Kamis, 19 Juli 2007

Kemahiran Eksekusi dalam pengelolaan SDM

Dalam dunia perang, eksekusi adalah maksud yang dibarengi tindakan untuk menembakkan peluru ke arah lawan. Eksekusi bukanlah keputusan di atas kertas putih atau kertas mental tetapi pelaksanaan keputusan. Kalau ada lima ekor burung di hadapan kita kemudian kita putuskan untuk menembak satu ekor, maka burung itu masih tetap berjumlah lima ekor sebab maksud kita baru berupa keputusan belum eksekusi. Seorang tokoh samurai terkenal, Musashi, mendefinisikan eksekusi dengan ungkapan: "taking proper action in appropriate time" (bertindak pada saat yang tepat). Kemahiran eksekusi menjadi keahlian vital untuk mengetahui kapan saat yang tepat untuk melepaskan peluru, mendeteksi posisi lawan, dan bersembunyi. Pendapat Musashi tentang wilayah perang yang sedemikian berkabut sehingga menuntut keahlian eksekusi, menurut Jalaluduin Rumi (dalam Reynold A. Nicholson: 1993) merupakan hukum usaha yang intinya bergelut dengan kemungkinan antara gagal (meleset) dan sukses (mengenai sasaran). Dikatakan dalam sebuah syairnya yang jika diprosakan mengandung pengertian, kalau orang bertindak belum tentu berhasil tetapi kalau tidak bertindak pasti rugi karena ia tidak akan menemukan apapun.

Dari segi kita sendiri, selaku selaku eksekutor gagasan usaha (karir, bisnis, dll), sebenarnya apa yang dibutuhkan adalah penyiasatan dalam hal menciptakan pembekalan dan persiapan mental untuk memperkecil dampak kabut kemungkinan. Faktor-faktor yang merupakan pembekalan dan persiapan dalam meningkatkan kemahiran eksekusi dapat jelaskan sebagai berikut:

Kompetensi

Kalau merujuk pada acuan kemiliteran (Army Leadership: 2002), kemahiran eksekusi didukung oleh penguasaan empat wilayah (domain) keahlian yang terdiri atas: interpersonal (Interpersonal), konseptual (conceptual), tekhnis (technical), dan taktik (tactics).

1. Interpersonal

Interpersonal adalah kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain (networking skill). Dalam kaitannya dengan penyelesaian misi tidak cukup hanya dengan kenal, atau pertukaran kartu nama melainkan networking yang sudah mencapai level saling memahami: anda mengetahui orang yang mengetahui anda dan mengetahui apa yang harus dilakukan atas nama misi bersama. Peranan saling memahami di sini dimaksudkan dapat mereduksi potensi gap komunikasi yang disebabkan oleh perbedaan level harapan, pengetahuan atau status.

Keahlian Interpersonal tidak dimiliki hanya dengan mendalami ilmu (the science) tetapi perlu penguasaan terhadap seni dalam menjalin hubungan (the art). Orang yang telah terasah di bidang ini biasanya sudah tahu apa yang tepat dilakukan kepada orang lain guna merealisasikan apa yang diinginkan dari orang lain untuk memperlakukan dirinya. Rata-rata keahlian Interpersonal didukung oleh penguasaan senbi berkomunikasi (the art of communication) dengan bahasa tubuh, lisan dan tulisan. Dalam praktek, menurut beberapa penelitian dan pendapat pakar psikologi sosial, penguasaan bahasa tubuh lebih berperan mempengaruhi bobot eksekusi. “Human relationships are established and developed MAINLY by non verbal signals, although words are also used (Winston Fletcher, MT: 2000).

2. Konseptual

Konseptual adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan doktrin dan ide yang berkembang tentang sebuah pekerjaan. Keahlian ini berfungsi untuk meramu bahan baku menjadi sebuah rumusan pekerjaan yang akan dieksekusi seperti layaknya seorang arsitektur. Keahlian konseptual yang dikuasai akan menentukan bentuk desain bangunan yang akan diselesaikan meskipun bahan baku yang digunakan oleh arsitektur ketinggalan zaman dan arsitektur yang tetap ‘in’ tidaklah berbeda jauh. Demikian juga dengan pekerjaan di kantor. Bahan baku yang akan dijadikan peluang umumnya tidak mengalami perbedaan signifikan: orang, informasi, perangkat, keadaan, dll, tetapi bagaimana peluang tersebut akhirnya dieksekusi sangat tergantung pada keahlian konseptual yang kita miliki.

3.
Tekhnikal

Keahlian tekhnikal atau teknis merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengoperasikan peralatan pekerjaan sesuai dengan bidang yang ditekuni. Keahlian tekhnikal berfungsi agar proses pengolahan informasi (pekerjaan) menjadi lebih cepat, lebih akurat dan lebih berbobot sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Keahlian teknis yang tidak seirama dengan sifat dan jenis pekerjaan membuat keahlian itu menjadi mubazir, tidak berguna, bahkan pemborosan. Keahlian tehnis erat kaitannya dengan penguasaan teknologi yang biasanya memiliki tingkat perubahan tertinggi mengalahkan temuan pengetahuan. Contoh: teknologi informasi seperti komputer hampir bisa dikatakan mengalami perubahan dalam ukuran minggu/bulan. Penyiasatan yang dapat dilakukan adalah membuat wilayah spesialisasi. Kalau bukan berprofesi sebagai IT rasanya tidak diperlukan memahami seluruh kode instruksi yang muncul setiap saat. Cukup memahami bagaimana menggunakan apa yang kita butuhkan.

4. Taktik

Keahlian taktik merujuk pada kemampuan bermain di lapangan (the art of playing). Kecanggihan gaya bermain dalam menjalani eksekusi di lapangan biasanya didukung oleh pemahaman lapangan (intuisi) dan pengetahuan faktual (interpretasi). Menurut hukum akumulasi keahlian taktik tidak dimiliki hanya dengan satu kali menjalani eksekusi tetapi buah dari proses pengasahan yang lama. Hukum akumulasi itu dapat kita artikan dengan kumpulan pengalaman kalah-menang yang kita maknai sebagai pelajaran hidup.

Karakter

Selain empat keahlian di atas, untuk menjadi seorang eksekutor yang jitu dibutuhkan karakter yang mendukung penyelesaian misi (tugas). Karakter adalah cahaya yang disinarkan dari tindakan kita. Dengan kata lain karakter merupakan inner strength yang menjelma dalam sebuah kekuatan bertindak. Kekuatan karakter berakar pada kepercayaan atau nilai (core of belief) yang dalam kaitannya dengan melatih kemahiran eksekusi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Tidak berprasangka buruk

Nilai dasar dalam menjalin hubungan dengan manusia yang akan menjadi benih keahlian interpersonal adalah dengan memiliki prasangka baik lebih dahulu. Memang pada prekteknya tidak semua manusia pantas menerima predikat baik atau minimalnya baik-baik saja tetapi kalau dikalkulasi untung-ruginya, lebih untung berprasangka baik ketimbang berprasangka buruk terhadap orang lain. Prasangka buruk yang kita jadikan tesis lebih sering menghalangi sinar karakter yang sebenarnya kita miliki dan karena sinar telah redup maka membuat kita menjadi benar-benar tertipu. Padahal kalau mau jujur, hukum alam ini sering mendemonstrasikan dirinya, orang yang tertipu karena prasangka baik atas orang lain lebih enak hidupnya ketimbang orang yang menipu.

2. Kecerdasan

Semua orang memiliki kecerdasan yang intinya tidak digunakan secara optimal sebanyak yang dimiliki. Terhadap sosok jenius saja para ahli berpendapat kecerdasannya baru digunakan seperlima, apalagi orang umum. Faktor tunggal yang membatasi kecerdasan itu tidak lain adalah pembatas yang kita ciptakan sendiri dan kita persempit wilayah kerjanya hanya sebatas bangku di sekolah. Padahal kecerdasan berguna untuk menyeimbangkan antara kecurigaan terhadap orang lain dan prasangka baik terhadapnya. Kecerdasan juga berfungsi untuk menyeimbangkan antara berpikir global dan bertindak lokal; antara keahlian (konseptual dan technical) yang sudah kita butuhkan dan belum kita butuhkan.

3. Kesetiaan

Praktek sering mengajarkan, kesetiaan tugas yang terbatas pada kepentingan sesaat atau perubahan keadaan temporer sering membuat orang memiliki mentalitas bongkar-pasang pondasi personal/pekerjaan yang didasarkan semata oleh letupan emosi temperamental yang menolak, bukan menerima keinginan untuk menjadi lebih baik. Kalau praktek demikian terjadi berulang kali maka sudah terjadi perlawanan terhadap hukum akumulasi, bahwa sosok eksekutor yang ahli dihasilkan oleh pemupukan keahlian yang sifatnya kecil dan terus menerus.

Kesetiaan adalah rangkuman dari nilai hidup berupa kesabaran dan kegigihan menjalani proses ‘from nothings to everythings’. Tidak salah kalau ajaran kultural kita selalu menyarankan agar dalam situasi yang berkabut, kita disarankan untuk meminta pertolongan kepada kesabaran (kesetiaan pada prinsip) dan harapan menembus batas (optimisme nilai). Tanpa landasan nilai demikian, kabut-kemungkinan hidup ini bisa menumpulkan kemampuan eksekusi yang akan kita jalankan, alias menjadi tidak memfokus dan patah di tengah jalan.

Mengingat sedemikian luas wilayah kabut dan kemungkinan yang kita hadapi dalam hidup sehari-hari, uraian di atas hanyalah berperan setetes dari jumlah yang sebenarnya kita butuhkan. Untuk mengetahui kapan perlu kita tambah, ada baiknya kita mengingat perkataan Witson Churchill (Mantan PM Inggris): “Kesuksesan adalah kemampuan melangkah dari kegagalan ke kegagalan lain tanpa kehilangan semangat berjuang sedikitpun” (Lot of tries, lot of failures, but still action). Perasaan paling dalam sering mengajarkan bahwa semua yang pernah kita lakukan ternyata tidak berujung pada kesia-siaan meskipun saat itu kita memiliki prasangka yang salah. Semoga berguna.


Dikutip dari berbagai sumber
Cara Efektif Dalam Memobilisasi Sumber Daya

Dalam banyak pernyataan formal atau pun non-formal, kita mungkin sudah seringkali mendengar pidato-pidato pejabat atau pun pimpinan perusahaan bahwa sumberdaya manusia atau human capital adalah asset utama organisasi yang dapat menggantikan dominasi asset modal seiring dengan pergeseran turbulansi global. Ditinjau dari kebenaran substansi materialnya, jelas pernyataan tersebut benar terutama di negara-negara di mana seluruh aspek kehidupan masyarakatnya memiliki kandungan pengetahuan tinggi. Henry Ford atau Walt Disney bahkan sudah sejak lama mengakuinya. Hal ini terungkap dalam ucapan: "You can dream, create and build the most wonderful place in the world but it requires people to make the dream a reality."
Tapi dalam kenyataannya, apakah anda sudah merasakan aplikasi pidato tersebut dalam pekerjaan sehari-hari? Atau dengan kata lain bagaimana relevansi dan validitasnya terhadap situasi konkrit yang anda geluti setiap hari? Jika kenyataannya pimpinan anda ternyata lebih gelisah ketika kehilangan mesin fotocopy ketimbang harus memecat anda, maka teks pidato tersebut tidak valid bagi anda. Lalu dimana sebetulnya letak kesalahannya? Jangan menyalahkan teks pidato, tetapi mulailah bertanya kepada diri anda, apakah selama ini anda menerima reward dari perusahaan atau orang lain karena anda bekerja keras atau karena anda menciptakan solusi dengan kecerdasan anda. Jika jawaban anda membuktikan bahwa reward diperoleh dengan cara mengeluarkan tenaga secara konvensional yang dikomandoi dengan cemeti jam kerja dan pembatasan tugas dan tanggungjawab atau bekerja berdasarkan instruksi semata, maka human capital seperti itu bagi organisasi lebih tepat disebut cost, bukan asset. Oleh karena itu dapatlah dimengerti jika seorang atasan tidak ragu untuk memecat anak buahnya.
Faktor Pembeda
Awalnya semua manusia diciptakan sama dalam hal sama-sama memiliki “The Basic Principle of Human Capital” dalam bentuk keunggulan dan keterbatasan hidup. Kemudian sedikit demi sedikit dibedakan oleh faktor-faktor kecil hingga akhirnya terjadi perbedaan diametral antara pencipta problem dan pencipta solusi; antara menjadi asset dan menjadi cost. Faktor pembeda tersebut tidak lain terletak pada bagaimana anda melakukan berbagai upaya untuk memobilisasi sumber daya yang anda miliki. Pada saat anda berhasil dalam memobilisasi sumber daya yang anda miliki, maka pada saat itu pula sumber daya anda akan menjadi asset suatu organiasi atau perusahaan bahkan bagi diri anda sendiri. Jika anda berdiam diri dan membiarkan sumber daya tersebut mencari celah kompensasi sendiri di lapangan maka dapat dipastikan bahwa asset tersebut dapat berubah ke dalam bentuk yang sama sekali tidak memiliki relevansi apapun dengan cita-cita, tujuan, target dan rencana anda. Dengan kata lain, selama potensi yang anda miliki tidak dimobilisasi dengan baik dan hanya menunggu nasib baik menghampiri anda maka potensi tersebut tidak akan pernah menjadi asset. Oleh karena itu, buanglah jauh-jauh pendapat bahwa pembeda itu berupa nasib, takdir, atau apapun namanya sebab nasib atau takdir tidak merasa dirinya pembeda seperti yang anda pahami.
Beberapa Kiat
Untuk dapat memobilisasi human capital anda, ada baiknya anda ikuti cara-cara berikut ini:
1. Menggunakan
Human capital adalah anda dan kehidupan yang anda miliki. Tidak saja sebatas keunggulan bahkan keterbatasan andapun bisa menjadi keunggulan ketika anda menemukan jawaban dari why di balik lipatan what bahwa nothing happens by accident; atau ketika anda telah menemukan pemahaman baru dari sesuatu yang biasa dilihat oleh anda dan orang lain sebagai hal yang biasa-biasa saja. Tetapi terus-terang sumber daya tersebut masih berupa potensi dasar yang menunggu tombol aktivasi untuk di-ON-kan atau ibarat Gold yang menunggu sentuhan Gold Mind supaya memiliki nilai jual yang fantastis. Dalam teori Electrical Engineering, potensi dasar masih berupa potential energy dan agar menjadi actual energy, maka harus diaktifkan terlebih dahulu. Ibarat battery, selamanya tidak akan menciptakan setrum yang menghasilkan cahaya kalau tidak diaktifkan. Sindiran bijak mengatakan: “Pengetahuan yang tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah”. Artinya pohon tersebut lebih berupa beban daripada asset. Sama halnya dengan potensi dasar yang anda miliki. Tanpa sentuhan kreativitas, kecerdasan, ketahanan, dan kegigihan mengasahnya, maka keberadaannya adalah beban. Tidak sedikit contoh yang bisa anda saksikan. Banyak ornag yang frustrasi bukan karena perlakuan keadaan tetapi tidak ada yang cocok untuk dilakukan terhadap keadaan tersebut meski ia memiliki begitu banyak potensi. Potensi dasar yang dimiliki semua manusia sangat variatif tergantung dengan disiplin atau pendekatan yang digunakan. Dasar pengembangan diri dimulai dari keyakinan ilmiah bahwa di dalam diri anda sudah diciptakan kemampuan untuk memiliki job skill dan mental skill. Management SDM diawali dengan keyakinan ilmiah bahwa anda memiliki software skill di samping juga hardware skill. Anda punya potensi dasar mulai dari fisik, mental, emosional, intelektual, spiritual, material, visual, moral, atau akses eksternal. Anda hanya tinggal menentukan manakah di antara potensi tersebut yang menjadi keunggulan anda. Menggunakan human capital identik dengan upaya mencerdaskannya melalui proses belajar (learning), bukan sekedar sentuhan pendidikan baik formal atau non-formal. Artinya learning adalah proses mengubah ketidakmampuan masa lalu menjadi bentuk kemampuan baru. Learning bukanlah seperti mengisi kerancang yang kosong supaya penuh tetapi seperti menyalakan api. Learning juga merupakan penemuan sebab-sebab atau faktor yang membedakan antara sesuatu yang berakhir dengan kesuksesan dan kegagalan. Atau secara singkat bisa disimpulkan bahwa learning adalah sebuah proses realisasi gagasan secara bertahap berdasarkan perkembangan kemampuan anda.
2. Menjadikan
Masalah hidup yang nilainya mungkin sama besar dengan persoalan jodoh adalah sebutan apakah yang kelak bakal anda sandang. Sebutan dan pasangan hidup, menurut Dale Carnegie merupakan dua hal yang anda peroleh setelah menempuh proses pemilihan secara benar. Alasannya sangat jelas karena keduanya akan menjadi tempat di mana anda mencurahkan energi pengabdian. Semua bayi dilahirkan ke dunia tanpa sebutan atau embel-embel apapun, sampai ia bisa menggunakan keunggulan human capital yang dimiliki dengan menempuh proses hukum petani kemudiann barulah sebutan atau embel-embel tersebut diberikan. Oleh karena itu sebutan tidak dimiliki oleh mereka yang hanya dimotivasi kepentingan jangka pendek dengan dalil logika perut. Pakar psikologi, termasuk Dr. Maxwell Maltz mengistilahkannya dengan Identity (identitas). Ia mengatakan: “One of the things person hold most important is the identity, - that they will behave in accordance with the definition of themselves or their self-image. Tugas anda adalah menciptakan identitas diri dengan menggunakan human capital. Hidup tanpa identitas yang didasarkan pada penggunaan human capital diistilahkan oleh Mark Twin bagai neraka yaitu ketika Tuhan telah menganugerahkan visi yang jelas dalam satu paket human capital tetapi dihambur-hamburkan, dan prestasi yang seharusnya bisa diraih gagal diperoleh karena selam hidup tidak melakukan tindakan apapun. Setelah anda menggunakannya dengan cara dan di dalam hal yang tepat berarti proses terciptanya identitas diri sedang berlangsung . Misalkan anda memiliki potensi postur fisik bagus. Jika anda melatihnya dengan cara-cara yang ditempuh para atlet sesuai disiplin yang ada lalu anda menggunakannya di bidang keolahragaan, maka sebutan atletik sangat rasional bakal anda sandang. Sampai ketika anda tidak menjadi seorang atletik pun karena alasan-alasan khusus, dunia sudah membenarkan langkah anda. Atas dasar sebutan inilah anda akan menerima reward dari orang lain yang oleh para pakar pengembangan pribadi disebut “to attract success” bukan “to pursue” yang memiliki implikasi memakan cost lebih tinggi.
3. Memberikan
Seorang dokter disebut dokter bukan ketika ia menerima sertifikat kedokteran tetapi ketika ia memberikan benefit medis kepada pihak-pihak yang menjadi pasiennya. Seorang businessman disebut pebisnis ketika telah memberikan benefit bisnis kepada customernya. Tokoh bisnis international, Peter Drucker pernah menuturkan: "the purpose of business is to create customer". Artinya benefit bisnis tidak lain adalah berupa solusi atau sesuatu yang membuat orang lain merasa beda. Besar-kecilnya nilai benefit bagi customer akan menciptakan rate of return setimpal bahkan lebih atas sebutan anda. Maka berjasalah tetapi jangan minta jasa. Bagian dari hukum yang mengendalikan dunia ini adalah The Law of Paradox, (John Heider dalam The Tao of Leadership, London: 1986). Salah satu dari bentuk paradoks tersebut adalah bahwa jika anda memberi tidak berarti kehilangan melainkan mempunyai. Tetapi sayangnya paradoks tersebut berlaku pada level realitas esensial yang diistilahkan agama dengan invisible value, atau menurut Reg Regan, penemu Action Learning, disebut sebagai Reflection yaitu new understanding about something. Realitas esensial adalah realitas hikmah di mana keberadaannya ditutupi sekian data, atau fakta. Maka jangan heran, ketika anda tidak bisa beramal dengan harta, jiwa atau ilmu, bisa jadi beramal dengan senyuman pun sulit. Persoalannya bukan pada apakah anda memiliki atau tidak tetapi semata karena realitas yang anda huni. Dunia ini mengandung lapisan realitas yang bisa dikastakan menjadi lapisan permukaan, lapisan tengah, lapisan dalam. Setiap lapisan memiliki dalilnya masing-masing. Dalil lapisan permukaan bukan berbunyi memberi berarti mempunyai tetapi untuk mempunyai harus dengan cara mengambil dari orang lain, bahkan kalau perlu dengan paksa. Sang pujangga, Ronggowarsito, menggambarkannya dalam “Zaman Edan”. Dalam zaman edan tersebut, kalau anda tidak ikut-ikutan edan, anda menjadi sendirian tanpa bagian. Tetapi, lanjut Ronggowarsito, jangan lupa di balik realitas permukaan itu masih terdapat realitas esensial yang berdalil: “sehebat-hebat anda menggunakan cara merampas untuk mendapatkan hak, maka tidak akan melebihi kehebatan jika anda memperolehnya melalui jalan memberi solusi". The power of giving seringkali dilupakan karena nafsu egoisme yang kuat untuk mendapatkan. Hal ini seringkali membuat orang mengabaikan cara-cara yang pantas dalam mendapatkan sesuatu. Oleh karena itu, temukan cara ilmiah dan wajar untuk mendapatkan sesuatu kalau anda mengharapkan kasta realitas yang terhormat. Cara tersebut adalah business of selling dengan menciptakan paket pelayanan solusi bagi manusia lain yang membutuhkan sesuai dengan sebutan/identitas yang anda miliki. Jangan lupa, paket pelayanan solusi tidak sekedar tahu atau pernah belajar, tetapi dalam bentuk tindakan nyata.
Dengan pemahaman terhadap cara-cara memobilisasi sumber daya yang dimiliki diharapkan bahwa anda akan mampu mengaktualisasikan diri secara optimal baik dalam pekerjaan maupun dalam persoalan hidup sehari-hari. Dengan jumlah penduduk negeri ini yang demikian besar maka alangkah besar potensi yang kita miliki. Oleh karena itu mari kita bersama-sama merubah potensi tersebut menjadi asset. Mari memulainya dari diri kita sendiri. Selamat mencoba dan semoga bermanfaat bagi kehidupan anda.*****Swara SKJM HS 5258
Artikel ini dikutip dari berbagai sumber.