaris Kementerian Negara BUMN, Muhammad Said Didu di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan, selain Jasa Marga, semua BUMN yang direncanakan untuk privatisasi tetap dilaksanakan sesuai jadwal semula termasuk PT Wijaya Karya (Wika) pada kuartal keempat 2007. "Semuanya on schedule, semuanya jalan seperti rencana semula," kata Said.

Menurut dia, meskipun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta (BEJ) kembali turun, semua rencana privatisasi tetap akan dijalankan dan belum ada perubahan apapun.

Untuk underwriter IPO Jasa Marga ditetapkan joint lead antara dua konsorsium, yaitu PT Bahana Secirities dengan PT Danareksa Sekuritas yang keduanya beranggotakan Credit Suiss, City Group, Duetche Bank, Mandiri Sekuritas, dan UBS. (ant/gor)

Penghuni Kolong Jalan Layang Disediakan Rusunawa

15/08/2007 23:51:08 WIB

JAKARTA, Investor Daily
Pemerintah akan menyediakan rumah susun sederhana sewa (rusuna) bagi penghuni kolong jalan layang sebagai upaya untuk memindahkan mereka dari tempat yang memang semestinya tidak difungsikan sebagai hunian.

"Ada dua lokasi yang kami siapkan yakni tiga twin blocks di Parung Panjang dan enam twin blocks di Marunda. Setiap twin blocks bisa menampung 96 kepala keluarga (KK) sehingga total sekitar 864 KK," kata Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto di Jakarta, Selasa (14/8).

Menteri PU menjelaskan hal tersebut kepada pengurus baru Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) sebelum melaksanakan kunjungan ke lokasi bekas terbakarnya di bawah Jalan Layang Interchange, Pluit, Jakarta Utara.

Angka 864 KK tersebut, menurut Menteri PU, belum mencukupi untuk memindahkan seluruh penghuni kolong jalan layang tol, namun Departemen PU masih memiliki anggaran yang cukup untuk membangun rusunawa sepanjang lahan disediakan Pemprov DKI Jakarta.

Saat ini, jelas Djoko, Puslitbang Jalan Departemen PU telah memasang papan peringatan di kolong jalan layang sebagai daerah berbahaya untuk ditinggali. "Semoga papan peringatannya masih ada dan tidak dirobohkan warga," ujar dia.

Sementara itu, menurut Ketua Umum LPJKN Malkan Amin yang ditemui di lokasi bekas kebakaran, seharusnya di lokasi tersebut tidak lagi ada hunian tetapi di lapangan masih ditemukan masyarakat yang bertahan.

Dia menjelaskan ambruknya jalan layang tol tidak berlangsung perlahan-lahan dan biasanya mendadak patah sehingga korban di bawah biasanya tidak akan sempat menyelamatkan diri.

Malkan meminta Pemerintah agar dapat bersikap tegas terhadap masyarakat yang tinggal di kolong jalan layang tol. "Kan sudah ada aturannya jadi tinggal penegakan hukumnya," ujar dia.

Malkan mengatakan, memang ada porsinya sendiri mengenai kewenangan pusat dan daerah. Tetapi untuk jalan tol sudah jelas siapa yang harus bertanggung jawab agar tidak ada hunian di kolong tol.

Menurut Malkan, rehabilitasi terhadap jalan tol yang terbakar tersebut menjadi beban PTB CMNP dan Pemprov DKI Jakarta. Biaya untuk itu diperkirakan mencapai Rp 50 miliar untuk pembongkarannya.

"Tetapi masalahnya tidak sampai di situ. Akibat pembongkaran akan membuat lalu-lintas mengalami kemacetan termasuk angkutan barang yang mengakibatkan kerugian ekonomi," ujar dia.

Dia memperkirakan, dampak tidak langsung dari peristiwa kebakaran tersebut bisa mencapai kerugian ratusan miliar apalagi perbaikan tersebut dapat memakan waktu berbulan-bulan.

Malkan meminta agar tim yang memeriksa kelayakan jalan dapat menerbitkan rekomendasi yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga jalan tersebut tetap aman untuk dilalui. (nas)

Jasa Marga isyaratkan harga nominal Rp500 per saham

Rabu, 15/08/2007

JAKARTA: PT Jasa Marga mengisyaratkan akan menetapkan nilai nominal sahamnya pada level Rp500 per saham dalam rangka pelepasan saham perusahaan itu ke publik? untuk meraup dana sekitar Rp3 triliun.

Seorang eksekutif yang terlibat dalam transaksi ini mengatakan penetapan nilai nominal sebesar Rp500 per saham disesuaikan dengan permintaan Kementerian BUMN.

"Kalau soal target pelepasan saham Jasa Marga tetap berkisar antara Rp2,5 triliun sampai Rp3 triliun. Jumlah saham Jasa Marga yang dilepas maksimal mencerminkan 30% dari total kepemilikan di perusahaan itu," ujarnya,? kemarin.

Namun, dia belum memastikan kisaran harga yang akan ditawarkan kepada investor mengingat prosesnya sedang berlangsung.

"Yang jelas roadshow direncanakan berlangsung mulai pertengahan September ke beberapa pusat keuangan dunia seperti Singapura, Hong Kong, London, Edinburgh dan Boston. Kami perkirakan pada Oktober harga sudah bisa ditetapkan dan proses privatisasi sudah bisa dituntaskan."

Menneg BUMN Sofyan A. Djalil mengatakan? privatisasi Jasa Marga terus berjalan pada tahun ini meskipun kondisi pasar sedang mengalami tekanan.

"Target penjualan Jasa Marga tetap tidak ada yang berubah."

Dia memastikan komitmennya untuk menggelar penjualan saham Jasa Marga ke pasar modal pada tahun ini.

Jasa Marga pada tahun depan mengalokasikan belanja modal sebesar Rp1 triliun untuk memulai sejumlah proyek jalan tol.

Struktur modal

Dirut Jasa Marga Frans Satyaki Sunito pada pekan lalu mengatakan semakin kuatnya struktur modal perseroan memungkinkan bagi BUMN jalan tol tersebut untuk mencari pendanaan eksternal.

"Rasio utang terhadap modal yang melemah bisa dimanfaatkan perseroan untuk mencari pendanaan dari luar."

Jasa Marga telah menunjuk Scaden Arps, Slate, Meagher & Floam LLP sebagai konsultan hukum internasional penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) perseroan.

Dengan penunjukan itu, berarti proses dokumentasi seperti pembuatan offering circular, media untuk menawarkan saham Jasa Marga kepada investor asing, dapat segera dilaksanakan. Scaden bersaing dengan White & Case LLP dan Paul Hastings.

Privatisasi Jasa Marga telah mendapatkan persetujuan dari Komisi XI DPR melalui surat No. KD.01/3406/DPR RI/2007.

Laba bersih perseroan tahun ini diperkirakan mencapai Rp249,24 miliar dan Rp582,05 miliar pada tahun depan. Pada 2009, laba bersih BUMN itu Rp887,43 miliar, pada 2010 Rp739,70 miliar.

EBITDA perseroan tahun ini diperkirakan tumbuh 20%-25% dibandingkan tahun lalu Rp820 miliar, sedangkan pendapatan usaha 2007 diprediksi naik mencapai Rp2,6 triliun dari tahun lalu Rp2,3 triliun.

Pendapatan usaha perseroan diproyeksikan tumbuh rata-rata sebesar 21% dan laba usaha diperkirakan tumbuh 32%.

Sedangkan total aset perseroan diperkirakan tumbuh dari Rp11,4 triliun menjadi Rp25,9 triliun pada 2011 dengan tumbuh rata-rata sebesar 20% per tahun. (munir.haikal@bisnis.co.id)

Oleh M. Munir Haikal
Bisnis Indonesia

Rabu, 15 Agustus 2007

Perdagangan Saham BEJ Kembali Tertekan Krisis Subprime Mortgage

15/08/2007 11:42:56 WIB
JAKARTA, investorindonesia.com
Harga saham-saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ), Rabu, kembali mengalami koreksi karena berlanjutnya tekanan bursa Wall Street dan regional akibat meluasnya dampak krisis subprime mortgage di dunia.

"Dampak krisis subprime telah merambah hingga ke Australia, ditambah di AS sendiri sekitar 16 bank, sehingga tekanan terhadap pasar saham terus berlanjut," kata Analis Riset PT Reliance Sekuritas Muhammad Karim, di Jakarta, seperti dilansir Antara.

Kondisi ini telah membuat 182 dari 396 efek yang tercatat di BEJ mengalami penurunan di awal perdagangan, sementara yang naik hanya lima saham, sembilan tidak bergerak harganya dan 197 saham tidak diperdagangkan.

Banyaknya saham yang mengalami koreksi ini telah membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 89,112 poin atau 4,11% menjadi 2.079,526 pada satu jam pertama perdagangan. Sedangkan indeks LQ45 kelompok 45 saham unggulan juga mengalami koreksi 19,311 poin atau 4,28% ke posisi 432,133.

Menurut dia, situasi bursa global masih menjadi acuan pelaku saham dalam melakukan transaksi saham, sehingga indeks mengalami koreksi searah dengan bursa AS dan regional.

Anjloknya bursa Wall Street dengan Indeks Dow Jones Industrial Average yang kehilangan 207,61 poin atau turun 1,57% menjadi 13.028,92 tadi malam diikuti oleh sebagian besar bursa regional.

Kondisi bursa AS ini telah membuat Bursa Efek Tokyo (TSE) dengan indeks Nikkei-225 juga mengalami kemerosotan 267,22 poin menjadi 16.577,39 pada istirahat makan siang dan Bursa Hongkong dengan indeks Hang Seng terkoreksi 500,15 poin menjadi 21.507,16 di awal perdagangan.

Kondisi inilah yang menjadi penekan indeks di awal perdagangan Rabu ini telah membuat hampir semua saham yang ditransaksikan mengalami penurunan.

Penurunan indeks dipimpin anjloknya saham-saham unggulan, seperti Telkom (TLKM) jatuh Rp 350 menjadi Rp 10.500, Perusahaan Gas Negara (PGAS) tertekan Rp 300 ke posisi Rp 9.950, Bank BNI (BBNI) terus melorot Rp 75 ke level Rp 1.810, Antam (ANTM) merosot Rp 175 ke harga Rp 2.250, Astra Internasional (ASII) terjun Rp 650 ke Rp 16.350, dan Bank Mandiri (BMRI) turun Rp 125 menjadi Rp 3.025. (*)

WTO: Ketidakpastian Pasar Berarti Pelemahan Pertumbuhan Ekonomi Global

15/08/2007 11:30:19 WIB
JENEWA, investorindonesia.com
Organisasi Dagang Dunia (WTO) memperingatkan bahwa dunia menghadapi sebuah pelambatan ekonomi pada 2008 karena kekacauan di pasar properti yang dipicu oleh krisis subprime mortgages AS.

Masalah skala besar dari kegagalan di AS, itu telah mengirimkan pasar global meluncur, menciptakan instabilitas pasar yang sudah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global, kata WTO dalam laporan tahunannya yang dirilis Selasa.

"Risiko dalam keuangan pasar properti dan ketidakseimbangan perdagangan yang besar dalam barang dan jasa berarti meningkatkan ketidakpastian pada 2007 dan menaikkan prospek dari pelemahan ekonomi dan ekspansi perdagangan dalam tahun-tahun mendatang," kata pernyataan tersebut.

Perkiraan pertumbuhan 3% pada 2007 berisiko memperlabat pertumbuhan perdagangan barang dagangan.

Ketua WTO Pascal Lamy mengingatkan 151 negara anggotanta untuk "mengirimkan lebih banyak pesan dari kepercayaan yang diperlukan kepada pemerintah, agen ekonomi dan publik" dan menyimpulkan pembicaraan perdagangan putaran Doha untuk liberalisasi perdagangan antara negara-negara maju dan berkembang. (ant/DPA)

Selasa, 14 Agustus 2007

Divestasi BNI untuk siapa?

Selasa, 14/08/2007 09:51 WIB

Be wise and positive on BNI news. However, it's about Rp8,1 trillion and near due date. Don't ruin the situation. Let's help our government!

Itu isi pesan singkat (SMS) yang dilayangkan seorang teman ketika Bisnis mencoba mengkritisi murahnya harga divestasi 3,95 miliar saham PT Bank Negara Indonesia Tbk.

Tanpa kritik itu, sebenarnya semua orang juga mengetahui kalau saham BNI diobral murah karena dijual pada harga terendah, Rp2.050, dari kisaran harga yang ditetapkan semula Rp2.050-Rp2.700 per saham.

Kondisi bursa saham global yang terpuruk dianggap sebagai biang kerok rendahnya harga divestasi itu oleh Meneg BUMN Sofyan Djalil dan penjamin pelaksana emisi PT Bahana Securities, dan dibantu JP Morgan Securities.

Lalu dengan kondisi bursa saham yang terganggu, apakah negara Indonesia tidak layak mendapatkan hasil divestasi saham BNI dengan harga yang lebih optimal? Selain kondisi bursa saham yang lagi jelek, kisaran harga saham BNI dinilai terlalu lebar dengan batas atas yang terlalu tinggi Rp2.700 per saham.

Entah atas dasar pertimbangan apa pemerintah dan penjamin emisi memutuskan kisaran harga tersebut, tetapi batas atas itu harganya tak jauh berbeda dengan harga saham BNI di pasar. Padahal, Bahana Securities dan Sofyan Djalil sepakat menyatakan harga pasar BNI tidak mencerminkan fundamental yang sesungguhnya. Pada saat harga penawaran BNI diumumkan ke publik pada 16 Juli, harga pasar saham bank BUMN itu mencapai Rp2.562 per saham.

"Kalau harga pasar saham BNI diyakini tidak mencerminkan fundamental yang sesungguhnya, kenapa batas atas harga divestasi mendekati harga pasar saat itu [yang dianggap tidak mencerminkan fundamental yang sesungguhnya]?" tutur satu analis saham bank.

Setelah pengumuman kisaran harga divestasi tersebut, harga saham BNI di pasar terus mendaki secara bertahap hingga mencapai puncaknya pada 25 Juli. Harga pasar saham BNI pertama kali melonjak mendekati Rp2.000 ketika ditutup pada 9 April dari level penutupan sebelumnya Rp1.744.

Padahal, menurut riset Danareksa Sekuritas yang dirilis 4 Juli, dengan asumsi menggunakan model pertumbuhan Gordon, estimasi valuasi wajar harga saham BNI tahun ini di kisaran Rp2.020-Rp2.315 per saham, mencerminkan 1,68-1,47 kali price to book value (PBV) dan 14,9 kali PBV.

Lonjakan harga pasar saham BNI menjelang divestasi seperti golok bermata dua. Di satu sisi, harga pasar yang lebih tinggi dibandingkan harga divestasi menjadi pemanis bagi pemodal untuk membeli saham BNI pada harga divestasi karena mereka berpeluang mendapatkan gain besar, asalkan harga pasar itu bisa dipertahankan sedemikian rupa lebih tinggi dari harga divestasi.

Di sisi lain, harga pasar bisa menjadi pemicu kegagalan divestasi saham BNI jika jatuh di bawah harga divestasi karena pemodal tidak tertarik lagi membeli saham divestasi karena tidak mendapat gain.

"Buat apa membeli saham BNI pada harga divestasi [Rp2.050] kalau harga pasarnya sudah jatuh di bawah level itu," tutur analis itu.

Apalagi, dengan jeda waktu yang lama antara penetapan harga final dan penyelesaian transaksi membuka celah bagi pemodal untuk melepas saham BNI yang dibeli pada harga divestasi ke pasar dengan volume besar karena harga pasar masih sedikit lebih tinggi.

Kondisi itulah yang terjadi dengan saham BNI saat ini. Makanya, penjamin emisi dan pemerintah, dan manajemen BNI buru-buru meminta Bursa Efek Jakarta menghentikan sementara (suspend) saham BNI mulai sesi pertama perdagangan 8 Agustus-10 Agustus karena khawatir terjadi short selling.

Pemerintah, penjamin emisi, dan BNI khawatir harga pasar saham BNI terus merosot hingga di bawah level Rp2.050 pasca-rights issue akibat tekanan jual bervolume besar yang berharap mendapatkan sedikit gain.

Pemerintah Indonesia mempunyai kesempatan menunda pelaksanaan divestasi BNI atau memangkas jumlah saham yang dijual. Toh, Sofyan Djalil masih memiliki waktu lima bulan untuk menutup target privatisasi Rp4,7 triliun.

Saat jumpa pers pengumuman harga divestasi BNI, Komisaris Utama Bahana Securities Ito Warsito menegaskan pemerintah tidak dapat menunda divestasi BNI karena terikat pemenuhan setoran APBN.

Salah satu pejabat di Kementerian BUMN berpendapat lain. Kalau divestasi BNI ditunda, citra pemerintah akan berkurang di mata investor karena hampir tiga tahun privatisasi BUMN absen di pasar internasional. "Kalau privatisasi BNI ini [pertama setelah lama beku dan pertama bagi Sofyan Djalil] ditunda, citra pemerintah akan jelek," tuturnya.

Mungkin pendapat itu ada benarnya. Tetapi, satu bankir investasi asing menambahkan porsi saham divestasi BNI sebenarnya bisa dipangkas, misalnya 20% saham dilepas melalui penawaran umum kedua dan selebihnya dijual melalui penjualan langsung ke pasar seperti placement saham Perusahaan Gas Negara.

Langkah itu, selain menghindari kondisi bursa saham yang jelek akibat krisis pasar subprime mortgage (sekuritisasi kredit pemilikan rumah berkualitas rendah) di AS, juga dapat mengoptimalkan hasil divestasi dan setoran privatisasi.

Meskipun bertujuan mengoptimalkan setoran privatisasi, langkah itu juga berisiko apabila krisis pasar saham global berkepanjangan.

Di sinilah kemampuan penjamin emisi BNI untuk menjual dan menentukan waktu yang tepat masuk pasar sedang diuji, apalagi fee penjamin emisi di kisaran Rp184 miliar-Rp200 miliar.

Namun, Dirut BNI Sigit Pramono berpendapat lain. "Kalau divestasinya ditunda, calon investor itu harus dihubungi lagi ketika BNI dilepas lagi."

Kalau jumlah sahamnya dikurangi, tuturnya, berarti jumlah pemesanan dari investor juga berubah.

Setelah melalui masa penawaran, 3,47 miliar saham BNI kemarin mulai masuk ke pasar. Namun, seperti diduga sebelumnya, harga saham BNI langsung anjlok ke level Rp1.975, turun Rp75 dari harga divestasi.

Padahal, pencatatan perdana saham BNI kemarin ditunggu banyak pihak. Tak hanya manajemen BNI dan pemerintah, tetapi pemodal, termasuk sejumlah wartawan yang mendapat alokasi untuk membeli saham BNI dalam program divestasi, berharap memetik gain di hari pertama pencatatan. Sayangnya, menjelang penutupan, harga saham BNI tak kembali ke Rp2.050 dan hanya bertengger di Rp2.000.

Reputasi JP Morgan

Tak hanya pemodal yang khawatir harganya turun lagi, reputasi JP Morgan, yang ditunjuk pemerintah sebagai agen stabilisator harga saham BNI di pasar dalam 30 hari ke depan, juga dipertaruhkan. Kalau harga saham BNI hari ini ditutup belum kembali ke Rp2.050, pemodal tentu kurang gembira karena mereka berharap gain.

Ikhsan Binarto, analis saham PT Optima Investama, mengatakan penurunan harga saham BNI sudah bisa diprediksi sebelumnya.

"Selain kondisi pasar global yang kurang kondusif, pemodal tidak yakin dengan BNI setelah melihat pemerintah yang melepas saham bank itu dengan harga diskon. Apalagi, porsi institusi asing hanya sedikit [29,10%]. Kondisi itu mengurangi kepercayaan pemodal lokal," tuturnya.

Investor yang menjual saham BNI kemarin karena khawatir harga sahamnya anjlok lagi. Seharusnya, ujar Ikhsan, stabilisator saham BNI menarik ke atas dulu untuk meningkatkan kepercayaan pemodal.

Bahkan, dia memprediksi harga saham BNI sulit naik ke level Rp2.300 karena volume saham yang keluar ke pasar terlalu besar, sehingga dibutuhkan dana banyak.

Satrio Utomo, Head of Research PT Recapital Securities Indonesia, mengatakan penurunan harga saham BNI kemarin karena investor terlalu banyak membeli saham BNI dan kini mereka butuh dana, sehingga keluar dari pasar. Namun, kondisi ini diperkirakan hanya berlangsung dua hingga tiga hari.

Potensi kenaikannya cukup besar karena harga divestasi mencerminkan price to book value (PBV) yang rendah 1,8 kali. Padahal, rata-rata PBV saham bank 2,9 kali dan PBV saham Bank Mandiri 2,4 kali.

Di mata pemodal, harga penawaran kedua BNI yang murah ini, tentu berpotensi memberikan gain besar. Baik bagi investor, belum tentu bagi buat Pemerintah Indonesia.

Gara-gara harga divestasi BNI yang murah, setoran target privatisasi Rp4,7 triliun gagal dicapai.

Sofyan Djalil justru mengatakan diskon harga saham BNI itu lebih baik bagi investor. Bukankan Meneg BUMN merupakan wakil dari penjual yang lazimnya menginginkan harga yang lebih tinggi? Kalau bukan untuk negara, lalu divestasi BNI untuk siapa lagi?

Wisnu Wijaya
Wartawan Bisnis Indonesia
(wisnu.wijaya@bisnis.co.id)

Pendapatan BUMN 2007 lampaui target

Selasa, 14/08/2007 09:44 WIB

JAKARTA (Antara): Pendapatan perusahaan BUMN terutama perbankan dan pertambangan serta BUMN yang semula merugi, pada 2007 dipastikan melampaui target yang ditetapkan sebelumnya.

"Saya yakin pendapatan sebelum pajak BUMN sebesar Rp88 triliun akan tercapai," kata Sekretaris Kementerian Negara BUMN Muhammad Said Didu di Jakarta hari ini.

Ia mengatakan, khusus untuk BUMN perbankan menunjukan bahwa semua bank BUMN memiliki indikator perbankan yang positif. Di mana semua bank BUMN dipastikan mampu melampaui kenaikan target pendapatan sebesar 22,5% berarti pendapatan sebelum pajak sebesar Rp88 triliun.

"Semua bank BUMN mampu lampaui target 22,5%," katanya.

Selain BUMNB perbankan, BUMN pertambangan juga dipastikan mengalami pertumbuhan yang amat baik sehingga dimungkinkan untuk meraih pendapatan yang jauh melampaui target.

"Bahkan perusahaan BUMN yang rugi juga sudah jauh berkurang. Contohnya Garuda sekarang mampu mencapai laba sebesar Rp148 miliar," katanya.

Sedangkan BUMN perkebunan juga diperkirakan mengalami hal serupa pada kurun semester kedua 2007. Pendapatan sebelum pajak perusahaan BUMN untuk 2008 ditingkatkan menjadi Rp100 triliun.

oleh : Djony Edward

www.bisnis.com

Minggu, 12 Agustus 2007

Karena Kebakaran, Kekuatan Konstruksi Tol Pluit Turun 25%

10/08/2007 17:07:12 WIB

JAKARTA, investorindonesia.com
Puslitbang Jalan Departemen PU menyebutkan konstruksi interchange Pluit akibat kebakaran yang ditimbulkan rumah liar di kolong jalan tol pada Selasa (7/8) mengalami penurunan sampai 25% berdasarkan pengamatan kasat mata (visual).

"Sementara ini baru pengamatan visual saja. Perkiraan saya ada penurunan kekuatan sampai 25%," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen PU, Hendrianto Notosoegondo di Jakarta, Jumat.

Menurutnya, rekomendasi untuk membongkar konstruksi tol interchange Pluit sangat bergantung kepada hasil penelitian yang menggunakan peralatan yang didatangkan dari Bandung.

"Butuh waktu paling cepat 45 hari untuk melakukan pemeriksaan dengan menggunakan peralatan yang akan dimulai besok (Sabtu, 11/8). serta menambah tenaga peneliti dari dua orang menjadi sepuluh orang," kata Hendrianto.

Dia memperkirakan untuk memperbaiki konstruksi jembatan apabila harus dibongkar seluruhnya sepanjang 150 meter (bagian yang terkena api) dibutuhkan waktu sampai empat bulan sehingga selama itu ruas harus ditutup.

Rekomendasi yang diberikan kepada PT Citra Marga Nushapala Persada (CMNP) selaku operator tol Ir Sedyatmo agar jangan sampai terjadi penumpukan kendaraan pada ruas tersebut.

Hendrianto juga menyampaikan agar kendaraan berat tidak melewati bagian tersebut dan dialihkan ke jalan lain. "Memang akan menimbulkan kemacetan tetapi ini untuk menghindari kecelakaan," ujarnya. (ant/gor)

Jumat, 10 Agustus 2007

Keamanan di tol terlalu longgar

Kejadian Selasa lalu, benar-benar mengesalkan bagi pengguna jalan. Betapa tidak. Gara-gara kebakaran di kolong jalan layang tol di kawasan Jembatan Tiga, seluruh jaringan jalan tol di Jakarta dan sekitarnya macet total, bahkan sampai pukul 21:00 WIB.

Kebakaran? Bagaimana bisa terjadi kebakaran? Aneh juga. Bukankah kolong jalan tol adalah ruang kosong yang tidak boleh ada sesuatu pun yang bisa terbakar di sana?

Jadi apa rupanya yang terbakar di sana, sampai bisa membuat macet seluruh Ibu Kota dan sekitarnya?

Oalah...tak tahunya yang terbakar di sana adalah 300 gubuk liar? yang berjejalan di sepanjang kolong tol Jembatan Tiga itu. Aneh juga, bahwa di kolong jembatan tol bisa diserobot orang untuk membangun gubuk liar.

Yang? harus dipertanyakan adalah kemampuan Bina Marga, PT Jasa Marga, PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP)? dan pengelola jalan tol lainnya untuk membebaskan daerah milik jalan (DMJ) atau right of way (ROW) dari penyerobotan lahan oleh pihak-pihak tertentu.

Penegakan hukum

Memang sih Departemen Pekerjaan Umum (PU) sudah memasang? papan-papan pengumuman di berbagai lahan sepanjang jalan tol yang rawan diserobot orang.

Papan itu berisi pengumuman bahwa tanah di kawasan tersebut milik negara dan warga dilarang membangun/memanfaatkannya. Tapi apalah artinya papan pengumuman, kalau tidak disertai dengan penegakan hukum.

Memang di beberapa tempat, berbagai instansi tersebut berhasil menertibkannya. Sebagai contoh, adalah di kolong jalan layang tol Slipi.

Tempat tersebut sempat dipergunakan oleh penduduk setempat sebagai 'gudang'? dari tempat usahanya yang berjualan hasil bongkaran bangunan tua/bekas. Instansi terkait sudah berhasil membersihkannya serta memberinya pagar, sehingga tidak diserobot? lagi.

Namun di tempat lainnya, bagaimana? Pada beberapa kolong jembatan tol, masih saja ada pihak-pihak yang berusaha memanfaatkannya.

Seharusnya Jasa Marga dan pengelola jalan tol lainnya, tidak hanya menjaga dan mengawasi situasi di atas jalan tol. Tapi aparat juga perlu mengawasi kawasan DMJ, termasuk di kolong tol tadi.

Tentu tak bisa dibayangkan, betapa kerugian yang diakibatkan oleh terjadinya kebakaran di Jembatan Tiga tersebut. Seluruh Jakarta macet, berapa juta liter bahan bakar yang terbuang percuma karena mesti berjalan berlambat-lambat. Bukankah? pengertian? jalan tol adalah jalan yang bebas hambatan?

Bebas hambatan, bukan berarti setiap orang bebas membuat hambatan di jalan tol. Tapi seharusnya bebas hambatan adalah jalan tol yang benar-benar tidak ada hambatan.

Tapi itulah. Agaknya logika bangsa kita sudah terbalik-balik. Jalan tol yang seharusnya tidak boleh ada hambatan itu, menjadi lahan untuk berdagang asongan, menjadi terminal bayangan dan entah apalagi.

Sebagai contoh, di tengah kemacetan jalan tol di Tomang, Cawang, dan sebagainya, berkeliaran pedagang asongan yang berjualan air minum, rokok, koran/majalah, ukiran kayu, mainan anak-anak, peralatan renang, dan sebagainya.

Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Hal itu bisa terjadi, hanya dan hanya bila aparat penegak hukum sangat longgar dalam menegakkan aturan di jalan tol.

Longgar? Ya, sangat, sangat longgar. Warganya melanggar dan aparatnya sangat longgar. Jadi pas sekali bukan?

Itu di Tomang.

Perlu akses tol

Bagaimana di pintu tol Kebon Jeruk? Ini lebih aneh lagi. Jasa Marga bahkan melembagakan pelanggaran itu. Jalan tol dijadikan terminal bayangan. Jasa Marga dengan sengaja membuat terminal bayangan di kiri kanan pintu tol itu.

Ini benar-benar aneh. Jasa Marga yang sangat tahu apa arti jalan tol, justru melanggar dengan membuat terminal bayangan.

Belasan tahun lalu, BUMN jalan tol itu selalu mengatakan ada pelanggaran pemanfaatan jalan tol oleh warga dan berusaha menertibkannya.

Tapi kini justru Jasa Marga yang melakukan pelanggaran. Tidak sepantasnya Jasa Marga dan pengelola jalan tol lainnya mengeruk keuntungan saja, tanpa memerhatikan aspek sosialnya kepada masyarakat.

Kalau Jasa Marga berniat membuat terminal-bukan terminal bayangan-seharusnya di tepi pintu tol Karang Tengah. Di kiri-kanan gerbang tol masih tersedia lahan yang cukup untuk membuat terminal.

Tapi apa yang dilakukan BUMN itu? Jasa Marga hanya membuat pintu pembayaran karcis tol, tanpa membuat akses keluar masuk tol. Karena itu, bisa dimaklumi bila sepanjang ruas tol Karang Tengah-Kebon Jeruk-Tomang selalu macet.

Apa sebabnya? Karena Jasa Marga tidak berusaha mendistribusikan kemacetan itu. Semuanya ditumpuk pada jalan sepanjang 7 km itu. Kalau dibuka akses tol (off-ramp dan in-ramp) di Karang Tengah, tentu kemacetan itu bisa didistribusikan, sehingga kemacetan itu tidak berlangsung lama.

Kalau di sana dibuat terminal? yang sebenarnya, tentu akan membuat kucuran rezeki (trickle down effect) bisa lebih luas.

Kembali ke soal kebakaran di Jembatan Tiga, Jasa Marga dan CMNP seharusnya selalu waspada dan selalu melakukan patroli bersama aparat terkait untuk mengontrol kawasan di atas dan di bawah jalan tol. Selama ini, meskipun sangat longgar, Jasa Marga dan pengelola jalan tol lainnya masih melakukan kontrol di atas jalan tol.

Tapi untuk di bawah jalan tol, saya rasa Jasa Marga dan instansi terkait sangat kecolongan. Bahwa ada lahan di kolong tol yang dimanfaatkan untuk perumahan kumuh adalah suatu kejanggalan.

Lebih janggal lagi, kalau Jasa Marga tidak menindaknya. Cara menindaknya pun jangan ditunggu sampai tumbuh ratusan rumah. Bahkan salah satu warga yang tinggal di sana mengaku sudah tinggal tujuh tahun di sana.

Seharusnya baru tumbuh satu, langsung ditindak. Begitu seterusnya.

Kalau dibiarkan sampai ratusan rumah, sama saja Jasa Marga mengundang kerusuhan massa. Yang lebih parah lagi, kalau perumahan kumuh itu terbakar seperti kejadian Selasa lalu, yang mengakibatkan jembatan tol retak-retak, sehingga harus ditutup, berapa kerugian yang diderita Jasa Marga untuk memperbaikinya?

Berapa kerugian Jasa Marga karena pemasukan tol berkurang? Berapa kerugian masyarakat karena biaya operasional kendaraan meningkat?

Hal itu semua berawal dari keteledoran. Jangan sampai ambruknya jembatan tol di Minneapolis, AS, pada 1 Agustus 2007 terjadi pula di Jembatan Tiga, Jakarta, meskipun penyebabnya berbeda. (agus. surono@bisnis.co.id)

www.bisnis.com
Oleh Agus S. Soerono