Selasa, 17 Juli 2007

Mempersiapkan Fokus Pemimpin Baru

Penulis : Paulus Bambang W.S.

Promosi jabatan secara formal mudah dilakukan. Hanya dengan selembar surat keputusan dari atasan yang berwenang pada perusahaan tertutup, atau melalui RUPS pada perusahaan terbuka, kursi jabatan baru sudah dapat diduduki. Semua itu lalu diikuti dengan perubahan kamar kerja, fasilitas mobil berikut sopir, sekretaris pribadi, dan berbagai fasilitas lainnya. Semua siap untuk mendukung sang bos baru beraksi sesuai posisinya.

Semua sarana dan prasarana mudah disiapkan. Namun, yang sering terlupa adalah mempersiapkan kesadaran dan pengertian akan tanggung jawab dan tanggung gugat di posisi baru. Banyak pemimpin yang menganggap calon pemimpin sudah tahu atau seharusnya tahu. Jangankan mengevaluasinya, mempertanyakan secara langsung saja sudah takut dianggap menggurui.

Alhasil, banyak direksi baru yang sebenarnya minim pengetahuan tentang tanggung jawab dan tanggung gugat yang diembannya. Pengetahuan tentang “acquit et decharge” sangat kritikal, apalagi soal kewajiban renteng sampai ke harta pribadi. Banyak yang menganggap hal ini remeh, sehingga para istri dan anak-anaknya tidak tahu bahwa harta mereka menjadi berisiko tinggi. Penghargaan berupa kenaikan gaji, bonus, dan tantiem yang diterima sebagian haruslah dianggap sebagai premi atas risiko keuangan keluarga, karena kewajiban legal tersebut.

Soal materi masih relatif mudah disiasati. Namun, yang justru sering dirasakan timpang adalah persiapan pola pikir, pola sikap, dan pola kerja. Banyak pemimpin baru yang dianggap menjadi pemimpin bisnis, entah itu anggota direksi ataupun orang nomor satu di strategic business unit tertentu, yang pola pikir, sikap, dan kerjanya tidak berubah. Jabatan dan posisi tidak mengubah cara dia bertindak. Akibatnya, banyak gesekan dan ketidakefisienan karena duplikasi kerja dengan bawahannya sendiri.

Banyak pula yang tak mampu melepaskan diri dari kompetensi keahlian yang menjadi trademark-nya di level bawah, yang seharusnya sudah ia tinggalkan ketika menduduki kursi pimpinan unit. Banyak yang tetap menjadi super spesialis, entah itu salesman, teknisi, mekanik, ataupun pemegang buku, walau jabatannya sudah mengharuskannya memikirkan kebijakan jangka panjang.

Kalau tidak dipersiapkan dan dievaluasi dengan baik, pemimpin baru tak akan menghasilkan gebrakan yang berarti bagi perusahaan atau unit yang dipimpinnya. Apalagi kalau kompetensi teknis membelenggunya karena ia enggan melepas trademark. Perusahaan akan mengalami opportunity lost yang memang secara akuntansi sulit dicatat. Konflik yang tidak perlu, arogansi teknis yang sangat menghambat, pelanggan yang sakit hati, perkembangan bisnis yang hanya sejalur dengan kecenderungan industri, adalah contoh yang sulit dimaterialkan secara kasatmata.

Guna mempercepat asimilasi pemimpin baru akan tugas dan tanggung jawab yang baru, bos sang pemimpin harus berani menarik ke atas. Pull them out. Bos senantiasa memberi tugas untuk membebaskan mereka dari tuntutan pekerjaan yang selama ini mereka kerjakan. Misalnya, sebagai pemimpin divisi operasi, salah satu tugas utamanya adalah menaklukkan pasar. Sebagai panglima perang, yang penting adalah memenangkan pertempuran. Tuntutan ini menyebabkan ia senantiasa ingin memenangkan setiap pertempuran. Berapa pun harganya, berapa pun risikonya, seluruh pertempuran harus ia menangkan. Ia jarang menghitung berapa energi sia-sia yang harus dipikul dengan konsep WEB (win every battle) ini. Orientasi dan fokus ini menyebabkan panglima pertempuran sering kelelahan, fisik dan mental. Bahkan tak jarang, banyak yang menderita kesakitan burn out, terbakar habis oleh ambisinya sendiri.

Untuk pull them out dari situasi tersebut, bos pemimpin baru haruslah secara aktif melontarkan pertanyaan baru kepada mereka. “Ask New Questions”. Ini yang sering dilupakan, kalau tidak mau mengatakan sering tidak dilakukan. Pemimpin sang pemimpin yang mau mengubah pola pikir, sikap, dan kerja pejabat baru, harus terus-menerus secara sadar menggunakan metode ini untuk segera menarik mereka ke kancah arena baru. Dari sekadar pertanyaan soal “Next Target” yang menjadi Key Performance Indicator panglima pertempuran menjadi ”Next Level” dan ”Next Landscape” untuk panglima peperangan.

Next Target berisi tuntutan untuk kemajuan penjualan setiap bulan. Berapa yang dijual, berapa pangsa pasar, berapa keuntungan per produk, berapa diskon yang dikeluarkan, berapa biaya yang dibutuhkan untuk melakukan transaksi tersebut. Sebuah ukuran yang memang cocok untuk panglima pertempuran.

Next Level adalah tuntutan pada level kebijakan, tentang bagaimana membawa peperangan pada kekuatan yang dimilikinya. Perang bukan untuk melemahkan kekuatan lawan, melainkan perang di arena kekuatan sendiri. Arah fokusnya berubah menjadi penciptaan cara perang baru, pada senjata yang baru saja kita ciptakan, yang justru bukan merupakan kekuatan lawan. Pertanyaan ke arah Next Level ini akan memaksa pemimpin baru berolah pikir secara berbeda. Mempersiapkan new offering, mengeksploitasi new territory, menggaet new customers, menginisiasi new innovation, mencoba new invention, adalah sebagai strategi baru untuk memenangkan peperangan secara komprehensif.

Bahkan, dalam banyak hal, ia harus berani mengorbankan beberapa pertempuran yang secara khusus didesain untuk kalah agar mampu membuyarkan konsentrasi pesaing dan mengalahkan dalam kesempatan lain secara dahsyat. Ini skenario drama peperangan yang sangat berbeda dengan episode pertempuran yang berdurasi bulanan, kuartalan, atau tahunan. Ini adalah investasi masa depan untuk sebuah kemenangan yang gilang-gemilang.

Kalau sudah paham dan mahir mengelola Next Level, barulah ia naik ke dalam proses pertanyaan ke arah penciptaan Next Landscape―sebuah proses melahirkan tonggak bisnis baru yang membawa perusahaan ke arena white space. Kalau bos pemimpin baru juga tidak Ask New Questions, maka pemimpin yang baru dipromosikan akan tetap berlari di tempat. Dan, itu bukan kesalahan dia, karena sang bos juga masih Ask Old Questions kepada bawahannya yang sudah dipromosikan ke New Position. Sangat menyedihkan.

Penulis adalah peminat studi kepemimpinan dan wakil presiden direktur sebuah perusahaan terbuka.

Di Posting dari : www.wartaekonomi.com
Proyeknya Tak Bebas Hambatan

Jalan Tol

Minat swasta untuk berinvestasi dalam pembangunan jalan tol masih sangat tinggi. Namun, untuk merealisasikannya, mereka menemui banyak hambatan, terutama dalam hal pembebasan tanah dan dukungan perbankan. Hambatan lainnya adalah tarif tol yang masih terlalu rendah, sehingga memperlambat return on investment. Akibatnya, proyek yang sudah lama direncanakan dan ada investornya pun gagal direalisasikan.
Pemerintah berupaya membantu, di antaranya, melalui kemudahan pembebasan lahan dan kenaikan tarif secara berkala. Bahkan, pemerintah memberikan dana talangan Rp600 miliar untuk pembebasan lahan.
Pembangunan jalan tol di Indonesia, selain dilakukan oleh PT Jasa Marga, juga melibatkan pihak swasta dengan membentuk perusahaan patungan. Bentuk kerja samanya umumnya built-operate-transfer (BOT) dengan masa pengelolaan 20–35 tahun. Dari jalan tol sepanjang 604 kilometer, 456 kilometer di antaranya dibangun dan dioperasikan Jasa Marga. Sisanya dibangun dan dioperasikan bekerja sama dengan swasta.
Di antara beberapa ruas jalan tol yang dikelola PT Jasa Marga, ruas terpanjang adalah Jakarta-Cikampek (72 kilometer), Padalarang-Cileunyi (46,58 kilometer), dan Jagorawi (46 kilometer). Jumlah kendaraan yang lewat jalan tol selama 2006 ternyata menunjukkan penurunan. Pada 2006 hanya 2,27 juta kendaraan yang lewat jalan tol, menurun dibanding 2005 yang 2,32 juta. Penurunan lalu lintas harian (LHR) juga terjadi pada beberapa ruas tol, seperti tol Porong yang tergenang lumpur Lapindo. Sementara itu, LHR tol Cawang-Tomang-Cengkareng selama ini merupakan yang terpadat, dengan 704.830 kendaraan pada 2006.
Meski jumlah kendaraan yang menggunakan jalan tol menurun, pendapatan operasinya tetap meningkat. Ini tak lepas dari adanya kenaikan tarif tol pada Maret 2005 lalu. Jika pada 2004 pendapatan rata-rata harian jalan tol tercatat Rp4,66 miliar, pada 2005 menjadi Rp5,4 miliar dan pada 2006 mencapai Rp6,37 miliar. Peningkatan pendapatan ini terjadi pada seluruh ruas.
Jalan tol Cawang-Tomang-Cengkareng pada 2006 merupakan ruas berpendapatan tertinggi, dengan pendapatan harian Rp1,52 miliar. Berikutnya ruas tol Jakarta-Cikampek dengan Rp1,26 miliar. Selama 2005–2009, pemerintah menargetkan pembangunan jalan tol sepanjang 1.593 kilometer, yang sebagian besar berada di Jawa. Dari seluruh proyek tersebut, yang saat ini berada pada tahap konstruksi sepanjang 80 kilometer. Selebihnya masih dalam tahap persiapan.
Pembangunan jalan tol tersebut sudah direncanakan sejak 15 tahun lalu, tetapi belum bisa dilaksanakan. Masalah yang dihadapi adalah sulitnya pembebasan tanah. Masalah lainnya adalah desain jalan, lelang tender, dan pendanaan. Saat ini ada 36 ruas jalan tol sepanjang 1.152,33 kilometer senilai Rp91,42 triliun yang dalam taraf mulai beroperasi, konstruksi, tanda tangan kontrak negosiasi, proses lelang, dan prakualifikasi. Adapun yang masih dalam persiapan lelang sebanyak 18 ruas sepanjang 683,44 kilometer senilai Rp40,92 triliun.
Pemerintah membagi proyek jalan tol yang ada dalam beberapa kelompok prioritas. Dari seluruh ruas jalan tol tersebut, ada lima yang menjadi prioritas pertama dengan panjang 83,1 kilometer dan perkiraan kebutuhan dana Rp6,65 triliun. Lalu, ada 19 ruas jalan tol prioritas kedua dengan panjang 380,7 kilometer dan dana Rp21,57 triliun. Sementara 25 ruas sepanjang 1.129,3 kilometer masuk dalam prioritas ketiga dengan kebutuhan dana Rp61,18 triliun.
Pada proyek Trans Jawa juga terdapat beberapa ruas yang sudah mendapatkan investor. Bahkan, beberapa ruas jalan telah memperoleh kepastian pendanaan sehingga dapat segera dimulai. PT Bakrie Investindo, misalnya, siap merealisasi proyek jalan tol-nya.
Mereka juga telah mendapatkan dukungan perbankan dalam proyek jalan tol Pejagan- Kanci.
Sementara itu, PT Marga Nujyasumo Agung, pemegang pengusahaan ruas tol Surabaya-Mojokerto, juga telah mulai melakukan pembebasan lahan. Jalan tol tersebut diharapkan bisa dioperasikan pada 2009.

Di Posting dari : www.wartaekonomi.com
Siklus Ekonomi & Siklus Industri

Penulis : Bahar Passa
Di Posting dari : www.ihedge.wordpress.com

Hidup ini seperti putaran roda. Kadang di atas. Kadang di bawah.
Itu bukan hanya pernyataan klise, tapi merupakan hal yang kita amati di bidang ekonomi. Topik ini saya angkat setelah sempat berbincang-bincang sejenak dengan salah satu pendiri YesBank yang berbasis di Mumbai, India. Dia mengamati bahwa akhir-akhir ini terjadi pemendekan putaran siklus suku bunga bank. (Saat ini Indonesia bisa dikatakan sedang dalam siklus penurunan suku bunga.) Buat seorang banker seperti dia, siklus suku bunga sangat penting dalam kaitannya dengan pengaturan assets dan liabilities. Saya tanyakan apakah dia berpikir bahwa percepatan siklus itu hanya sesaat atau ada faktor fundamental yang membuatnya untuk akan tetap bertahan. Menurutnya, percepatan siklus suku bunga ini disebabkan oleh faktor fundamental akibat globalisasi perekonomian dunia. Shocks yang terjadi di suatu ekonomi besar lebih mungkin untuk terasa di negara-negara lainnya.
Apa hubungannya siklus suku bunga dengan siklus ekonomi? Bank sentral, menggunakan tingkat suku bunga sebagai salah satu alat untuk menjaga kestablian harga barang-barang di suatu negara. Biasanya (walaupun tidak selalu), kalau perekonomian sedang lesu dan harga barang-barang jatuh, bank sentral akan menurunkan suku bunga, demikian juga sebaliknya. (Terkadang, bisa juga perekonomian lesu dan harga barang-barang naik dan bank sentral belum tentu tahu harus berbuat apa.)
Kembali ke masalah mendasar, apa itu siklus ekonomi? Bahasa simpelnya, siklus ekonomi adalah putaran kegiatan perekonomian. Kadang kegiatan ekonomi lesu - banyak pengangguran. Kadang kegiatan ekonomi bergairah - pengangguran kecil - produktivitas naik. Lalu, apa itu siklus industri? Putaran kegiatan di suatu indusri. Kadang kegiatannya lesu - supply melebihi demand - harga produk-produk industri itu jatuh - PHK banyak - margin usaha kecil. Kadang kegiatannya bergairah - demand melebihi supply - harga produk-produk industri itu naik - pekerja-pekerja ahli dibajak.
Apa yang menyebabkan terjadinya siklus tersebut? Ada yang bilang karena pelaku industri sering membuat kesalahan proyeksi demand, sehingga kadang-kadang membanjiri pasar, kadang-kadang kekurangan pasokan. Ada yang bilang karena kesalahan pemerintah karena mengeluarkan kebijakan yang jelek. Ada yang bilang karena tindakan bank sentral dengan mengatur pasokan uang di masyarakat. Betulkah seperti itu?
Menurut saya, siklus terjadi karena cepatnya perubahan supply dan demand di suatu industri. Cepatnya perubahan demand mungkin disebabkan oleh faktor-faktor yang sulit diprediksi seperti bencana alam, perubahan cuaca, dsb. Cepatnya perubahan supply lebih menarik untuk dianalisa. Motivasi utama yang mendorong pelaku industri untuk dengan cepat mengubah supply adalah kompetisi dalam rangka mencapai keinginan untuk menjadi pemimpin di industrinya (market leader). Pelaku industri tidaklah bodoh (sering melakukan kesalahan dalam proyeksi demand) dalam menentukan supply. Mengapa mereka ingin menjadi leader? Karena menjadi leader menghasilkan premium tersendiri terhadap produk yang dijualnya. Sewaktu membeli HP, kenapa Anda membeli Nokia? Karena kebanyakan orang membeli nokia? Atau karena Anda telah membandingkan fitur-fitur Nokia dengan HP yang lainnya dan membandingkan harganya dengan HP yang lainnya? Yup, kebanyakan orang ingin membeli produk dari market leader.
Kenapa kompetisi untuk menjadi leader membuat perubahan supply produk menjadi cepat? Karena bila suatu perusahaan percaya bahwa produk barunya itu superior (entah karena teknologi baru, fitur baru, design baru, dll), maka ia akan melepas barang sebanyak-banyaknya untuk mematikan lawan usahanya. Ketika banyak dari mereka melakukan hal itu, tak khayal akhirnya hanya segelintir perusahaan yang akan sukses sementara supply melimpah dan harga-harga jatuh. Itulah saatnya industri secara keseluruhan (kecuali yang menang) lesu. Perusahaan yang kalah tutup, diambil alih, atau mengurangi biaya produksi dengan PHK dsb. Itulah masa konsolidasi. Lalu muncullah pemain-pemain baru dengan ide-ide atau teknologi baru dan berlomba-lomba untuk menjadi leader yang baru. Demikian proses berulang dan terjadilah siklus industri.
Siklus berbagai industri kadang-kadang terjadi bersamaan dan berkaitan dan membentuk siklus ekonomi secara keseluruhan.
Kalau hipotesa di atas benar, maka industri yang sulit untuk dimasuki (high entry barrier) tidak akan mengalami siklus yang berarti. Industri yang mudah dimasuki akan mengalami siklus yang serius dan lebih sering.
Pernyataan di atas membawa kita kepada pertanyaan: Apa yang membuat suatu industri sulit dimasuki pemain baru? Modal-kah? Teknologi-kah? Atau yang lain?
Apa relevansi dari mengetahui siklus industri? Itu akan membantu kita untuk memahami rotasi sektor di pasar saham.
Sofyan Djalil

Dr. Sofyan A. Djalil, SH, MA, MALD (lahir di Aceh, 23 September 1953, menikah dengan Ratna Megawangi, beranak tiga) adalah Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Indonesia di Kabinet Indonesia Bersatu. Sebelumnya dari Oktober 2004 hingga Mei 2007 ia menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika dalam kabinet yang sama.
Biografi singkat
Pendidikan
Sarjana Hukum (SH), Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, bidang studi Hukum Bisnis, tahun 1984
Master of Arts (M.A.), The Graduate School of Arts and Sciences, Tufts University, Medford, Massachusetts, AS, bidang studi Public Policy, tahun 1989
Master of Arts in Law and Diplomacy (M.A.L.D.), The Fletcher School of Law and Diplomacy, Tufts University, Medford, Massachusetts, AS, bidang studi International Economic Relation, tahun 1991
Doctor of Philosophy (Ph.D), The Fletcher School of Law and Diplomacy, Tufts University, Medford, Massachusetts, AS, bidang studi International Financial and Capital Market Law and Policy, tahun 1993
Sertifikasi
Wakil Penjamin Emisi Efek, Panitia Standar Profesi Pasar Modal, tahun 1996
Wakil Manajer Investasi, Panitia Standar Profesi Pasar Modal, tahun 1997
Pengalaman kerja
Managing Partner, Sofyan Djalil & Partners
Komisaris Independen, PT Kimia Farma, Tbk (Mei 2003-sekarang)
Pengurus, Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia, LKDI (2003-sekarang)
Anggota, Badan Arbitrasi Pasar Modal Indonesia, BAPMI (2003-sekarang)
Anggota Tim Ahli, Komite Nasional Good Corporate Governance (2001-sekarang)
Anggota Tim Pakar, Departemen Kehakiman dan HAM RI (2001-sekarang)
Konsultan Good Corporate Governance untuk PT Perusahaan Gas Negara Tbk, PT Elnusa, PT Jamsostek, PT Waskita Karya, PT Surveyor Indonesia, PT Pupuk Kujang, PT Wijaya Karya, PT Pembangkitan Jawa Bali, PT Pelabuhan Indonesia III, Perum Pegadaian, PT Indonesia Power, PT Pupuk Sriwijaya, PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (2001-2004)
Konsultan Corporate Communication, untuk PT Caltex Pacific Indonesia, PT PLN Kantor Pusat (200-2004)
Direktur Eksekutif, Lembaga Komisaris dan Direksi Indonesia (2001-2003)
Komisaris Utama, PT Pupuk Iskandar Muda (1999-Juli 2004)
Komisaris, PT Perusahaan Listrik Negara (1999-Mei 2002)
Komisaris, PT Pelabuhan Indonesia III (1998-Mei 2001)
Anggota, Komite Nasional Kebijakan Good Corporate Governance (1999-2000)
Staf Ahli Menteri Negara Pendayagunaan BUMN bidang Komunikasi dan Pengembangan SDM/Asisten Kepala Badan Pembina BUMN Bidang Komunikasi dan Pengembangan SDM (Juni 1998-Februari 2000)
Kepala Divisi Riset dan Pengembangan, PT Bursa Efek Jakarta (Maret 1998-Juni 19988)
Konsultan, pada Asosiasi Modal Ventura Indonesia (AMVI); Brunei Investment Agency (BIA); Tabungan Wajib Perumahan TNI-AD (TWP-AD), dan lain-lain (1997)
Konsultan/Narasumber persiapan go public pada berbagai perusahaan PT Garuda Indonesia, PT Telkom, Pasaraya, Pupuk Kaltim, Bank Tata, SZS Consulting, Bank Jaya, dan lain-lain (1997)
Peneliti/Konsultan, Centre for Policy and Implementation Studies (CPIS)-Departemen Keuangan, menangani berbagai proyek antara lain Kupedes/Simpedes untuk BRI, Program Restrukturisasi BUMN, Perdagangan Internasional dan Kerjasama Regional, dan lain-lain (1997)
Pengalaman akademis
Dosen, pada Program Pasca Sarjana FH-Unpad (2001-sekarang)
Dosen, pada Program Pasca Sarjana FH-UI (2000-sekarang)
Dosen, pada Fakultas Ekonomi dan Program Magister Manajemen Universitas Indonesia (FE-UI dan MM-UI) (1993-sekarang)
Dosen, pada Diklat Manajemen LPPM, Jakarta (1997)
Dosen, pada Diklat Pengembangan Kepemimpinan Profesional (DPKP) BUMN-Departemen Keuangan (1997)
Dosen, pada Program Magister Manajemen Universitas Sahid dan LPPM (1994-1995)
Dosen, pada Lembaga Manajemen Keuangan dan Akuntansi (LMKA), Yayasan Pengembangan Insan Pasar Modal (Yuppies), LM-Gika, Equitas Institute (1994-1995)
Jasa Marga Siap Garap Tol Pejagan-Semarang

Selasa, 17 Juli 2007 04:32 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:
PT Jasa Marga menyatakan siap menangani proyek jalan tol Pejagan-Semarang jika tiga investor ruas itu diputus kontraknya karena tak bisa mendapatkan kredit pembiayaan. "Kami siap masuk," kata Direktur Utama PT Jasa Marga Frans S. Sunito kemarin di Cikunir, Bekasi, Jawa Barat, di sela-sela inspeksi jalan tol Jakarta Outer Ring Road ruas E1 (Jati Asih-Cikunir). Dalam acara itu, ia mendampingi Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto.Namun, Frans enggan menjelaskan lebih detil soal kesiapan perusahaan milik negara itu. Ia menanggapi pernyataan Menteri Djoko yang ingin Jasa Marga menggarap tiga ruas tol antara Pejagan hingga Semarang. "Pemerintah sangat mengharapkan Jasa Marga masuk mengambil 90 hingga 95 persen kepemilikan," ucap Djoko.Tiga investor terancam diputus kontrak pengusahaannya jika hingga 21 Juli 2007 tak mapu memperoleh kredit pembiayaan dari bank. Tiga investor itu, PT Pejagan-Pemalang Toll Road (Pejagan-Pemalang), PT Pemalang-Batang Toll Road (Pemalang-Batang), dan PT Marga Setiapuritama (Batang-Semarang). Adapun PT Lintas Marga Sedaya, investor Cikampek-Palimanan, dinilai paling siap karena sudah menjanjikan memperoleh kredit Rp 5 triliun, dari total biaya Rp 7 triliun, dari sejumlah bank. "Katanya (Lintas) ke Pak Hisnu (Kepala Badan Pengatur Jalan Tol ) pada 18 Juli (meneken perjanjian kredit)," kata Djoko Jumat pekan lalu..Menurut Djoko, pemerintah lebih mempercayai Jasa Marga ketimbang investor lainnya untuk menggarap Pejagan-Semarang yang sudah lama tertunda pembangunannya. Bank nasional juga menyatakan sanggup mengucurkan kredit kepada Jasa Marga."(Bank) Mandiri merem saja kalau yang meminta (kredit) Jasa Marga," ujarnya. Kalau terjadi masalah, ia melanjutkan, penyelesaiannya lebih mudah dengan Jasa Marga. Berbeda dengan inevstor swasta yang penyelsaiannya diatur dalam undang-undang. Djoko mengakui sebelumnya mengungkapkan bahwa pemerintah akan menggabungkan tiga investor bermasalah tadi ke dalam perusahaan induk atau holding company, PT Trans Java. "Saya juga mempersiapkan alternatif selain holding," ucapnya. Tapi, ia menolak membeberkan rencana cadangannya. Menurut Direktur Lintas, Agus Suherman, penandatangan kredit atau financial close dilakukan besok. Ia menerangkan, sekitar sembilan bank nasional dan daerah serta lembaga keuangan akan mengucurkan fulus.Para calon debitur itu, yang akan dipimpin oleh PT Bank Mandiri Tbk., PT Bank Central Asia Tbk., dan Mandiri Sekuritas, antara lain PT Bank Negara Indonesia Tbk., PT Bank rakyat Indonesia Tbk.. Bank DKI, Bank Jabar, serta Bank Jatim. Agus mengatakan tol sepanjang 114 kilometer itu --- ruas terpanjang di koridor Trans Jawa --- akan dibagi menjadi enam seksi.***** Rieka Rahadiana