Selasa, 03 Juli 2007

RINGKASAN UU No. 19/2003 tentang BUMN

RINGKASAN UU No. 19/2003 tentang BUMN


Pada tanggal 19 Juni 2003. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat mensahkan UU No. 19/2003 tentang BUMN. Undang-undang terakhir tentang BUMN adalah UU No. 9/1969 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1/1969 No. 1/1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negar menjadi Undang-Undang.
Pada UU No. 9/1969, BUMN dibagi menjadi tiga, yaitu Perusahaan Jawatan (perjan), Perusahaan Umum (Perum), dan Perseroan (Persero). Pada penjelasannya, UU No. 9/1969 telah memberikan ancangan kedepan, bahwa bentuk BUMN kelak hanya Perum dan Persero. Amanat ini dilaksanakan oleh UU No. 10/2003 dengan menegaskan bahwa bentuk BUMN adalah Perum dan Persero.
Persero BUMN adalah perusahaan yang modalnya terbagi ke dalam saham yang minimal 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dengan tujuan mencari keuntungan, sementara Perum adalah BUMN yang mempunyai misi pentyediaan barang dan jasa untuk kemanfaatan umum dan mencari keuntungan.
Disamping itu, terdapat empat hal yang dapat dinilai sebagai dukungan terhadap BUMN Persero. Pertama, dinyatakan : Terhadap Persero berlaku Undang-undang No. 1/1995, tentang Perseroan Terbatas, dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Persero adalah RUPS. Kebijakan ini memberikan arah pada Profesionalisasi pengelolaan BUMN.
Kedua, tidak secara spesifik disebutkan Menteri BUMN melainkan hanya Menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa mewakili pemegang saham. Dengan demikian, ideal pengelolaan BUMN dapat dicapai, di mana pada suatu masa, ketika BUMN sudah mempunyai pengelolaan yang profesional, baik dalam arti penerapan prinsip-prinsip korporasi yang termuat dalam UU No. 1/1995, juga dalam arti telah mengalami privatisasi, dapat juga lembaga kementerian BUMN tidak cukup relevan lagi keberadaannya. Kebijakan ini memungkinkan bagi peniadaan lembaga kementerian BUMN, karena misi dari kementerian ini memang mempersiapkan BUMN untuk menjadi korporasi kelas dunia yang dikelola secara profesional.
Ketiga, secara khusus pada pasal 64 (1) dan 65 (1) pada intinya menekankan bahwa perombakan BUMN yang bersifat mendasar, baik dalam bentuk penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pembubaran, diatur dengan kebijakan di tingkat Presiden, yaitu Peraturan Pemeritah. Dengan demikian, kebijakan ini mengacu pada makna keberadaan BUMN sebagai badan usaha milik negara sehingga perubahan yang mendasar dilakukan oleh Kepala Negara.
Keempat, dicanangkannya sisi-sisi teknis yang penting bago peningkatan kualitas pengelolaan BUMN. Pertama adalah dalam hal penerapan prinsip Good Corporate Governance ( Taa Kelola Perusahaan yang Baik) dengan dicantumkannya Satuan Pengawasan Intern dan Komite Audit. Kedua, pencatuman cara peningkatan performa BUMN dengan metode restrukturisasi, yaitu upaya penyehatan, dan metode privatisasi, yaitu pelepasan kepemilikan negara kepada privat.****Swara SKJM HS 5258

Perjuangan FSP-BUMN untuk Meningkatkan Kesejahteraan Anggota

Perjuangan FSP-BUMN
untuk Meningkatkan Kesejahteraan Anggota


Sejak awal berdirinya Federasi Serikat Pekerja Badan Usaha Milik Negara (FSP-BUMN) pada tanggal 10 Juni 1999, tujuan utamanya adalah senantiasa berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan anggota dengan mendorong pelaksanaan tata kelola BUMN yang baik (Good Corporate Governance/GCG). Oleh karenanya, dalam upaya mendukung GCG tersebut, FSP BUMN juga tidak berafiliasi kepada partai politik atau golongan tertentu. Sehingga kemandirian FSP-BUMN dalam meperjuangkan kesejahteraan anggotanya senantiasa berusaha untuk tidak ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu.
Dalam perannya sebagai ‘mitra’ Kementrian BUMN, FSP-BUMN senantiasa akan bersinergi dan berperan aktif dalam memberikan masukan terhadap kebijakan Pemerintah yang berdampak terhadap going concern perusahan dan ketenangan bekerja karyawannya.
FSP-BUMN telah menetapkan program kerja baik Jangka Pendek maupun Jangka Panjang. Untuk Program Jangka Pendek, FSP bertekad untuk memfasilitasi anggotanya agar sesegera mungkin memiliki Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan membentuk Lembaga Kerjasama (LKS) bipartit. Adanya PKB dalam perusahaan merupakan hal yang mutlak harus dilaksanakan, sebab selain memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak (karyawan dan manajemen), PKB juga merupakan suatu komitmen kedua belah pihak untuk bersama-sama membangun perusahaan. Sedang LKS bipartit dalam suatu perusahaan juga dianggap penting karena lembaga ini dapat berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara manajemen dengan karyawannya untuk membahas permasalahan yang menyangkut peningkatan produktivitas kerja dan kesejahteraan karyawan.
Sementara pada kenyataannya masih banyak BUMN yang sampai saat ini belum memiliki PKB. Untuk itu diharapkan Depnaker untuk terus memonitor penerapan Undang-undang ketenagakerjaan. FSP-BUMN mengharapkan pula Menteri BUMN dapat merealisasikan komitmennya yang disampaikan pada Rakernas FSP-BUMN di Medan, tanggal 17 Juni 2005, dimana Menneg berjanji akan meningkatkan dan mensosialisasikan Surat Edaran Meneg BUMN Nomor S.510 tahun 2002 tentang Memfasilitasi SP yang ditujukan kepada Direktur BUMN. Dalam SE tersebut antara lain berisi tentang keharusan manajemen untuk memfasilitasi SP dalam kegiatan organisasi, menyikapi aspirasi dan menerapkan PKB secara konsisten.
Program Jangka Pendek lainnya adalah melakukan konsolidasi dengan para anggotanya dalam menghadapi tantangan terhadap proses beberapa restrukturisasi BUMN yang dapat berdampak terhadap meningkatnya tingkat pengangguran akibat PHK. Hal ini perlu dilakukan untuk menjamin ketenangan bekerja bagi para karyawannya.
Sedang Program Jangka Panjang FSP-BUMN adalah meningkatkan kesejahteraan karyawan BUMN dengan membangun suatu program usaha yang berkelanjutan yang dikelola oleh “Pusat Pekerja BUMN”. Bila hal ini dapat terwujud, diharapkan kesejahteraan para karyawan BUMN akan semakin meningkat.






Program jangka panjang FSP-BUMN lainnya adalah memperjuangkan kepemilikan saham bagi karyawan BUMN pada perusahaan yang bersangkutan. Perjuangan ini perlu dilakukan di tengah gencarnya rencana Pemerintah melakukan privatisasi melalui mekanisme IPO terhadap sejumlah BUMN. Dengan kepemilikan saham ini, diharapkan loyalitas karyawan terhadap perusahaan juga akan semakin meningkat. Hal ini tentunya akan mendorong karyawan untuk menciptakan kinerja individu yang baik. Bila setiap individu karyawan kinerjanya sudah meningkat, diharapkan hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja perusahaan danpada gilirannya value perusahaan akan meningkat pula. Oleh karenanya, FSP BUMN mengharapkan agar Menteri BUMN senantiasa memberikan dukungan terhadap program-program kerja yang telah dicanangkan FSP-BUMN .

FSP-BUMN akan senantiasa memberikan dukungan terhadap penugasan BUMN oleh Pemerintah untuk menjadi penggerak ekonomi nasional, sepanjang penugasan tersebut dilaksanakan dengan mengikuti ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku, memegang teguh kaidah-kaidah GCG, memperhatikan pertumbuhan perusahaan yang berkelanjutan serta ketenangan bekerja dan kesejahteraan bagi para karyawannya.

Pindah Kantor
Dalam rangka meningkatkan kinerja dan kemandirian FSP-BUMN, Kantor sekretariat yang semula di Gedung Indonesia Power di Jalan Gatot Subroto, mulai tanggal 30 Juni 2006 akan pindah di Jalan Saharjo 100 F, Jakarta Selatan. Dengan modal semangat kebersamaan, diharapkan FSP-BUMN akan semakin eksis , sehingga memiliki kekuatan yang memadai untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraan karyawan.
Kantor Sekretariat yang bersifat permanen diharapkan dapat difasilitasi oleh Kementrian BUMN termasuk dukungan operasional lainnya sebagaimana yang telah dijanjikan sebelumnya.

Jakarta, 30 Juni 2006
BADAN PENGURUS FEDERASI
SERIKAT PEKERJA BADAN USAHA MILIK NEGARA



Ir. Abdul Azis Hasan
Ketua Umum