Selasa, 31 Juli 2007

Tol Cipularang Sudah Layak Dilewati Kendaraan Berat

www.suarapembaharuan.com

Ruas tol Cipularang, khususnya Km 91-92, yang pernah ambles dan dilakukan perbaikan sementara, kini sudah layak lagi dilewati kendaraan berat golongan II B karena perbaikan permanen sudah hampir selesai. Namun, pengoperasian untuk kendaraan berat itu masih menunggu surat keputusan Menteri Pekerjaan Umum.

Hal itu dikemukakan Direktur Utama PT Jasa Marga, Frans S Sunito kepada wartawan di Bandung, Jumat (27/7),seusai peninjauan proyek pembangunan tol Jatiasih-Cikunir, tempat istirahat KM57 Jakarta-Cikampek, dan pembangunan counter weight Cipularang.

Dikatakan, setelah ambles beberapa waktu lalu, Menteri Pekerjaan Umum membatasi kendaraan yang boleh lewat hanya kendaraan golongan I dan IIA, sementara golongan II B, kendaran berat, dilarang melewati ruas itu sebelum dilakukannya perbaikan permanen dan hasil perbaikan itu harus dinyatakan memenuhi persyaratan setelah melalui proses evaluasi tingkat kestabilan badan jalan.

"Kami sedang mengusulkan dibukanya kembali ruas tersebut untuk dilewati kendaraan berat,'' ujarnya.

Dikemukakan, pihaknya sudah memulai proses perbaikan permanen itu dengan membangun counter weight sesuai rekomendasi tim evaluator yang dibentuk pemerintah pascaambkesnya ruas jalan tersebut. Perkembangan proyek per hari ini sudah mencpai tahap penyelesaian akhir, sementara seluruh pekerjaan teknis sudah selesai 100 persen.

Proyek pembenahan itu telah dievaluasi oleh Tim Badan Pengatur Jalan Tol dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum. Hasilnya, tingkat kestabilan badan jalan kini mencapai skala 1,37, atau sudah diatas standar minimal 1,3.

Menyangkut kerugian akibat penutupan ruas jalan tersebut, Frans mengemukakan faktor keselamatan jauh lebih penting daripada hitung-hitungan laba-rugi. Sebagai gambaran, jumlah kendaraan yang melewati Tol Purbaleunyi saat ini mencapai 160 ribu mobil per hari, dengan tingkat pemasukan rata-rata berkisar antara Rp 900 juta hingga Rp1 miliar.

''Kalau kendaraan berat diijinkan lagi melewati ruas jalan tersebut, peningkatan jumlah kendaraan lewati diperkirakan meningkat sebanyak 2000 mobil."

Cikunir

Frans mengemukakan rencana pengoperasian ruas tol Jatiasih-Cikunir yang sangat dinanti-nantikan masyarakat itu diharapkan bisa dilaksanakan pada bulan Agustus 2007. Ruas itu akan menghubungkan tiga ruas jalan tol, yaitu Jagorawi, Jakarta-Cikampek, dan Jakarta-Serpong. [L-7]

Jasa Marga Harapkan Menteri PU Optimalkan Pengoperasian Tol Cipularang

www.antara.co.id

Jakarta (ANTARA News) - PT Jasa Marga Persero mengharapkan Menteri Pekerjaan Umum (PU) segera mengoptimalkan kembali mengoperasian jalan tol Cipularang sebagai bagian dari tol Purwakarta-Bandung-Cileunyi (Purbaleunyi), dengan mencabut larangan bagi kendaraan golongan IIB melewati jalur tersebut.

"Saat ini telah dilakukan perkuatan di kilometer 92 yang amblas beberapa waktu lalu sehingga ruas ini dilarang dilalui kendaraan angkutan berat (golongan IIB), sudah sesuai, bahkan di atas yang dipersyaratkan," kata Pimpinan Proyek Perbaikan Tol Cipularang, Letnantoro, di lokasi proyek, Jumat.

Menurutnya, untuk jalur A (Jakarta - Bandung) tingkat stabilitas sudah 1,37, sedang jalur B (Bandung - Jakarta) 1,39. Jauh di atas yang disyaratkan Puslitbang Jalan Departemen PU 1,30, sehingga sebenarnya sudah aman dilalui kendaraan berat.

Menurutnya, dalam desain awal pembangunan tol Cipularang sebenarnya tingkat stabilitas 1,08. Namun kenyataannya kondisi alam tidak memungkinkan sehingga kilometer 92 ambruk, serta ditutup bagi Golongan IIB oleh Menteri PU.

Diungkapkan, dalam upaya memperkuat konstruksi ruas ini PT Jasa Marga menghabiskan biaya sekitar Rp24,5 miliar. Perkuatan dilakukan sepanjang hampir 1 kilometer jalur A dan 125 meter jalur B.

Sedangkan menurut Kepala Cabang Purbaleunyi (Purwakarta - Bandung - Cileunyi), Hardjono Santoso, ruas Purbaleunyi di lalui 150.000 sampai 160.000 kendaraan setiap harinya.

Menurutnya, untuk Gol II B yang melalui Cipularang sendiri tidak terlalu signifikan hanya sekitar 2.000 kendaraan perhari. Sementara pendapatan ruas ini sekitar Rp900 juta sampai dengan Rp1 miliar per hari.

Dia mengatakan, mengenai upaya perkuatan ini sudah mendapat persetujuan dari tim independen Puslitbang Jalan Departemen PU bekerjasama dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).

Sesuai rekomendasi tim independen Departemen PU terdapat tujuh lokasi kritis di tol Cipularang. Enam diantaranya sudah selesai serta saat ini terus dilakukan pengamatan secara visual.

Enam yang sudah diperbaiki diantaranya Lebak Ater (kilometer 96+900 A dan 96+750 B), Bukit Indah (kilometer 70+600 B), Sadang (kilometer 74+500), Darangdan (Kilometer 98+500 B), Tegalnangklak (kilometer 83-84), dan Cilame (kilometer 113-114).

Sedangkan yang saat ini dalam tahap penyelesaian adalah Batudatar (kilometer 91+600, 91+900 dan 92 Pasir Honje). Di Batudatar sedang dilakukan penyelesaian pekerjaan counterweight (penyeimbang), serta pekerjaan lain seperti drainase, ronjong, "replacement", "grouting", dan "overlay".

Pekerjaan yang sudah diselesaikan di Lebak Ater , Bukit Indah, Sadang, Darangdan, Tegalnangklak, Cilame. Terhadap pekerjaan itu PTB Jasa Marga secara periodik melakukan pengamatan kondisi jalan melalui safety audit dan pengamatan lapangan.(*)

Mengapa harus Bisa Membaca Apa Yang Ada Dibalik Laporan Keuangan...?

Penulis : Enny Ratnawati
www.edratna.wordpress.com

Pernahkah mendengar tentang forensik accounting?

Dalam perkembangan, accounting tidak sekedar bisa menyusun laporan keuangan, namun sebagai pimpinan kita harus bisa membaca apa yang ada dibalik laporan keuangan tersebut. Bayangkan jika Anda seorang investor, dan ingin menanamkan modal pada perusahaan A, maka Anda tentunya harus mengetahui kinerja perusahaan A yang tercermin dalam laporan keuangannya. Apakah itu cukup?

Ada 3 (tiga) jenis laporan keuangan yang harus diperhatikan:
1. Laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan (disebut home statement)
2. Laporan keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan terdaftar (audit accounting)
3. Laporan keuangan yang telah dilakukan recasting

Dimanakah fungsi forensik accounting? Dari laporan yang telah diaudit akuntan sebetulnya diharapkan laporan telah menunjukkan keadaan yang sebenarnya, apalagi bila dalam opininya akuntan telah menyatakan bahwa laporan audit wajar tanpa catatan, namun sebagai seorang investor, atau Bank yang harus menilai kinerja perusahaan yang menerima pinjaman, maka diperlukan satu upaya lagi untuk lebih meyakinkan bahwa laporan keuangan tadi telah menunjukkan hal yang wajar. Laporan keuangan ini juga berguna bagi pemilik perusahaan, untuk mengetahui bagaimana perkembangan perusahaan, serta bagaimana posisinya di tingkat persaingan dengan usaha sejenis.

Apa yang dimaksud dengan recasting laporan keuangan?

Kegiatan yang dilakukan dengan meneliti dan menyusun kembali laporan keuangan ke dalam suatu format yang lebih sesuai dengan tujuan tertentu.
Menyusun ke dalam format dan klasifikasi, adalah dengan melakukan penyusunan ulang laporan keuangan dengan memisahkan:
- Transaksi kas dan non kas
- Tangible dan intangible assets
- Operasional dan non operasional
- Lainnya

Misalkan:
Untuk rekening piutang, perhatikan apa saja yang terdapat pada rekening piutang. Bagi bank, yang diperhatikan hanya piutang dagang atau piutang usaha, karena unsur inilah sebetulnya yang mempengaruhi modal kerja untuk perputaran usaha.
Untuk persediaan, buat agingnya, dan yang mempengaruhi usaha adalah perputaran persediaan, baik perputaran bahan baku, barang setengah jadi maupun barang jadi.
Laba, yang perlu diperhatikan berapa laba riil atau laba kas dan laba operasional. Sedangkan revaluasi aktiva hanya menambah aktiva agar perusahaan terlihat berkembang, namun tidak ada pengaruhnya terhadap cash flow.

Recasting dilakukan terhadap pos-pos tertentu dalam laporan laba-rugi maupun dalam neraca.

Recasting Laporan Laba/Rugi
Pisahkan pendapatan dan beban
- Operasional dan non operasional
- Kas dan non kas
- Bunga Bank/pihak ketiga
- Lainnya, seperti biaya Research & Development

Recasting neraca
Pisahkan aktiva operasional dan non operasional
- Perhatikan aktiva leasing, baik off balance sheet maupun on balance sheet
- Pos-pos afiliasi (hubungan terkait)
- Senioritas hutang
- Perhatikan mutu aktiva dan perkembangannya.

Pada prinsipnya recasting dilakukan pada setiap pos dalam neraca maupun laba/rugi, untuk mengetahui apakah ada yang tersembunyi dibalik pos-pos tadi. Setelah dilakukan recasting , maka disusun kembali laporan keuangan berdasarkan hasil recasting tadi, dan bila memungkinankan dibandingkan dengan usaha sejenis yang skala usahanya hampir sama.

Misalkan, kita memiliki data laporan keuangan beberapa industri sepatu. Maka bisa dibuat perbandingan antara industri sepatu, dan dianalisis dari berbagai segi (termasuk analisa ratio), sehingga akan diketahui:
• Industri sepatu mana yang paling efisien, dapat dilihat dari perbandingan

BOPO (Biaya Operasional dibanding dengan Pendapatan Operasional).
• Industri mana yang labanya paling tinggi. Dilihat apakah laba yang tinggi tersebut karena penjualan meningkat pesat, atau disamping itu ada efisiensi biaya (menggunakan analisa vertikal dan horizontal)
• Berapa rata-rata perputaran piutang dan persediaan, dan berapa perputaran modal kerjanya. Semakin cepat perputaran modal kerja, maka industri tersebut juga akan makin baik, karena segera akan diperoleh uang kas. Apakah hal ini benar? Bagaimana jika sebetulnya perusahaan mendapatkan kemudahan untuk mengambil barang dan membayarnya dua bulan kemudian, tanpa dikenai bunga?
• Bagaimana komposisi dalam persediaan, dan piutang? Hal ini bisa dilihat dari aging piutang, apakah banyak piutang yang tak tertagih?
Dari hasil analisa, maka akan dapat diketahui industri mana yang paling baik, dan bila kita sebagai pemilik perusahaan, kita dapat mempelajari dari laporan keuangan, dimana pos-pos yang masih dapat ditingkatkan, serta bagaimana caranya. Sebagai pemilik perusahaan, akan lebih mudah dalam mencari data-data sumber laporan keuangan tersebut.

Namun hal ini berbeda jika kita berada pada posisi auditor, disini kita harus bisa menganalisis apa yang ada dibalik laporan keuangan tersebut, apakah laporan keuangan telah disajikan secara benar, apakah ada data-data lain yang belum bisa tergali? Dari beberapa kasus keuangan, maka auditor harus bisa memastikan bahwa laporan keuangan yang disajikan telah benar, agar tidak terjadi permasalahan dikemudian hari. Karena bila terjadi sesuatu dikemudian hari, selain pemilik perusahaan, akuntan, maka auditor juga akan dihadapkan pada pertanyaan apakah telah dilakukan audit secara benar, apalagi jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan terbuka (go public).

Senin, 30 Juli 2007

RUU KIP dan TRANSPARANSI BUMN

(Sindo Sore, 16 Juni 2007)


RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik kini memasuki tahap pembahasan oleh DPR dan pemerintah setelah bertahun-tahun menunggu “antrian” untuk dibahas. Satu hal yang telah disepakati oleh DPR dan pemerintah adalah perubahan nama menjadi Rancangan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (RUU KIP).

Namun demikian proses pembahasan agaknya tidak akan berjalan mulus. Ada banyak perbedaan yang sangat mendasar antara RUU versi inisiatif DPR dengan perwakilan pemerintah yang dalam hal ini Departemen Komunikasi dan Informatika. Salah satu perbedaan mendasar adalah tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

BUMN menurut RUU versi DPR memasukkan sebagai Badan Publik karena berdasarkan aliran dana dan aliran mandat. Modal BUMN/BUMD didapat dari anggaran negara, baik APBN maupun APBD. Sedangkan pejabat BUMN mendapatkan mandatnya dari pejabat negara, yakni Menteri BUMN yang mewakili pemerintah sebagai pemegang saham. Demikian juga dengan BUMD yang mendapatkan modalnya dari Pemerintah Daerah. Berdasarkan mandat, baik BUMN maupun BUMD dibentuk dengan UU oleh pejabat publik sehingga berdasarkan argumentasi tersebut, BUMN/BUMD termasuk dalam Badan Publik dan wajib menyediakan informasi kepada masyarakat yang memintanya.

Akan tetapi, mantan Menteri Kominfo Sofyan Jalil yang kini menjadi Menteri BUMN bersikukuh untuk mengeluarkan BUMN/BUMD dari KMIP. Menurut Sofyan Jalil, BUMN/BUMD adalah entitas bisnis dan telah diatur dengan sejumlah UU seperti UU BUMN, UU Perseroan Terbatas, UU Pasar Modal dan sebagainya. Sementara KMIP, menurut Sofyan adalah wilayah politik sehingga tidak tepat apabila BUMN/BUMD dimasukkan dalam KMIP. Sofyan bahkan menegaskan, “Tidak masuknya BUMN dan BUMD dalam RUU KMIP adalah harga mati” (Sindo, 21/5/2007).

BUMN dan KIP

Pendapat Menteri Sofyan Jalil sungguh mengejutkan karena ada beberapa fakta yang agaknya kurang dipertimbangkan secara matang. Pertama, pada dasarnya BUMN tunduk dalam yurisdiksi UU Keuangan Negara. UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 19 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 17 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan secara jelas menyebutkan BUMN termasuk kategori keuangan negara. Karena berada dalam yurisdiksi keuangan negara, maka berbagai kasus penyelewengan dan korupsi di BUMN bisa dijerat dengan UU Anti Korupsi. Sudah banyak direksi BUMN yang kini mendekam di penjara karena didakwa merugikan keuangan negara.

Kedua, karena berada dalam yurisdiksi keuangan negara, maka sangat sulit untuk menerima argumen bahwa BUMN adalah entitas bisnis, di luar area politik. Faktanya selama ini Direksi BUMN kerap dipanggil dalam forum dengar pendapat di DPR. “Pejabat-pejabat Senayan” itu juga kerap melakukan kunjungan kerja ke BUMN seperti halnya departemen pemerintah lainnya. Apalagi jika BUMN membutuhkan tambahan dana dari APBN, DPR pasti akan meminta keterangan dan rencana bisnis secara mendetail dari direksi. Demikian juga dengan Direksi dan Komisaris BUMN yang diangkat oleh Menteri BUMN yang notabene adalah jabatan politis.

Sementara itu, banyak keputusan bisnis BUMN tidak berada di tangan direksi tetapi ditentukan oleh pejabat negara. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) misalnya, Direksinya tidak memiliki kuasa untuk menentukan harga jual listrik ke konsumen. Tarif Dasar Listrik selama ini ditentukan oleh sejumlah Menteri terkait bersama DPR dan PLN “dipaksa” menjual rugi listrik ke konsumen. Akibatnya PLN harus merugi lebih dari Rp. 1 triliun (prognosa 2006). Demikian juga dengan Pertamina yang “dipaksa” merugi dengan memberikan subsidi kepada konsumen karena menjual BBM di bawah harga pasar internasional. Meskipun Pertamina adalah BUMN penyumbang keuntungan terbesar, untuk mendapatkan dana subsidi BBM dari pemerintah Pertamina harus menunggu beberapa bulan hingga tuntasnya audit oleh BPK.

Keempat, berdasarkan UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN, dikenal dua badan hukum BUMN yakni persero dan perum. Persero adalah BUMN yang dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan dan memberikan kontribusi bagi keuangan negara. Sedangkan Perum diperuntukkan bagi BUMN yang mengemban mandat pelayanan publik yang belum (tidak) tergantikan oleh sektor swasta. Berdasarkan ketentuan ini, praktis tidak semua BUMN berada di wilayah bisnis. Bahkan ada BUMN yang terus-menerus mendapatkan subsidi dalam bentuk Public Service Obligation (PSO) sebagai kepanjangan tangan pemerintah untuk menyediakan pelayanan publik seperti transportasi kereta api. Tanpa subsidi dari pemerintah, tentu pelayanan kereta ekonomi tidak ada lagi.

Kelima, dari 139 BUMN yang dikuasai pemerintah, 87,85% keuntungan disumbang hanya oleh 10 perusahaan saja (Investor,14-28 Maret 2007). Sementara sisanya sekedar menutup biaya operasional, bahkan banyak yang secara teknis sebetulnya bangkrut dan selama ini bertahan hidup karena subsidi dari pemerintah. Rata-rata Return on Asset dan Return on Equity BUMN jauh lebih rendah dibandingkan perusahaan swasta.

Salah satu sebab mengapa banyak BUMN dan juga BUMD merugi adalah maraknya praktek korupsi. BUMN/BUMD selama ini menjadi sapi perah berbagai kepentingan politik. Alih-alih memberikan keuntungan kepada negara, justru banyak BUMN/BUMD yang menyetor kepada kantong-kantong politisi. Perusahaan boleh merugi, tetapi gaji direksi banyak BUMN justru tidak pernah turun plus berbagai fasilitas lainnya. Korupsi juga banyak terjadi dalam pengadaan barang dan jasa di BUMN.

Bentuk korupsi BUMN lain terjadi dalam proses privatisasi. Di berbagai negara, bila perusahaan yang kinerjanya bagus akan diprivatisasi, harga saham akan meroket karena banyaknya permintaan. Tetapi di Indonesia justru sebaliknya. Begitu privatisasi diumumkan, harga saham BUMN akan “digoreng” sehingga harganya jatuh dan pemerintah pun harus menjual dengan harga murah. Kasus privatisasi PT Perusahaan Gas Negara, atau privatisasi PT Indosat beberapa tahun yang lalu adalah contohnya. Bila kemudian BUMN dikeluarkan dari RUU KIP, tentu praktek korupsi dalam privatisasi akan semakin menjadi-jadi.

Meningkatkan transparansi BUMN

Salah satu strategi yang harus dilakukan untuk menyehatkan BUMN adalah dengan meningkatkan transparansi. Salah satunya adalah dengan memasukkan BUMN dalam KMIP sehingga masyarakat yang merupakan stakeholder sekaligus shareholder mendapatkan informasi yang memadai. Bila kelak Pertamina menaikkan BBM atau PLN menaikkan harga listrik, masyarakat tentu berhak tahu perhitungan teknis dan pertimbangannya.

Soal transparansi dalam bisnis juga telah menjadi standar internasional melalui penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). GCG sendiri bahkan telah menjadi program Menteri BUMN dan diterapkan pada sejumlah BUMN. Semestinya keberadaan RUU KMIP yang memasukkan BUMN sebagai badan publik merupakan pelengkap GCG. Dengan UU KMIP, BUMN harus transparan tidak hanya kepada pemegang saham langsung tetapi juga kepada rakyat yang merupakan shareholder secara tidak langsung. Dengan semangat GCG, semestinya tidak ada penolakan terhadap RUU KMIP, kecuali ada maksud lain.

Memang tidak semua hal harus terbuka dan dapat diakses oleh publik dalam manajemen BUMN karena membuat BUMN tidak kompetitif. Tetapi menutup rapat BUMN dari publik juga bukan tindakan yang bijak. Oleh karena itu RUU KIP harus mengatur secara rinci beberapa aspek yang dapat diakses oleh publik, seperti pengadaan barang dan jasa, proses privatisasi, rencana korporat dan pergantian direksi dan komisaris serta laporan keuangan dan kinerja BUMN.

IHSG dewasa ini, balon atau baja?

Bisnis Indonesia

Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta pernah bergejolak berjangka menengah sampai panjang dari 200 menjadi 600, kembali ke 200, naik lagi ke 600, lalu kembali ke 200. Indeks ini kemudian meningkat terus sampai terakhir menyentuh posisi 2.400 pekan lalu.

Posisi indeks ini kembali terkoreksi cukup dalam menjadi 2.298,41 pada akhir pekan lalu. Level ini turun 66,85 poin dari posisi sebelumnya.

Seperti diketahui, IHSG mencerminkan tingkat harga seluruh saham yang dihitung dengan formula tertentu, sehingga bisa dianggap sebagai harga rata-rata seluruh saham yang diperdagangkan di BEJ.?

Apakah IHSG yang demikian tinggi itu merupakan kebanggaan tentang kesehatan dan kekuatan perekonomian nasional bagaikan baja, ataukah gelembung yang isinya kosong dan setiap saat bisa meletus dan kempes? Biasanya tidak mendadak, melainkan trend-nya menurun terus.

Seiring dengan itu, nilai rupiah melemah. Kalau momentum itulah yang tercermin dari menurunnya IHSG dan nilai rupiah selama seminggu lalu, trend penurunan ini bisa berlangsung lama, yang semakin hari semakin drastis, seiring dengan tercapainya momentum kepanikan.

Diskusi menarik

Marilah kita simak diskusi yang menarik antara Djadjang (Dj) dan Mamad (M) yang fiktif, tetapi mempunyai kadar realita yang tinggi. Mereka berdua bersahabat sejak Sekolah Dasar.

Setelah tamat Sekolah Menengah Umum (SMU), Djadjang belajar ekonomi di universitas yang paling terkenal. Dia kemudian bekerja sebagai dosen dan peneliti. Sekarang Djadjang menjadi profesor doktor di bidang ilmu ekonomi dan beberapa kali diangkat menjadi menteri.

Sementara itu, Mamad menjadi anak jalanan. Dengan logika yang diberikan Tuhan dan secuil pengetahuannya dari SMU, dia bekerja di perusahaan pialang saham. Mamad kemudian mempunyai perusahaan pialang sendiri.

Berikut diskusi antara Djadjang dan Mamad.

Dj: Mad, aku tidak mengerti mengapa banyak kritik terhadap perekonomian kita. Indikator ekonomi makro bagus, nilai tukar rupiah stabil, dan inflasi terkendali. Kok dikatakan sektor riil sekarat, kemiskinan dan pengangguran meningkat.

Kamu kan dibesarkan dalam dunia jual-beli saham.

Saham-saham itu kan mewakili kepemilikan dalam perusahaan. Kalau harga saham meningkat, nilai perusahaan pun meningkat. Dan kalau nilai perusahaan-perusahaan meningkat, perekonomian seluruh negara kan juga meningkat terus?

M: Ya itu teorinya. Tapi kita pernah mengalami IHSG naik-turun tanpa adanya laba perusahaan-perusahaan publik yang bergejolak. Engkau pasti sering membaca istilah 'penggorengan saham'.

Dj: Ya, sering sekali, bahkan ada yang bilang para penggoreng saham itu pasti untung. Keuntungan tersebut tidak kira-kira besarnya. Mereka bukan spekulan, karena yang menaikkan harga saham adalah mereka sendiri. Prosesnya gimana sih?

M: Lho, yang begini ini tidak kau ajarkan kepada mahasiwamu ya?

Dj: Jelas tidak. Bahan kuliah saya dari buku-buku teks bahasa Inggris yang tidak sepenuhnya saya kuasai. Maka saya sendiri menjadi tidak mengerti dan sebenarnya juga tidak percaya adanya? orang-orang lihai yang kau namakan 'penggoreng saham' itu. Itu cerita mitos. Coba jelaskan bagaimana prosesnya yang persis?

M: Untung saya tidak melanjutkan studi sampai universitas seperti kamu. Kalau tidak, saya kan hanya makan gaji yang pas-pasan seperti kamu.

Penggorengan saham itu bukan mitos Djang. Prosesnya begini. Para penggoreng itu melakukan transaksi aspal, yaitu asli tapi palsu.

Asli karena orang-orang suruhannya atau yang dikenal dengan nama nominee benar-benar melakukan pembelian yang dicatat dan harga yang terjadi diumumkan. Berarti ada penjualnya yang asli juga dalam arti melakukan transaksi penjualan.

Tapi, baik pembeli maupun penjual, orang-orang suruhan sang pemodal besar yang dipakai untuk menggoreng. Maksudnya, menciptakan harga yang meningkat terus.

Penggoreng itu membeli bagian terbesar dari saham-saham perusahaan tertentu yang dijadikan target. Penggoreng juga mempunyai perusahaan pialang saham.

Saham-saham milik dia dijual oleh pegawai si A dengan harga lebih tinggi dari yang sedang berlaku. Pembelinya si B dan juga pegawainya. A dan B inilah yang disebut nominee.

Terus transaksinya dilakukan melalui perusahaan pialang milik sendiri. Jadi, A dan B membayar komisi kepada perusahaan pialang yang milik penggoreng. Jumlah saham penggoreng tidak berkurang dan tidak bertambah.

Uang yang dikeluarkan? nominee A dan nominee B, sebagai pembayaran komisi jual-beli kepada pialang, masuk ke dalam perusahaan pialang milik sang penggoreng. Tidak ada yang berubah, kecuali harga saham-sahamnya yang terus-menerus meningkat.

Dj: Secara teoretis tidak mungkin Mad. Ini karena pemodal besar itu hanya bisa melakukan seperti yang kaukatakan kalau dia memiliki saham-saham yang akan 'digorengnya' dalam jumlah yang signifikan untuk membentuk harga.

Kalau tidak, para pemain lainnya kan tidak dalam penguasaannya? Dan kalau jumlah saham dalam satu perusahaan publik melampaui persen tertentu, dia harus lapor, yang terus ada tindak lanjutnya untuk melindungi investor lainnya. Namanya 'kewajiban disclosure.'

M: Lho, teori lagi. Tadi sudah saya katakan bahwa penggoreng itu menggunakan banyak nominee. Para nominee itu pegawai dari sang penggoreng.

Merekalah yang secara resmi memiliki saham dari satu perusahaan publik tertentu yang dijadikan target penggorengan. Jumlah saham yang dimiliki oleh masing-masing nominee tidak melampaui batas aturan disclosure.

Dj: Terus maksudnya penggoreng menaikkan harga saham-saham perusahaan targetnya apa, kalau jumlah saham yang dimilikinya tidak bertambah dan tidak berkurang?

M: Djang, penggoreng itu orang dagang. Maksudnya ya jelas mau cari untung. Maka kalau dia merasa sudah waktunya, saham-saham itu dijual dengan harga tinggi hasil gorengannya.

Dj: Bagaimana mungkin? Siapa yang mau membeli?

M: Tadi kan saya katakan, jumlah saham yang dia miliki tidak 100% dari semua saham yang diperdagangkan di BEJ. Misalnya 70%. Yang 30% diperjual-belikan oleh para spekulan amatiran.

Mereka ini yang nanti akan membeli dengan harga yang berlaku, yang sudah menjadi tinggi. Harga saham yang menjadi tinggi itu tidak ada hubungan sama sekali dengan kesehatan perusahaan, apalagi dengan kesehatan ekonomi nasional yang selalu engkau gembar-gemborkan.

Dj: Lha saya selalu mengajarkan harga saham yang meningkat berarti perekonomian nasional juga meningkat. Kalau gitu salah ya Mad?

M: Ya jelas salah. Kamu itu profesor kodok Djang.

Dj: Apa maksudmu?

M: Begini. Di pinggir kali ada seorang profesor doktor yang sedang menjadi menteri seperti kamu. Di situ ada kodok dan ada seorang anak kecil berumur enam tahun. Ada juga anak jalanan berusia 14 tahun.

DPR Minta Pemerintah Tegas soal Investor Tol

JAKARTA, investorindonesia.com

DPR meminta Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto tegas soal calon investor jalan tol yang pada kenyataannya tidak mampu memenuhi syarat untuk mengikat kerja sama dengan bank (financial closing).

"Seharusnya kalau memang tidak sanggup diputus saja, sebab dengan ulah mereka negara akan dirugikan," kata anggota Komisi V DPR, Nusyirwan Soedjono di Jakarta, Minggu.

Sebab dengan ulah pengusaha yang sengaja mengulur waktu berarti menutup kesempatan kepada usahawan yang potensial untuk masuk. Apalagi sebagian besar dari calon investor tol tersebut merupakan penerusan proyek lama yang terhenti akibat krisis ekonomi.

“Wajar apabila bank tidak berani mengucurkan kredit mengingat sebagian besar investor tersebut erat kaitannya dengan pemerintahan Orde Baru. Kemudian patut dipertanyakan kemampuan mereka dalam menyediakan dana sebesar 30% dari nilai investasi,” paparnya.

Menurut Nusyirwan, pemerintah seharusnya mengacu kepada dokumen Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) yang mengharuskan investor yang sudah menandatanganinya untuk melaksanakan Kesepakatan kredit dengan bank sekurang-kurangnya enam bulan, serta perpanjangan hanya diberi waktu sampai tiga bulan saja.

"Sehingga saya tidak habis mengerti apabila sudah lebih dari sembilan bulan kemudian masih diberi toleransi. Itu sama saja memberi kesempatan untuk melakukan percaloan (mencari mitra investor yang punya uang," ujarnya.

Nusyirwan mengatakan, masyarakat boleh menilai kenapa empat investor yang seharusnya default kini bisa mencapai kesepakatan dengan bank di saat terakhir mendapat pinalti (denda atau hukuman) dari pemerintah.

Empat investor tersebut PT Lintas Marga Sedaya pemegang konsesi Cikampek - Palimanan; PT Pejagan -Pemalang Tol Road pemegang konsesi tol Pejagan -Pemalang; PT Pemalang Batang Tol Road pemegang konsesi Pemalang - Batang, dan PT Marga Setia Puritama pemegang konsesi Batang - Semarang. (ant/gor)

Sabtu, 28 Juli 2007

Birokrasi, Reformasi, atau Recode?

Rhenald Kasali
Ketua Program Magister Manajemen UI; Dosen Fakultas Ekonomi UI


Suara mantan Menteri Penerangan zaman Orde Baru yang biasa "mohon petunjuk dan pengarahan" atasannya sudah lama tidak terdengar. Namun, spirit ini masih sulit dihilangkan dari perilaku birokrat kita. Kurang percaya? Lihatlah memo-memo internal birokrasi kita, di sana akan ditemukan kalimat itu.

Kalimat itu mungkin sekadar basa-basi penutup agar lebih santun. Namun, tak sedikit atasan yang terperangkap, yaitu benar-benar memberi arahan. Akibatnya, struktur birokrasi yang disusun secara bertingkat yang dimaksudkan untuk membatasi wewenang hierarki telah menjadi kekuatan sentral yang membelenggu.

Ibarat rangkaian gerbong kereta api, kalau hanya mengandalkan kekuatan pada satu mesin di depan, kereta akan terantuk-antuk seperti orangtua yang kurang tenaga menarik gerbong ekonomi yang gelisah.
Ketika reformasi birokrasi dianggap sulit dan berbelit-belit, recode pikiran birokrasi dapat menjadi alternatif untuk menembus kebutuhan pemerintah yang terkesan tidak responsif dan tidak efektif. Kalimat mohon petunjuk adalah insight untuk memulainya.

Perangkap sopan santun

Dalam bahasa psikiatri, kebiasaan meminta petunjuk dapat dikategorikan sebagai penyakit mental yang sama bahayanya dengan berbagai kebiasaan buruk lainnya (The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, American Psychiatric Association).

Orang-orang ini masuk the dependent personality type dengan ciri-ciri submisif, patuh, mudah menghapus kedirian, berkata-kata manis, dan selalu butuh persetujuan orang lain. Tentu bukan karena punya gejala penyakit kejiwaan maka birokrasi kita tampak ragu, lamban, dan tidak bergerak jika tidak ada approval. Faktanya, profil demografi para pejabat birokrasi cukup bagus. Sekolahnya hebat- hebat dan mampu berpikir logis. Namun, mengapa orang-orang hebat selalu menunggu petunjuk?

Ada dua kemungkinan. Pertama, meminta petunjuk hanya merupakan bentuk ekspresi sopan santun kepada atasan yang ditujukan untuk tidak menonjolkan diri atau terkesan sok tahu.
Kedua, superioritas atasan. Bawahan "terpaksa" meminta petunjuk karena atasannya menghendaki demikian. Keduanya saling membentuk.

Sopan santun itu sama bentuknya dengan kebiasaan membawakan tas atasan, yang jika tidak dilakukan, seorang bawahan merasa tertekan karena takut dinilai tidak sopan oleh rekan-rekannya. Namun, atasan yang dimintai petunjuk sering melupakan tradisi sopan santun itu dan membiarkan dirinya terperangkap dengan memberi petunjuk sungguhan. Akhirnya berbalas-balasanlah antara minta petunjuk dan memberi petunjuk.

Padahal konsep recode menandaskan, apa yang kita pikirkan adalah baik jika kita sendiri yang mengerjakannya. Kita pikirkan sesuatu, kita mengenal medan yang kita hadapi, dan kita tahu kapasitas kita.

Setiap orang yang sehat, berpendidikan, dan telah melewati proses tertentu pasti punya ide dan tahu apa yang bisa dikerjakan. Bayangkan apa jadinya jika semua yang dikerjakan birokrat bukan hal yang mereka mengerti, mampu dilakukan, apalagi mereka sukai. Itulah yang terjadi di sini. Tidak jelas, tidak pasti, tidak realistis.

Reformasi atau "recode"

Kita semua gemas melihat wajah-wajah birokrat yang lemot dan tampak bodoh di depan kamera televisi menjelaskan bagaimana mereka merespons berbagai bencana yang belakangan ini melanda negeri. Selain takut-takut dan ragu, mereka tampak kurang sigap. Mereka kalah sigap dengan pengusaha yang membutuhkan kecepatan dan kepastian. Jajak pendapat Kompas (5/3) menunjukkan, 58 persen responden menganggap aparat birokrat "murah" sehingga gampang disuap.

Ada rasa putus asa terhadap masa depan negeri ini saat menyaksikan kualitas birokrat seperti itu. Kita beranggapan semua birokrat bodoh dan reformasi birokrasi yang efektif adalah memangkas satu generasi. Maka, setiap kali berbicara tentang reformasi birokrasi, kita menemukan kebuntuan. Semua mengeluh, tidak tahu harus mulai dari mana. Di kanan lemot, di kiri bolot. Namun, kita tak perlu pesimistis. Sekali benang kusut terurai, langkah berikut akan lebih gampang.

Membongkar gerbong-gerbong tua bukan urusan mudah karena kereta harus tetap berjalan kendati harus turun mesin. Namun seperti orang mabuk yang mencari kuncinya yang hilang di bawah lampu, reformasi birokrasi yang kita idam-idamkan masih sebatas membongkar peraturan, bukan mengubah perilaku. Ada pandangan yang memercayai semua perilaku dibentuk oleh peraturan, no matter the leadership. Cara berpikir mekanistik ini hanya cocok jika Indonesia sudah tenang, stabil, dan teratur. Kalau porak-poranda seperti ini, leadership matters.

Recode bukan membangun peraturan, tetapi membentuk nilai-nilai dengan membebaskan tiap individu dari berbagai belenggu kebiasaan, atasan, budaya memberi pengarahan, organisasi, dan cara berpikir. Jadi, sifatnya lebih manajerial dan praktis daripada kompromi politik yang kurang realistis. Tugas akhirnya adalah mengubah cara berpikir dengan mengembalikan esensi terbentuknya birokrasi, yaitu untuk melayani kepentingan rakyat.

Kita tak mengabaikan banyak peraturan membelenggu birokrasi. Semua perlu diintegrasikan untuk mewujudkan birokrat baru. Namun, pembaruan memerlukan harapan dan harapan harus dapat diberikan melalui hasil-hasil nyata yang cepat memberi hasil, sementara yang hasilnya butuh waktu (reformasi) harus terus dikerjakan.

Maka, beban itu ada di pundak para pemimpin dengan mengajak tiap birokrat kembali berpikir, bukan dengan memberi petunjuk. Petunjuk hanya dilakukan oleh seorang yang frustrasi bahwa bawahannya bodoh. Kebiasaan ini merupakan bentuk lain penyakit mental yang ada di kepala pemimpin. Misalnya, banyak ditemui pemimpin yang mengidap kepribadian obsessive-compulsive, yang cenderung mengontrol, kaku, disiplin, tetapi memaksakan. Perilaku ini mengabaikan realita, birokrasi kita sudah harus berubah menjadi birokrasi pasar, yang konsumennya menuntut kecepatan dan pelayanan. Birokrasi pasar berbeda dengan birokrasi perang dingin yang cenderung tertutup, sentralistis, dan mengabaikan peran pelanggan yang menuntut kepastian, kecepatan, dan keunggulan.
Pemimpin buatlah birokrasi kita kembali hidup dengan membiarkan mereka memakai kembali pikiran-pikirannya.

Rhenald Kasali Ketua Program Magister Manajemen UI; Dosen Fakultas Ekonomi UI

Tanggung Jawab Sosial Paksaan atau Komitmen

Media Indonesia

KEBAJIKAN sosial bukan lagi sebuah keikhlasan, melainkan sebuah paksaan. Ia bukan lagi sesuatu yang lahir karena komitmen moral, melainkan karena diperintahkan undang-undang.
Itulah yang terjadi dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas yang baru, yang disetujui DPR untuk disahkan, Jumat (20/7).

Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas itu mewajibkan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan itu dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan. Dan, yang tidak melaksanakannya dikenai sanksi.

Indonesia pun akan termasuk negara paling hebat di dunia karena semua perusahaan yang bergerak dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam melakukan apa yang disebut sebagai corporate social responsibility (CSR). Tetapi jangan heran jika serentak dengan itu, Indonesia akan menjadi negara yang paling hebat aturan hukumnya mengenai tanggung jawab sosial perusahaan, tetapi dalam kenyataan semua itu cuma bagus di atas kertas.

Selama hukum masih dapat dibeli, selama itu pula kewajiban CSR tersebut pun dapat dibeli. Indonesia bukan negara yang kekurangan undang-undang di bidang lingkungan hidup, tetapi semua kita tahu, perusakan lingkungan dilakukan dengan terbuka dan terus terang.

Karena biaya CSR dibebankan ke dalam biaya perusahaan, pada gilirannya biaya itu akan dimasukkan ke harga jual yang membuat harga produk lebih mahal. Ujung-ujungnya merugikan konsumen.

CSR mestinya merupakan komitmen moral. Perusahaan melaksanakan CSR dengan ketulusan, karena panggilan, dan bukan karena dipaksa undang-undang.

Yang harusnya dilakukan negara adalah merangsang perusahaan untuk bergairah melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Bukan menjadikan CSR sebagai biaya, melainkan sebagai cara untuk berbagi dan membagi keberhasilan. Untuk itu, negara lantas memberi rangsangan sehingga semakin mendorong perusahaan melaksanakan CSR dengan suka hati. Bukan dipaksa undang-undang.

Dari perspektif itu, CSR mestinya dengan suka hati diambil dari laba perusahaan. Dan perusahaan yang melaksanakan tanggung jawab sosial itu sebagai komitmen moral mendapat insentif berupa pengurangan pajak sehingga mendorong perusahaan lebih bergiat melakukan CSR.

CSR sesungguhnya merupakan salah satu bagian penting paradigma baru dalam memandang pertumbuhan perusahaan. Kompetisi bukan hanya ditentukan harga, kualitas, ketersediaan, dan pesanan massal, melainkan juga kesinambungan dan kelestarian (sustainability). Dalam sudut pandang itu, CSR bukan hanya urusan perusahaan yang berkecimpung dalam mengelola sumber daya alam. Di negeri ini, justru bukan perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam yang menonjol kegiatan CSR-nya. Celakanya, Undang-Undang Perseroan Terbatas yang baru seakan berasumsi bahwa perusahaan di luar sumber daya alam tidak perlu dan tidak penting melakukan CSR.

Mengatur CSR sebagai sebuah kewajiban dengan memasukkannya ke sistem hukum, jelas memperpanjang daftar yang tidak menyenangkan untuk berinvestasi di Indonesia. Tidak menyenangkan karena kebajikan sosial bukan lagi keikhlasan, melainkan paksaan. Perkara yang semestinya menjadi komitmen moral dipindahkan menjadi kewajiban hukum, yang dalam kenyataan justru dapat dibeli dengan mudah dan murah.

Perceived Leadership

Penulis : A.B. Susanto
Bisnis Indonesia

Style perilaku manajerial merupakan salah satu faktor terpenting dalam kesuksesan implementasi perubahan budaya organisasi. Pemimpin yang sukses sendirian merubah budaya organisasi adalah mitos lama, karena sesungguhnya untuk itu diperlukan dukungan banyak pihak. Dengan demikian wajar jika gaya partisipatif banyak direkomendasikan karena setiap orang akan mempunyai komitmen yang tinggi dalam implementasi perubahan ini. Agar gaya partisipatif ini dapat tumbuh dan berkembang, ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi. Salah satu prasyarat utamanya adalah kepemimpinan yang dapat diterima dan dirasakan dengan baik oleh para bawahan sehingga memungkinkan mereka bisa beradaptasi terhadap perubahan.

Perlu diingat bahwa esensi kepemimpinan adalah suatu hubungan social yang intinya bagaimana seseorang mempengaruhi perilaku atau tindakan orang lain. Mempengaruhi (influencing) dapat dikategorikan ke dalam enam kategori yaitu assertiveness, bargaining, koalisi, friendliness, otoritas yang lebih tinggi, dan reasoning.

Terdapat beragam strategi yang dapat dipilih untuk ‘mempengaruhi’. Pilihan strategis ini dipengaruhi oleh beragam faktor, terutama karakteristik khalayak sasaran, kualitas hubungan yang menjembataninya, serta tujuan yang hendak dicapai. Khalayak sasaran sangat beragam, misalnya atasan, rekan sejawat, maupun bawahan.

Jika sasaran yang ingin dipengaruhi adalah atasan, maka karakteristik kepemimpinan atasan harus benar-benar dimengerti. Bahwa atasan dalam derajat tertentu bisa menunjukkan lebih dari satu gaya kepemimpinan, bukanlah hal yang aneh. Misumi membingkai peran pemimpin dengan sumbu Performance (P) dan sumbu Maintenance (M). Dimensi P diarahkan untuk pencapaian tujuan dan penyelesaian masalah, dengan visi dan misinya. Di lain pihak, dimensi M berorientasi pada pemeliharaan keutuhan dan identitas tim. Dengan bingkai ini kepemimpinan atasan bisa dipetakan ke dalam kuadran PM dimana kedua dimensi memiliki nilai yang tinggi, kombinasi Pm dan pM, ataupun pm yang masing-masing dimensi memiliki nilai rendah.

Kepemimpinan mempunyai kaitan langsung dengan persepsi dari efficacy organisasi. Dengan kata lain, bagaimana pemimpin bertindak akan mempengaruhi persepsi keseluruhan tentang bagaimana organisasi yang menaunginya akan berkembang. Hal ini perlu diingat para pemimpin, karena mereka sendiri barangkali tidak sadar bahwa perilaku mereka mempengaruhi bawahannya. Bagi bawahan, kepemimpinan dirasakan dalam bentuk kharisma, inspirasi, motivasi, dorongan intelektual, maupun kesadaran personal. Hubungan antara bawahan dan pemimpin mengikat mereka ke dalam hubungan saling menguntungkan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Berdasarkan pengalaman atas hubungan itu, bawahan mengidentifikasi pemimpinnya dan menentukan peran yang akan diambilnya.

Efektivitas kepemimpinan yang dirasakan bawahan berhubungan dengan kualitas hubungannya dengan pemimpinnya. Padahal kualitas hubungan ini akan mentransformasikan nilai-nilai, sikap, dan motif menjadi bangunan yang kongruen. Kongruensi ini bisa berupa bawahan yang menyetujui nilai-nilai dan tujuan yang ditawarkan pemimpinnya, dan bisa diartikan berangkat dari nilai-nilai dan tujuan berbeda tetapi menuju muara yang sama.
Masing-masing kongruensi ini menimbulkan kepuasan pada pemimpin. Kepuasan pada pemimpin itu sendiri sangat mempengaruhi komitmen yang tercermin dalam tingkat kinerja dan kepuasan kerja, yang akan berujung pada rasa memiliki dan kemauan untuk bekerja melebihi apa yang diharapkan. Tingkat dimana pemimpin mampu menggerakkan bawahan untuk memandang kepentingan kelompok di atas kepentingan pribadinya. Tingkatan ini dicapai jika dapat melewati dua tahapan sebelumnya: tahapan inisiasi dan transaksi respek dan kepercayaan. Kegagalan tahap inisiasi akan menempatkan masing-masing sebagai bukan kelompoknya.
Sebaliknya, jika perceived leadership masih menjadi masalah, maka perlu dilakukan analisis kebutuhan yang melibatkan para pemimpin kunci dan dibangun pendekatan atas kepemimpinan dan pengembangan kinerja terpadu. Hal di atas mencakup penyusunan kriteria yang terkait dengan visi dan nilai-nilai organisasi. Desain dan implementasi serangkaian workshop bagi para pemimpin kunci dalam perusahaan akan membantu mengkomunikasikan visi organisasi, sekaligus membantu para pemimpin untuk mengidentifikasi gap yang ada. Selain itu perlu disusun model multi fungsi berbasis kompetensi dan profil kemampuan teknis beserta modul pengembangannya.

Untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan metode yang paling sering dipakai adalah dengan mengidentifikasi dan memfokuskan perbaikan pada area di mana titik terlemah ditemui. Namun, hasil penelitian dari Zenger dan Folkman menunjukkan hal yang berbeda. Cara ini memang akan menghasilkan perbaikan untuk area tersebut tetapi tidak bisa menciptakan pemimpin yang besar. Justru Zenger dan Folkman menyatakan dengan berfokus untuk mengembangkan kekuatannya, bukan perbaikan titik terlemah, akan lebih efektif. Logikanya, dengan mengidentifikasi dan memfokuskan pada kompetensi pemimpin yang sudah cukup bagus, perbaikan sedikit saja akan membawa dampak yang lebih dramatis dalam peningkatan efektivitas kepemimpinannya. Sehingga hasilnya bukan lagi pemimpin yang bagus belaka, tapi pemimpin yang besar.
Dengan dibangunnya sistem di atas sekaligus akan didapat perangkat yang bisa dipakai untuk menyeleksi, mengembangkan penilaian dan me-manage kinerja, dan dalam kesempatan yang sama ekspektasi karyawan juga menjadi lebih terukur.

Quantum Leadership

Penulis : A.B. Susanto
Majalah Eksekutif

Teh Botol Sosro harus bersaing dengan Coca Cola yang berskala global. Ayam goreng Ny. Suharti, Mbok Berek, Ayam Bakar Wong Solo, harus bersaing dengan McDonald dan Kentucky Fried Chicken. Tukang parkir pinggir jalan harus ‘bersaing’ dengan Secure Parking. Tukang cuci mobil dan tukang sayur pun juga harus bersaing dengan merek global. Intinya persaingan global telah ada di halaman kita, yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Situasi global yang kompetitif ini, mengharuskan perusahaan mempunyai kemampuan bertahan dan menang. Namun, strategi yang bagus belaka tidaklah memadai. Seorang pemimpin yang handal dibutuhkan oleh perusahaan. Karena seorang pemimpin yang handal bukan saja harus piawai dalam menyusun strategi, tetapi juga dapat menjalankan strategi dengan efektif. Dalam tulisan kali ini penulis mengangkat masalah kepemimpinan, yang merupakan sisi terpenting dalam strategi bisnis. Karena pemimpinlah yang akan melahirkan strategi dan sekaligus berupaya keras agar dapat mewujudkan strategi itu.

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk merealisasikan potensi yang ada pada “pengikutnya” dan mengarahkan keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan dari kelompoknya untuk menghasilkan “sesuatu”. Padahal pada saat ini anggota organisasi semakin kritis, sehingga diperlukan pendekatan kepemimpinan baru, yang tidak dapat mengandalkan pola-pola kepemimpinan yang lama. Organisasi bisnis membutuhkan suatu pola kepemimpinan yang mampu menggerakkan anggotanya untuk bersama-sama berjuang mencapai cita-cita yang telah disepakati bersama. Pola kepemimpinan inilah yang dituangkan dalam konsep Quantum Leadership.

Makna quantum dalam konteks kepemimpinan lebih menekankan kepada “sedikit tetapi memberi dampak yang sangat besar”. Artinya seorang pemimpin - dengan pendekatan Quantum Leadership - akan memberi dampak dan energi yang sangat besar kepada organisasi dan seluruh anggotanya. Konsep Quantum Leadership adalah konsep kepemimpinan yang berorientasi pada masa depan dengan komitmen untuk dapat “melihat dan bermimpi”, “mengubah”, serta “menggerakkan” anak buah ke arah tujuan yang direncanakan.

Pemimpin harus dapat ‘melihat’ masa depan dan ‘bermimpi’ apa yang harus dicapai di masa depan. Ia mempunyai angan-angan tentang bagaimana dan ke mana organisasinya dan para pengikutnya akan ‘dibawa’ di masa mendatang. Dia harus membuka jendela masa depan dan menuangkannya dalam sebuah visi. Namun angan-angan saja tentu tidak cukup. Seorang pemimpin mesti merealisasikan angan-angan dan mimpi-mimpinya agar menjadi kenyataan di masa depan. Artinya dia harus ‘merubah’ dari situasi sekarang menjadi situasi seperti yang diangankan pada masa depan.

Langkah berikutnya adalah menjadi pedagang harapan (merchant of hope) kepada para pengikutnya. Pemimpin akan mengkomunikasikan angan-angan dan mimpinya, yang dapat membangkitkan harapan, menyulut semangat, dan beranjak dari situasi masa kini. Selayaknya ada dua elemen dasar yang harus terkandung dalam sebuah visi, seperti yang diungkap oleh Tichy dan Devana, yaitu sebuah kerangka kerja konseptual untuk memahami tujuan dan bagaimana mencapainya, serta sisi emosionalnya untuk memacu motivasi. Mimpi yang bernama visi itu, kata Nanus, haruslah realistik, dipercaya, dan mempunyai daya tarik masa depan. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menciptakan dan mengartikulasikan sebuah visi yang realistis, kredibel, memacu semangat dan akhirnya menggerakkan pengikutnya untuk mencapai tujuan.

Dalam konsep leadership terdapat lima kekuatan besar yang menjadi pendukung penerapan konsep ini yaitu visi, strategi, komitmen, aksi, dan sensitivitas. Visi berarti cita-cita ke depan, lamunan atas masa depan organisasi. Sebab seperti sebuah pepatah menyatakan bahwa “kita tidak akan pernah mampu membangun sebuah kastil pun di mana pun juga apabila kita tidak mampu membangunnya dalam pikiran kita”. Visi ini kemudian dijabarkan menjadi misi dan diderivasi lebih lanjut menjadi strategi. Strategi yang menjadi panduan bagi tiap anggota organisasi dalam melakukan segala kegiatannya. Komitmen lebih kepada berpegang teguh terhadap apa yang telah ditetapkan bersama. Yaitu visi, misi, tujuan jangka panjang, sampai ke tahapan strategi. Faktor selanjutnya adalah aksi. Aksi di sini adalah derivasi lanjutan dari strategi. Jadi, lebih mengarah kepada taktik dari organisasi yang bersangkutan. Faktor terakhir adalah sensitivitas. Yang dimaksud dengan sensitivitas di sini adalah sensitivitas terhadap perubahan yang terjadi disadari atau tidak. Perubahan baik dari dalam ataupun dari luar organisasi. Hasil akhirnya adalah kecepatan organisasi untuk mengerjakan operasionalnya sehingga cita-cita bersama dapat dicapai dengan cepat dan tepat.

Kelima hal ini membantu terlaksananya tiga filosofi dasar quantum leadership. Pertama, filosofi yang berkaitan dengan tugas seorang pemimpin untuk ‘melihat, bermimpi, dan melaksanakan’, yang disebut sebagai architect approach. Seorang pemimpin diumpamakan sebagai seorang arsitek pembangun masa depan organisasi. Dia diharapkan mampu membuat bangunan imajinernya tentang bangunan masa depan organisasi, tetapi tetap juga harus berpijak pada realitas, yang dapat kita sebut sebagai pendekatan Creative Imagination Based on Reality (CIBOR). Seorang arsitek apabila diberikan sebidang tanah yang berbukit-bukit untuk dibangun, tidak akan berpikir seperti berikut: “Wah, ini sih sulit…mengapa tidak membeli sebidang tanah yang datar sehingga akan memudahkan saya untuk membangunnya ?”. Jika hal ini yang terjadi, maka arsitek bukanlah arsitek yang hebat. Mengapa? Karena tidak semua tanah itu datar. Justru ia harus menghadapi realitas yang ada (tanah berbukit-bukit), dan menciptakan bangunan yang paling layak untuk kondisi yang ada. Seorang pemimpin harus memahami realitas internal maupun eksternal organisasi, menerima keadaan ini, dan membuat angan-angan “bangunan masa depan” berdasarkan realitas ini. Jadi, imajinasi yang hebat saja tidak memadai, karena tetap harus berpijak ke bumi. Seorang Quantum Leader tidak boleh beripikir melantur ke mana-mana, tetapi harus mempunyai pemikiran yang sangat mungkin untuk direalisasikan.

Kedua, filosofi yang berkaitan dengan peran seorang Quantum Leader untuk “mengubah”, yaitu Nurture with Respect, Love, and Care. Artinya untuk “mengubah” anggota organisasi diperlukan pendekatan personal yang prima dari seorang pemimpin. Pemimpin yang baik akan membimbing pengikutnya sehingga mereka mampu – paling tidak – menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Pemimpin yang baik akan membimbing anak buahnya dengan rasa hormat, cinta, dan penuh perhatian.

Ketiga, filosofi Quantum Leadership berkaitan dengan ‘menggerakkan’ yaitu menerapkan The Golf Game Concept yang terdiri dari direction (mengarahkan), distance (mengukur jarak), dan precision (ketepatan). Maksudnya untuk menggerakkan anak buah mesti memiliki tata pikir seperti dalam permainan golf. Sebelum memukul bola golf pertama kali yang harus dilakukan adalah menentukan arahnya. Jika arahnya salah semua usaha yang akan dilakukan akan sia-sia. Kemudian barulah memperkirakan jaraknya. Dan setelah itu berpikir mengenai ketepatannya. Demikian pula dalam kepemimpinan. Seorang Quantum Leader pertama kali harus berpikir mengenai arah yang ditempuh untuk mencapai visi, kemudian memperkirakan berapa “jauh” impian itu harus dicapai dan barulah melakukan tindakan-tindakan yang tepat. Dalam permainan golf, seseorang yang paling ahli sekalipun tidak akan mampu menyelesaikan suatu pertandingan berkali-kali hanya dengan satu kali pukulan (hole in one). Hal ini sangat sulit untuk dilakukan. Demikian pula dalam kepemimpinan untuk mencapai visi yang telah ditetapkan perlu dibuat tahapan-tahapan yang diperlukan (milestones).

Jumat, 27 Juli 2007

MEMIMPIN PERUBAHAN

Penulis : A.B Susanto
BISNIS INDONESIA

Bagaimana sebenarnya pola kepemimpinan yang tepat untuk menuntun organisasi dalam menghadapi berbagai aspek perubahan yang dialami? Bagaimana pola kepemimpinan dapat menuntun organisasi lebih bersikap proaktif dan memiliki ketajaman yang relatif tinggi? Lebih baik lagi jika bukan sekedar menanggapi dan memanfaatkan berbagai perubahan yang ada, tetapi mengantisipasinya dengan baik.
Seorang dapat diibaratkan seorang nahkoda kapal yang sedang menempuh perjalanan di lautan luas, dengan berbagai tantangan dan cobaan. Dalam perjalanannya, sang nahkoda senantiasa dihadapkan pada pilihan keputusan-keputusan strategis, dalam kondisi normal, kondisi kritis karena diserang badai, atau dalam kondisi stagnan, tatkala seluruh bentuk kehidupan kelihatannya menghilang dan tidak memberikan arti apa-apa. Dalam perjalanannya, sang nahkoda berada dalam wadah yang tidak pasti tetapi secara ironis justru membutuhkan ketepatan "kepastian" dalam setiap keputusan atau setiap langkah agar kapalnya selamat dan dapat mencapai tempat tujuan dengan cepat.
Sang nahkoda harus dapat membentuk rasa "kebersamaan" dan rasa memiliki terhadap kapal, maupun keterlibatan dalam pencapaian tujuan. Kebersamaan ini hanya dapat dimunculkan jika kita memiliki sikap dan melihat eksistensi kita sebagai pemimpin justru sebagai bagian dari kumpulan eksistensi setiap anggota perusahaan, dan bukan sebaliknya. Kita dapat memicu perkembangan rasa percaya melalui kemantapan kapabilitas atau kompetensi yang dimiliki, serta dilengkapi dengan kerendahan hati untuk menyatakan bahwa proses yang sedang dilaksanakan merupakan "milik bersama". Konsekuensinya, para pemimpin harus dapat menempatkan diri sebagai "inisiator perubahan", "pelayan perubahan", dan secara aktif menunjukkan partisipasi langsung dalam proses pelaksanaan perubahan.
Dalam menjalani perubahan yang penuh tantangan, rasa antusias perlu dihadirkan dari awal perencanaan proses perubahan dan memainkan peran yang sangat penting. Pemimpin perubahan yang telah dibekali rasa antusias berkesinambungan masih akan menghadapi berbagai tantangan perubahan lainnya, akan tetapi, secara moral dan psikis ia telah didukung oleh kemauan dan semangat dari dirinya sendiri. Hanya dengan memiliki antusias yang ditunjukkan secara nyata, seorang pemimpin dapat meminta dukungan rasa antusias yang sama dari para anggotanya.
Unsur "kesinambungan" harus diperhatikan dalam menghidupkan rasa antusias, jangan sampai seorang pemimpin kehilangan semangat di tengah-tengah berlangsungnya proses perubahan.

Kewaspadaan dan Keberanian Mendobrak
Dalam mengelola perubahan, seorang pemimpin juga perlu memiliki "kerendahan hati", dalam artian tidak terlena oleh kesuksesan yang telah diraih dan senantiasa waspada terhadap berbagai perubahan situasi dan perkembangan-perkembangan yang akan mempengaruhi daya tahan dan masa depan perusahaan. Kebanggaan yang berlebihan justru seringkali menjadi elemen pemicu munculnya potensi kelemahan perusahaan justru ketika perusahaan berada di puncak.
Dalam kondisi yang dianggap "mapan" juga terdapat potensi destruksi yang harus dicermati. Keberanian untuk mendobrak kemapanan benar-benar kita butuhkan dan perlu kita implementasikan. Ingatlah bahwa kita eksis tidak untuk mengingat masa lalu dan hanya untuk mempertahankan apa yang sudah dicapai, tetapi untuk memberikan jalan kehidupan yang baru bagi perusahaan di masa mendatang.
Konsekuensi menjadi pemimpin adalah juga untuk sewaktu-waktu diperlukan mampu dan mau berperan sebagai panglima perang dengan membawa "pedang" yang secara tepat dan mungkin secara radikal harus kita manfaatkan untuk memotong keterikatan dengan tradisi dan kebiasaan yang ada untuk memperoleh kemenangan selanjutnya. Attitude seperti ini juga dibutuhkan dalam menghadapi perubahan yang tidak "nampak" dan terjadi secara perlahan-lahan, sehingga kondisi kemapanan kelihatannya tidak terusik.
Agar dapat dilaksanakan dengan efisien, perubahan memerlukan himpunan energi yang relatif besar. Kekuatan positif ini hanya dapat ditimbulkan jika pemimpin perubahan dapat menghimpun kekuatan dari seluruh jajaran anggotanya. Dengan kata lain, perubahan membutuhkan dukungan penuh dari para "penduduk" perusahaan. Sehingga, peran pemimpin dalam memanajemeni perubahan juga mencakup peran sebagai "bos", di mana karisma, kekuatan pribadi dan kepercayaan diri harus hadir.
Keyakinan diri perlu ditumbuhkan, agar di dalam diri para pengikut kita tidak terdapat keraguan dalam melangkah, karena merasa memiliki seorang pemimpin yang handal dan memiliki kredibilitas yang tidak diragukan. Tentu saja pengembangan diri agar dapat ’menggerakkan’ pengikut berkaitan erat dengan berbagai faktor dan hanya dapat diperoleh jika kita sendiri sudah memiliki "keyakinan diri sendiri", bahwa apa yang kita laksanakan adalah benar dan memiliki peluang keberhasilan yang tinggi. Dalam mengelola perubahan, tidak dapat dipungkiri bahwa kita sebagai manusia biasa akan lebih mudah merasa tidak mampu dan lebih mudah merasa tertekan dan ingin melepaskan diri apabila dihadapkan dalam kondisi krisis. Kita dapat mempersiapkan bekal untuk memantapkan diri dalam berbagai kondisi dengan terlebih dahulu memiliki kemampuan dan integritas diri yang jelas.

Rabu, 25 Juli 2007

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA

I. Pembocoran Rahasia Negara

Pasal 112
Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya kepada negara asing, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

Pasal 113
Barang siapa dengan sengaja, untuk seluruhnya atau sebagian mengumumkan, atau memberitahukan maupun menyerahkan kepada orang yang tidak berwenang mengetahui, surat-surat, peta-peta, rencana-rencana, gambar-gambar, atau benda-benda yang bersifat rahasia dan bersangkutan dengan pertahanan atau keamanan Indonesia terhadap serangan dari luar, yang ada padanya atau yang isinya, bentuknya atau susunannya benda-benda itu diketahui olehnya diancam pidana penjara paling lama empat tahun.
Jika surat-surat atau benda-benda ada pada yang bersalah atau pengetahuannya tentang itu karena pencariannya, pidananya dapat ditambah sepertiga.

III. Penghinaan Terhadap Presiden dan Wakil Presiden.

a. Pasal 134
Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden dan Wakil Presiden diancam dengan pidana paling lama enam tahun, atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

b. Pasal 136 bis :
Pengertian penghinaan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 134 mencakup juga perumusan perbuatan dalam pasal 135, jika hal itu dilakukan diluar kehadiran yang dihina, baik dengan tingkah laku di muka umum, maupun tidak di muka umum dengan lisan atau tulisan, namun dihadapan lebih dari empat orang atau dihadapan orang ketiga, bertentangan dengan kehendaknya dan oleh karena itu merasa tersinggung.

c. Pasal 137 :
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan di muka umum tulisan yang berisi penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, dengan maksud supaya isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan pada waktu menjalankan pencariannya, dan pada saat itu belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka terhadapnya dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut.

IV. Penghinaan Terhadap Raja atau Kepala Negara Sahabat

Pasal 142 :
Penghinaan dengan sengaja terhadap raja yang memerintahkan atau kepala negara sahabat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

V. Penghinaan Terhadap Wakil Negara Asing
a. Pasal 143 :
Penghinaan dengan sengaja terhadap wakil negara asing di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

b. Pasal 144 :
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap raja yang memerintah, atau kepala negara sahabat, atau wakil negara asing di Indonesia dalam pangkatnya, dengan maksud supaya penghinaan itu diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu pada waktu menjalankan pencariannya, dan pada saat itu belum lewat dua tahun sejak ada pemidanaan yang tetap karena kejahatan semacam itu juga, ia dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut.

VI. Permusuhan, Kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah

a. Pasal 154 :
Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

b. Pasal 155 :
(1) Barang siapa di muka umum mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum yang mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karena melakukan kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut.

VII. Pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan golongan

a. Pasal 156 :
Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

b. Pasal 157 :
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum, yang isinya mengandung pernyataan permusuhan, kebencian atau penghinaan diantara atau terhadap golongan-golongan rakyat Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan yang semacam itu juga, yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut.

VIII. Perasaan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan agama

Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau perbuatan :
(a) Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
(b) Dengan maksud agar orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Pasal 156a)

IX. Penghasutan
Pasal 160
a. Barang siapa di muka umum lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 161
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan yang menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, menentang penguasa umum dengan kekerasan, atau menentang sesuatu hal lain seperti tersebut dalam pasal diatas, dengan maksud supaya isi yang menghasut diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaanya menjadi tetap karena melakukan kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan dilarang menjalankan pencarian tersebut.

X. Penawaran tindak pidana
Pasal 162
a. Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menawarkan untuk memberi keterangan, kesempatan atau sarana guna melakukan tindak pidana, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 163
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan yang berisi penawaran untuk memberi keterangan, kesempatan atau sarana guna melakukan tindak pidana dengan maksud supaya penawaran itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika merasa bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut.

XI. Penghinaan terhadap penguasa atau badan umum
Pasal 207
Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum suatu tulisan atau lukisan yang memuat penghinaan terhadap penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia dengan maksud supaya isi yang menghina itu diketahui atau lebih diketahui umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 208
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam pencariannya ketika itu belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga maka yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut.
XII. Pelanggaran kesusilaan
Pasal 282
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, ataupun barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin, memasukkan ke dalam negeri, meneruskan mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, atau barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan atau menunjuk sebagai bisa diperoleh, diancam jika ada alasan kuat baginya untuk menduga bahwa tulisan, gambaran, atau benda itu melanggar kesusilaan, dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(3) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama sebagai pencarian atau kebiasaan, dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atas pidana denda paling banyak tujuh puluh lima ribu rupiah.
XIII. Penyerangan/ pencemaran kehormatan atau nama baik seseorang

a. (1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempel di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling lama empat ribu lima ratus rupiah.
(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri. (Pasal 310)
b. (1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1-3 dapat dijatuhkan. (Pasal 311)
c. Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirim atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (Pasal 315)
d. Pidana yang ditentukan dalam pasal-pasal sebelumnya dalam bab ini, ditambah dengan sepertiga jika yang dihina adalah seorang pejabat pada waktu atau karena menjalankan tugasnya yang sah. (Pasal 316)

XIV. Pemberitaan Palsu

(1). Barang siapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1-3 dapat dijatuhkan. (Pasal 317)

XV. Penghinaan atau pencemaran orang mati
(1) Barang siapa terhadap seseorang yang sudah mati melakukan perbuatan yang kalau orang itu masih hidup akan merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Kejahatan ini tidak dituntut kalau tidak ada pengaduan dari salah seorang keluarga sedarah maupun semenda dalam garis lurus atau menyimpang sampai derajat kedua orang yang mati itu, atau atas pengaduan suami (istrinya).
(3) Jika karena lembaga matriarkhal kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain dari pada bapak, maka kejahatan juga dapat dituntut atas pengaduan orang itu. (Pasal 320)
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan atau gambaran yang isinya menghina bagi orang yang sudah mati mencemarkan namanya, dengan maksud supaya isi surat atau gambar itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencariannya, sedangkan ketika itu belum lampau dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian tersebut.
(3) Kejahatan ini tidak dituntut kalau tidak ada pengaduan dari orang yang ditunjuk dalam pasal 319 dan pasal 320, ayat kedua dan ketiga. (Pasal 321)

XVI. Pelanggaran hak ingkar

(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dituntut atas pengaduan orang itu. (Pasal 322)
XVII. Penadahan Penerbitan dan Percetakan

a. Barang siapa menerbitkan sesuatu tulisan atau sesuatu gambar yang karena sifatnya dapat diancam dengan pidana, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika :
1. Si pelaku tidak diketahui namanya dan juga tidak diberitahukan namanya oleh penerbit pada peringatan pertama sesudah penuntutan berjalan terhadapnya.
2. Penerbit sudah mengetahui atau patut menduga bahwa pada waktu tulisan atau gambar itu diterbitkan, Si pelaku itu tak dapat dituntut atau akan menetap di luar Indonesia. (Pasal 483)
b. Barang siapa mencetak tulisan atau gambar yang merupakan perbuatan pidana, diancam dengan pidana paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika :
1. Orang yang menyuruh mencetak barang tidak diketahui, dan setelah ditentukan penuntutan, pada teguran pertama tidak diberitahukan olehnya ;2. Pencetak mengetahui atau seharusnya menduga bahwa orang yang menyuruh mencetak pada saat penerbitan, tidak dapat dituntut atau menetap di luar Indonesia. (Pasal 484)

XVIII. Penanggulangan kejahatan
Pidana yang ditentukan dalam pasal 134-138, 142-144, 207, 208, 310-321, 483 dan 484 dapat ditambah sepertiga, jika yang bersalah ketika melakukan kejahatan belum lewat lima tahun sejak menjalani untuk seluruhnya atau sebagian pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya karena salah satu kejahatan yang diterangkan pada pasal itu, atau sejak pidana tersebut baginya sama sekali telah dihapuskan atau jika pada waktu melakukan kejahatan kewenangan menjalankan pidana tersebut daluwarsa. (Pasal 488)

XIX. Pelanggaran Ketertiban Umum

a. Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan, dan atau pidana paling banyak lima belas ribu rupiah.
1. Barang siapa mengumumkan isi apa yang ditangkap lewat pesawat radio yang dipakai olehnya atau yang ada dibawah pengurusnya, yang sepatutnya harus diduganya bahwa itu tidak untuk dia atau untuk diumumkan, maupun diberitahukannya kepada orang lain jika sepatutnya harus diduganya bahwa itu akan diumumkan dan memang lalu disusul dengan pengumuman.
2. Barang siapa mengumumkan berita yang ditangkap lewat pesawat penerima radio, jika ia sendiri, maupun orang dari mana berita itu diterimanya, tidak berwenang untuk itu. (Pasal 519 bis)
b. Diancam dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau pidana denda paling banyak tiga ribu rupiah.
1. Barang siapa ditempat untuk lalu lintas umum dengan terang-terangan mempertunjukkan atau menempelkan tulisan dengan judul kulit, atau isi yang dibikin terbaca maupun gambar atau benda yang mampu membangkitkan nafsu birahi remaja.
2. Barang siapa ditempat untuk lalu lintas umum dengan terang-terangan memperdengarkan isi tulisan yang mampu membangkitkan nafsu birahi para remaja.
3. Barang siapa secara terang-terangan atau diminta menawarkan suatu tulisan, gambar atau barang yang dapat merangsang nafsu birahi para remaja maupun secara terang-terang atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, tulisan atau gambar yang dapat membangkitkan nafsu birahi para remaja.
4. Barang siapa menawarkan, memberikan untuk terus atau sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan gambar atau benda yang demikian, pada seorang yang belum dewasa dan dibawah umur tujuh belas tahun. Barang siapa memperdengarkan isi tulisan yang demikian dimuka seseorang yang belum dewasa dan dibawah umur tujuh belas tahun. (Pasal 533)
c. Barang siapa terang-terangan mempertunjukkan sesuatu sarana untuk menggugurkan kandungan maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Kode Etik Jurnalistik

Bahwa sesungguhnya salah satu perwujudan kemerdekaan Negara Republik Indonesia adalah kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28 Undang-undang Dasar 1945. Oleh sebab itu kemerdekaan pers wajib dihormati oleh semua pihakMengingat negara Republik Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum sebagaimana diamanatkan dalam penjelasan Undang-undang Dasar 1945, seluruh wartawan Indonesia menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan pancasila.Maka atas dasar itu, demi tegaknya harkat, martabat, integritas, dan mutu kewartawanan Indonesia serta bertumpu pada kepercayaan masyarakat, dengan ini Persatuan Wartawan Indonesia(PWI) menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh wartawan Indonesia.

BAB I
KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS

Pasal 1
Wartawan Indonesia beriman dan bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat kepada undang-undang Dasar Negara RI, kesatria, menjunjung harkat, martabat manusia dan lingkungannya, mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara serta terpercaya dalam mengemban profesinya.

Pasal 2

Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang.

Pasal 3

Wartawan Indonesia pantang menyiarkan karya jurnallistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan memutar balikkan fakta, bersifat fitnah, cabul serta sensasional.

Pasal 4

Wartawan Indonesia menolak imbalan yang dapat mempengaruhi obyektivitas pemberitaan.

BAB II
CARA PEMBERITAAN DAN MENYATAKAN PENDAPAT

Pasal 5

Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampur adukkan fakta dan opini sendiri. Karya jurnalistik berisi interpretasi dan opini wartawan, agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.

Pasal 6

Wartawan Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang merugikan nama baik seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.

Pasal 7

Wartawan Indonesia dalam memberitakan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang.

Pasal 8

Wartawan Indonesia dalam memberitakan kejahatan susila (asusila) tidak merugikan pihak korban.

BAB III
SUMBER BERITA

Wartawan Indonesia menempuh cara yang sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) dan selalu menyatakan identitasnya kepada sumber berita.

Pasal 10

Wartawan Indonesia dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak akurat, dan memberi kesempatan hak jawab secara proporsional kepada sumber atau obyek berita.

Pasal 11

Wartawan Indonesia meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber berita.

Pasal 12

Wartawan Indonesia tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip karya jurnalistik tanpa menyebut sumbernya.

Pasal 13

Wartawan Indonesia harus menyebut sumber berita, kecuali atas permintaan yang bersangkutan untuk tidak disebut nama dan identitasnya sepanjang menyangkut fakta dan data bukan opini.
Apabila nama dan identitas sumber berita tidak disebutkan, segala tanggung jawab ada pada wartawan yang bersangkutan.

Pasal 14

Wartawan Indonesia menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan berita serta tidak menyiarkan keterangan "off the record".

BAB IV
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK

Pasal 15

Wartawan Indonesia harus dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Jurnalistik PWI (KEJ-PWI) dalam melaksanakan profesinya.

Pasal 16

Wartawan Indonesia menyadari sepenuhnya bahawa penaatan Kode Etik Jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani masing-masing.

Pasal 17

Wartawan Indonesia mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak organisasi dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan PWI.
Tidak satu pihakpun di luar PWI yang dapat mengambil tindakan terhadap wartawan Indonesia dan atau medianya berdasarkan pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik ini.

Selasa, 24 Juli 2007

Corporate Social Responsibility dan Imbal hasil saham

CSR & Imbal hasil saham

Sekitar 150 tahun lalu, perusahaan merupakan entitas yang relatif tidak signifikan. Tetapi saat ini, perusahaan berubah menjadi hal yang jelas, dramatis, dan kehadirannya menyelusup dalam seluruh kehidupan kita. Perusahaan bahkan telah mendominasi kehidupan kita. Entitas legal perusahaan yang berada di bawah hukum saat ini dianggap sebagai orang, dan kemudian orang tersebut dengan mendasarkan pada kepribadian dan karakteristiknya dapat pula bersikap sebagai psikopat (sakit jiwa).
Joel Bakan, dalam buku The Pathological Pursuit of Profit and Power (2005), menyindir bahwa perusahaan adalah psikopat. Hal ini karena: Pertama, tidak memiliki rasa tanggung jawab mengingat perusahaan mengesampingkan risiko-risiko lainnya dalam pengejaran tujuan mereka sendiri. Kedua, manipulatif karena perusahaan acap kali memanipulasi opini orang untuk mengejar tujuan mereka. Ketiga, megah (grandiose) karena perusahaan selalu menuntut hal terbaik. Keempat, sembrono karena sering ditemukan perusahaan menolak bertanggung jawab atas berbagai tindakannya.
Kelima, kejam karena jika berbuat kesalahan, perusahaan tidak bisa merasakan penyesalan. Keenam, dangkal (superficial) karena perusahaan sering menjalankan kegiatan yang terkait dengan lima hal di atas. Artinya, selalu tidak mencerminkan perusahaan yang sebenarnya. Poin penting yang bisa diambil dari sindiran itu adalah semua perusahaan sebagai psikopat dan hampir semua struktur organisasi perusahaan mengarah pada penciptaan psikopat. Hal tersebut kelihatan sederhana, karena tujuan dasar perusahaan adalah menciptakan keuntungan dan meningkatkan nilai saham, sedangkan hal lainnya menjadi tujuan berikutnya.
Satu-satunya tanggung jawab direksi, manajer, dan karyawan perusahaan adalah melayani kepentingan pemegang saham. Kepentingan pemegang saham seringkali hanya meningkatkan nilai saham mereka. Semangat mementingkan orang lain dan melaksanakan tanggung jawab sosial tidak meningkatkan garis dasar perusahaan. Kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibilities/ CSR) hanya bualan dalam laporan tahunan dan upaya public relations. Hal ini karena perusahaan pada hakikatnya tetap mengejar tujuan dasarnya, yaitu pengumpulan profit.
Pemikir sekelas Milton Friedman, Noam Chomsky hingga Peter Drucker percaya bahwa apa yang disebut moralitas baru dalam dunia bisnis pada kenyataannya tidak bermoral. Hanya ada satu tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu tanggung jawab pada eksekutif perusahaan. Menurut Friedman, saat CSR bisa menjadi suatu hal yang dapat dimaklumi adalah saat tanggung jawab sosial itu bermuka dua. Eksekutif perusahaan yang memberlakukan nilai-nilai sosial dan lingkungan dalam program, berarti mereka juga memaksimalkan kekayaan pemegang saham.
Drucker sependapat dengan Friedman bahwa CSR merupakan penyimpangan yang berbahaya dari prinsip-prinsip bisnis. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua perusahaan yang melaksanakan kegiatan CSR mengalami penyimpangan dan buruk. Beberapa tindakan CSR sering kali bahkan bisa dipercaya. Toyota, misalnya, memelopori mobil hybrid yang ramah lingkungan, setelah melakukan investasi besar-besaran di bidang riset dan pengembangan yang berbasis teknologi ramah lingkungan.
Toyota pada akhirnya memang bisa mengambil keuntungan dari lisensi atas penemuan teknologi tersebut dan menjual mobil hybrid-nya kepada masyarakat. Tetapi, yang perlu diingat adalah Toyota juga telah mempertaruhkan reputasi perusahaan dan modal yang cukup besar pada suatu risiko yang tinggi dalam kegiatan menjaga lingkungan.
CSR dan UU PT Perusahaan kini menjadi aktor penting dalam perekonomian. Karena itu, keberadaan perusahaan harus diatur dalam hukum dan hukum itu juga bisa membubarkannya.
Hukum tersebut harus bisa mendikte struktur perusahaan dan menentukan apakah tindakan perusahaan legal atau tidak. Pembentukan hukum tersebut bisa dilakukan dengan tindakan politik untuk mengubah peraturan yang telah ada sebelumnya. Di sinilah orang-orang bisa berusaha mengendalikan kekuatan perusahaan atau setidaknya memfungsikan demokrasi dengan antara lain melalui tiga hal.
Pertama, meningkatkan sistem regulasi. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan dukungan kepada pemerintah untuk membuat regulasi guna melindungi warga negaranya. Kedua, memperkuat demokratisasi politik seperti dalam hal pemilu, maka seharusnya dikembalikan pada pemilihan langsung oleh publik. Hal ini dapat mengeliminasi manipulasi politik, seperti sogokan pendanaan.
Ketiga, menciptakan ruang publik yang sempurna dan melindungi beberapa kepentingan umum terhadap kepentingan kapitalis. Standar akutansi keuangan di Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial, terutama mengenai tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan atau akibat lain yang terjadi dari kegiatannya.
Namun, bagi perusahaan yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya, pengungkapan kegiatan sosial seperti CSR telah diatur dalam Peraturan Bapepam No. KEP-13/BL/2006 tangal 7 Desember 2006 sebagai pengganti Peraturan Bapepam No. KEP-38/PM/1996. Peraturan Bapepam itu diupayakan memberikan gambaran yang jelas tentang kinerja manajemen kepada publik. Peraturan tersebut diharapkan dapat membuat manajemen mengungkapkan informasi lain di luar yang telah diwajibkan. Kondisi tersebut bisa terjadi selama perusahaan akan memperoleh manfaat yang lebih besar daripada biaya yang dikorbankan.
Sejumlah penelitian tentang manfaat pengungkapkan kegiatan sosial, seperti CSR, telah dilakukan. Hasil dari penelitian-penelitian tersebut membuktikan bahwa hal itu berdampak positif terhadap profitabilitas perusahaan maupun imbal hasil saham. Informasi kegiatan CSR itu akan membentuk kepercayaan baru yang dapat mendorong atau malah mengubah ekspektasi para investor terhadap keputusan untuk menahan, menjual, atau membeli lagi saham perusahaan.
Philip Kotler dan Nancy Kotler dalam Corporate Social Responsibility, Doing the Most Good for Your Company and Your Cause (2005) menuliskan bahwa secara praktis menunjukkan bagaimana perusahaan memaksimalkan tingkat pengembalian investasi melalui sejumlah kegiatan dan inisiatif sosial yang berdampak positif bagi masyarakat dan lingkungannya. Dampak positif
Saya bersama mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Arie Widodo, saat ini mengkaji kegiatan CSR, kinerja perseroan, dan imbal hasil saham dengan menggunakan purposive sample pada perusahaan nonkeuangan yang tercatat di BEJ pada 2006. Hasil sementara menunjukkan bahwa kegiatan CSR berbanding positif dengan kinerja perusahaan dan juga imbal hasil saham. Penelitian itu dalam tahap penyempurnaan melalui serangkaian penambahan variabel, perbaikan model, dan event studies.
Perusahaan, pada dasarnya, mengungkapkan informasi sosial, termasuk CSR, dengan tujuan membangun image pada perusahaan dan mendapat perhatian masyarakat. Perusahaan memerlukan biaya dalam rangka melakukan dan memberikan informasi kegiatan sosial, sehingga laba yang dilaporkan dalam tahun berjalan menjadi lebih rendah.
Ketika menghadapi visibilitas politis yang tinggi, perusahaan cenderung mengungkapkan informasi kegiatan sosial. Perusahaan besar yang menjadi perhatian masyarakat akan cenderung diawasi dan kemudian lebih banyak mengungkapkan informasi CSR dibandingkan dengan perusahaan kecil. Jadi, pengungkapan informasi kegiatan sosial perusahaan berhubungan positif dengan kinerja sosial, kinerja ekonomi, dan visibilitas politis.
Pengungkapkan kegiatan sosial akan berhubungan negatif dengan tingkat utang perusahaan. Semakin tinggi rasio utang suatu perusahaan, akan semakin rendah pengungkapan kegiatan sosial.
Hal ini karena terdapat kemungkinan perusahaan akan melakukan pelanggaran, misalnya, pelanggaran kredit. Dengan demikian, perusahaan harus menyajikan laba yang lebih tinggi saat sekarang dibandingkan dengan di masa depan. Untuk menampilkan performa laba tinggi, perusahaan akan mengurangi sejumlah biaya, termasuk di antaranya biaya kegiatan sosial, yang dalam hal ini CSR.
Kita semua menunggu sejauh mana perusahaan sudah melaksanakan aktivitas sosial guna terpenuhinya hak masyarakat untuk hidup aman dan tentram, untuk kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengkonsumsi produk perusahaan. Karena itu, wajar jika saat ini DPR-dengan pihak terkait- menyempurnakan UU PT 1995 dan terutama sekali penegasan tentang kewajiban CSR kepada perusahaan yang melakukan bisnis yang terkait dengan sumber daya alam.
Perusahaan yang bergerak di bisnis lain juga, tentu saja, selayaknya melakukan CSR. Ini perlu penekanannya, karena kenyataan menunjukkan bahwa perusahaan sering mengabaikan kegiatan SCR. Hal ini mengingat kebanyakan perusahaan berpikiran bahwa hubungan antara perusahaan dan lingkungannya bersifat nonreciprocal, di mana transaksi keduanya tidak menimbulkan prestasi imbal balik.
Padahal, pelaksanaan CSR diyakini tidak akan memberatkan perusahaan, karena diperhitungkan sebagai biaya. Melalui pelaksanaan CSR, perusahaan diharapkan akan berbagi, ikut membangun dan mengajak masyarakat setempat merasakan manfaat kehadiran perusahaan sehingga, baik masyarakat maupun perusahaan, akan saling menghormati dan tercipta ketenangan.
Sangat terbuka CSR justru akan membawa keuntungan bagi perusahaan maupun imbal hasil saham kepada investor. Hanya saja jangan sampai aplikasi CSR salah arah dan akhirnya memberatkan dunia usaha.

oleh : Rofikoh RokhimEkonom Bisnis Indonesia
Sumber: www.bisnis.com, 23 Juli 2007

Senin, 23 Juli 2007

Sudjarwadi : Intuisi dan Kejujuran Dalam Olah Raga Golf

Selain menjadi sarana menjaga kebugaraan dan stamina tubuh menghadapi pekerjaan yang menumpuk. Olahraga golf juga mengajarkan hal lain yang bila diterapkan pada pekerjaan dapat meningkatkan kinerja Organisasi. Pandangan ini diungkapkan oleh Ketua bidang kesejahteraan DPP SKJM H. Sudjarwadi terkait dengan hobinya dengan olahraga ini.
Meski baru menggeluti olahraga ini sejak tahun 2002 setelah bertugas di Pengamanan Asset Perusahaan pria kelahiran Jakarta, tahun 1957 ini merasakan manfaat lain dari golf daripada sekedar menjaga kebugaran.
"Golf mengajarkan kita fokus dengan target, bertindak efisien dan optimalisasi kemampuan serta menggunakan intuisi," kata Sudjarwadi dalam satu percakapan dengan Swara SKJM di Jakarta, 13/7, tentang kegemarannya ini.
Yang terpenting dari itu, tambah ayah dari dua anak ini, semua golf mengajarkan kejujuran karena tak ada wasit dalam pertandingan ini,
Nilai-nilai itu, bila diterapkan pada organisasi di perusahaan akan memberi pengaruh kepada peningkatan hasil dan kualitas kerja perusahaan secara keseluruhan.
"Gabungan intuisi, kejujuran akan terlihat hasilnya saat kita mengambil sebuah keputusan untuk perusahaan seperti juga kita saat memukul bola golf," paparnya.
Tanpa harus memaparkan lebih jauh, hasil kerja pria yang sekarang bertugas di Pengaman Aset Perusahaan dapat dilihat dari capaian prestasinya memimpin bidang kesejahteraan di DPP SKJM.
Berdasarkan laporan tahunan 2006, SKJM berhasil menyesuaikan gaji karyawan secara rata-rata 17% walaupun pada saat itu Perusahaan dalam kondisi kesulitan ekonomi akibat kenaikan harga BBM. "Jumlah tersebut masih akan dapat bertambah dalam penyempurnaan system remunerasi tahun 2007 ini karena masih banyak sisi yang belum digarap secara maksimal, contohnya tunjangan merit lalin untuk petugas operasional"kata Sudjarwadi. Hasil perjuangan SKJM untuk mengusulkan adanya dana bergulir untuk pinjaman uang pendidikan tahun 2007, tidak terlepas dari usaha gigih pria ini yang dikenal sangat tegas dalam bersikap dan tidak suka bertele-tele.
SKJM telah mencanangkan tahun 2007 sebagai tahun Konsolidasi antara pengurus dan anggotanya. Inti dari program fokus kepada peningkatan kualitas pelayanan dengan berbagai macam pelayanan. Tujuannya untuk lebih focus terhadap anggotanya. Program ini merupakan lanjutan dari program SKJM 2006 yang fokus terhadap konsolidasi antar pengurus SKJM. Program tersebut terbukti memberi banyak keunggulan dan manfaat yang menyatukan persepsi terhadap VISI dan Misi organisasi. Berbagai program itu antara lain diadakannya berbagai seminar tentang ketenagakerjaan maupun tentang korporasi Jasa Marga di masa depan yang melibatkan Pengurus DPC SKJM seluruh Indonesia.*****Swara SKJM HS 5258

Kerikil (Tajam) di Jalan Tol

Sumber : www.wartaekonomi.com

Kendala

Sulitnya pembebasan tanah dan kurang pastinya kenaikan tarif masih jadi kendala utama bisnis jalan tol.

Memasuki penghujung 2006, 80-an keluarga penghuni Blok EE Perumahan Raffles Hills, Cibubur, Depok, resah. Rumah mereka bakal tergusur jika proyek jalan tol Cinere-Jagorawi, yang ditargetkan rampung pada 2009, mulai dibangun. Mereka juga geram, sebab site plan perumahan Raffles Hills ditandatangani oleh mantan wali kota Depok Badrul Kamal pada 2003, sehingga mestinya rumah mereka sudah berada di lokasi yang benar. Lalu, mengapa kini akan dibongkar untuk dijadikan jalan tol? Akankah mereka menerima ganti untung, bukan ganti rugi?
Lahan memang menjadi masalah serius dalam bisnis jalan tol. Kasus di Raffles Hills tadi contohnya. Kasus lainnya adalah tertundanya pembangunan Jakarta Outer Ring Road (JORR) Cakung-Cikunir lantaran belum tuntasnya masalah ganti rugi tanah milik keluarga Adnan Jamil, yang posisi rumahnya memotong jalur tol Jatiasih-Cikunir, di ruas Kampung Cikunir, Kelurahan Jakamulya, Bekasi.
Adnan Jamil memiliki lahan 1.500 meter persegi. Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Pemerintah Kota Bekasi hanya mau membebaskan tanah yang 1.000 meter persegi. Sisa tanah yang 500 meter persegi tidak dibebaskan karena berada di luar jalur pembangunan. Namun, Adnan meminta sisa tanah juga dibayar karena kalau ia pertahankan lokasinya tidak menguntungkan lagi. Perundingan pun menemui jalan buntu.

Masalah pembebasan tanah juga terjadi pada pembangunan tol ruas Citayam-TB Simatupang sepanjang 18,2 kilometer, dan ruas Ulujami-Kembangan yang 9 kilometer. Bertubi-tubinya masalah itu membuat pembangunan proyek JORR tersendat. Maka, tak heran jika JORR lantas diplesetkan sebagai “Jalan Ora Rampung-Rampung”.
Di Surabaya, pembangunan jalan tol yang menghubungkan Waru dengan Bandara Juanda semula dijadwalkan selesai Juni 2006. Namun, akibat masalah pembebasan tanah, jalan bebas hambatan itu baru bisa beroperasi pada Juni 2007 ini.
Menurut direktur teknik dan operasi PT Citra Margatama Surabaya, Hengki Hermanto, sebagaimana dikutip tempointeraktif.com, pembebasan tanah di sana terganjal masalah harga, perluasan, pajak, dan warga yang meminta agar tanah sisanya juga dibeli. Akibat molornya pembebasan tanah, ungkap Hengki, Citra Margatama terpaksa mengubah desain jalan tol yang semula menggunakan tiang pancang menjadi timbunan. Ini konsekuensi lantaran pembangunan jalan tolnya tidak bisa dilakukan serentak, tetapi bertahap.
Akar dari masalah pengadaan tanah terkait dengan kebijakan. Masyarakat ingin tanahnya dibebaskan dengan harga pasar. Sementara itu, pemerintah terikat dengan Keputusan Presiden (Keppres) yang menetapkan pembelian tanah milik masyarakat tak boleh melebihi angka Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Masalah itu dijembatani pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 36/2005, yang kemudian diubah dengan Perpres No. 65/2006, guna menggantikan Keppres No. 55/1993. Apa bedanya? Pada Keppres No. 55/1993, musyawarah dan negosiasi penggantian lahan yang terkena proyek pembangunan tidak dibatasi. Jadi, jangka waktunya bisa tak terhingga. Ini bisa menyebabkan molornya pembangunan sarana umum, termasuk jalan tol.
Nah, Perpres No. 65/2006 membatasi proses musyawarah untuk pembebasan tanah hanya 90 hari. Setelah habis jangka waktunya dan tak ada kata mufakat, P2T dari pihak pemerintah bisa menetapkan bentuk dan besaran ganti rugi dan menitipkannya ke pengadilan. Jadi, pembangunan jalan tol bisa berlanjut, sementara sengketa diteruskan ke pengadilan.

Opportunity Lost

Melihat rumitnya urusan pembebasan tanah, Fatchur Rochman mengaku heran melihat betapa menggebu-gebunya minat swasta untuk terjun ke bisnis jalan tol. “Saya heran kalau akhir-akhir ini banyak perusahaan yang berminat mengikuti tender proyek jalan tol,” tutur ketua umum Asosiasi Jalan Tol Indonesia itu.
Bukan rahasia lagi, di negeri ini, tanah yang hendak digusur untuk sebuah proyek harganya akan melambung berlipat kali dari NJOP dan harga pasar. “Harga tanah cepat sekali naiknya, terutama kalau tahu akan digunakan untuk jalan tol,” keluh Setiawan Djody, pemilik Grup Setdco, salah satu perusahaan yang ikut tender pembangunan ruas tol Pandaan-Malang. Ia berbagi cerita, dalam tiga tahun urusan tanah belum tentu rampung jika tak ada kompromi harga. Ini karena pemerintah tidak memberi patokan biaya per meter persegi yang harus dipatuhi kedua belah pihak. Belum lagi perkara administrasi akibat masih ditemukannya tumpang-tindih kepemilikan tanah yang sah.
Urusan pembebasan tanah yang berbelit jelas membuat pembangunan proyek tertunda. “Akibatnya, biaya investasi membengkak, dan return on investment menjadi lama,” cetus M. Ramdani Basri, presdir PT Nusantara Infrastructure Tbk.
Menurut Frans S. Sunito, dirut PT Jasa Marga, ada tiga masalah yang selalu dihadapi dalam pembebasan tanah. Pertama, pemilik tanah mengajukan harga yang tak wajar. Kedua, proses pencabutan hak yang memakan waktu lama dan secara politis sulit diterima, sehingga proses negosiasi menjadi berlarut-larut. Ketiga, adanya spekulan yang memborong tanah pemilik asli dengan harga rendah, lalu menjualnya kembali kepada pemerintah dengan harga yang tidak wajar.
Betul, kini ada Perpres No. 65/2006. Namun, ungkap Frans, sering kali harga yang disepakati P2T dan pemilik tanah jauh lebih besar daripada yang ditetapkan dalam rencana bisnis. “Ini merugikan investor," keluh Frans.

Kenaikan Tarif

Kecuali sulitnya pembebasan tanah, tingginya risiko bisnis jalan tol bertambah lantaran tidak adanya kepastian kenaikan tarif. Menurut UU No. 8/1990 tentang Jalan Tol, mestinya tarif secara otomatis naik secara periodik. Namun, meski UU sudah mengatur soal ini, tak ada jaminan itu dipatuhi. Misalnya, tarif jalan tol Tangerang-Merak yang dikelola oleh PT Marga Mandala Sakti milik Grup Astra selama kurun waktu 1992 hingga 2002 tidak mengalami kenaikan tarif.
Begitu juga ruas tol Surabaya-Gresik, yang sejak beroperasi pada 1993 baru naik tarifnya pada 2003. "Akibatnya, pendapatan perusahaan meleset jauh dari rencana bisnis," sergah asisten dirut PT Margabumi Matra Raya, Arsal Ismail, sebagaimana dikutip Antara. Padahal, ketika mulai beroperasi, pemerintah melalui Jasa Marga berjanji akan menyesuaikan tarif setiap tiga tahun.
Guna mengatasi masalah ini, pemerintah meluncurkan UU No. 38/2004 tentang Jalan dan PP No. 15/2005 tentang Jalan Tol. Salah satu poin kunci dari dua regulasi ini adalah kenaikan tarif tol setiap dua tahun sekali, mengikuti laju inflasi yang ditetapkan Badan Pusat Statistik dan dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat. Lalu, sesuai PP No. 40/2001, keputusan tarif tak lagi berada di tangan Presiden, melainkan Menteri Pekerjaan Umum. Jadi, prosesnya bisa lebih mudah. “Penyesuaian ini memberi kepastian pengembalian modal bagi investor,” ucap Ramdani, lega.
Jalan tol adalah bisnis padat modal. Investasinya sangat mahal. Maka, tiadanya kepastian kenaikan tarif dan sulitnya pembebasan tanah membuat bisnis ini sangat high risk. Itu pula sebabnya perbankan mematok suku bunga pinjaman yang tinggi untuk bisnis ini, 14%–16% per tahun. gPerbankan menganggap bisnis jalan tol tinggi risikonya, keluh Daddy Hariadi, dirut PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP).
Mengingat tingginya risiko, Daddy berharap ada fasilitas pembagian risiko pembebasan tanah (land capping) untuk semua proyek. Nah, land capping diberikan apabila harga tanah melonjak lebih dari 110%. Dalam proyek tol Depok-Antasari yang digarap CMNP, sebanyak Rp629 miliar—dari total investasi Rp2,6 triliun―dialokasikan hanya untuk urusan lahan.
Sesungguhnya, pemerintah menyediakan dana talangan Rp600 miliar yang dikelola Badan Pelayanan Umum (BLU) guna membeli tanah warga. Nantinya, investor pemenang tender harus membayar kembali dana yang dikeluarkan pemerintah, lengkap dengan bunganya. Sayangnya, pihak swasta terlihat adem menanggapi keputusan ini.
Ada hal menarik dalam bisnis jalan tol di Indonesia. Seharusnya, investor menyusun business plan berdasarkan tarif yang akan dikenakan kepada pengguna. Namun, yang terjadi selama ini, tarif baru ditentukan setelah jalan tol dibangun. Runyamnya, tarif tol ini tak ada formula standarnya. Kalau dibandingkan dengan negara tetangga, tarif tol di negeri ini termasuk murah. Sebagai perbandingan, di Indonesia tarif tol untuk kendaraan golongan I adalah Rp80–316 per kilometer, sementara di Filipina bisa Rp225–818.

ARI WINDYANINGRUM, GENUK CHRISTIASTUTI, EVI RATNASARI, DAN YUDIT MARENDRA