Jumat, 29 Juni 2007

Upaya Membangun Kepercayaan

MEMBANGUN KEPERCAYAAN


Mengapa perlu dibangun?

Tentu ada tak terhitung alasan mengapa kepercayaan itu penting bagi kita. Dalam kaitannya dengan dunia kerja atau usaha, kita hanya ingin menegaskan dua hal dari sekian itu, dengan kalimat seperti berikut:

Pertama, Kepercayaan adalah kekuatan “daya tarik” yang luar biasa untuk mengundang peluang ber-transaksi. Kalau melihat penjelasan para pakar marketing, transaksi adalah sasaran riil jangka pendek yang dicapai oleh kesepakatan antarpihak. Transaksi ini pada hakekatnya bukan saja akan dilakukan oleh para pedagang atau pebisnis, tetapi akan dilakukan oleh semua orang yang menjalankan aktivitas usaha, apapun usaha itu, termasuk juga bekerja.
Kita ingat pesan mendasar dalam dunia bisnis (baca: usaha) yang mengatakan, semua orang akan menjalani hidupnya dengan cara menjual sesuatu (selling), terlepas apakah itu barang atau jasa yang kita jual. Nah, supaya aktivitas jualan kita sampai pada tingkat transaksi, maka peranan kepercayaan sangat dominan di sini. Tidak semua produk yang belum laku itu tidak baik, tetapi adakalanya orang belum percaya akan manfaat (benefit) dari produk itu. Sangat pentingnya kepercayaan itu dalam bisnis, sampai-sampai ada yang mengatakan begini: “jika orang itu suka kamu, ia akan mendengarkanmu, tetapi jika orang itu mempercayaimu, ia akan melakukan bisnis denganmu.”
Bahkan ada kalimat yang pernah saya baca dari buku karya Helga Drummond berjudul: “Power: Creating It Using IT”, (Kogan Page: 1991) yang intinya ingin memahamkan kita bahwa untuk kepentingan power, maka yang terpenting bukan saja di bidang apa kita ahli, tetapi siapa saja yang mempercayai keahlian kita. Semua orang bisa ngomong politik atau ngomong tentang jeleknya pejabat, tetapi hanya orang tertentu saja yang sah untuk berbicara tentang hal ini. Semua orang di kantor bisa diajak melihat kekurangan organisasi, tetapi prakteknya hanya orang tertentu saja yang diberi hak untuk berpendapat tentang hal ini. Kira-kira begitulah contohnya.
Kasarnya, biarpun kita sudah ahli di bidang tertentu, tetapi kalau belum ada orang yang mempercayai keahlian kita, keahlian itu manfaatnya masih belum banyak buat kita. Mungkin atas dasar inilah George MacDonald pernah mengatakan: “Dipercaya itu nilainya lebih besar ketimbang dicintai.”
Berkali-kali telinga kita mendengar pengalaman para pengusaha yang bercerita tentang riwayat hidupnya. Mereka berani menyimpulkan, modal keberhasilannya adalah kepercayaan. Mereka mendapatkan uang dari orang lain yang percaya kepadanya. Lalu mereka mendapatkan produk juga dari orang lain yang percaya kepadanya. Dari modal dan produk itulah mereka mengolahnya dengan proses-proses yang terpercaya lalu lahirlah transaksi yang menguntungkan. Bank di dunia ini juga menerapakan cara kerja demikian. Mereka mendapatkan uang dari masyarakat yang percaya kepadanya. Lalu mereka kembangkan dengan sistem dan proses yang bisa dipercaya kemudian dari sinilah mereka mendapatkan untung.
Kedua, Kepercayaan akan mampu mengurangi sekian persen potensi problem dalam hubungan antar manusia. Hubungan yang kita maksudkan di sini bisa hubungan apa saja, mungkin bisnis, mungkin profesi, rumah tangga, persahabatan dan lain-lain. Seperti yang kita alami, hubungan kita dengan orang lain itu tak hanya menjadi sumber solusi. Terkadang juga menjadi sumber problem. Problem ini pun ada yang berupa kesulitan, dilema, dan misteri. Pokoknya, warna-warni problem itu bisa dikatakan tak terhitung.
Jika di telaah ulang apa saja yang menjadi pemicu munculnya problem dalam hubungan, kita yakin kepercayaan termasuk salah satu faktor yang terbesar. Jika kepercayaan itu ada dalam sebuah hubungan memang tidak berarti problem akan hilang, tetapi jika kepercayaan itu sudah hilang, dipastikan akan banyak muncul problem. Problem yang diakibatkan oleh hilangnya kepercayaan ini biasanya melahirkan ketidak-efektif-an atau ketidak-efisien-an. Bisa dikatakan, kepercayaan adalah asas sebuah hubungan yang efektif dan efisien.
Kalau melihat bagaimana sulitnya memimpin bangsa Indonesia dan sulitnya bangsa Indonesia menemukan pemimpinnya dalam mengatasi masalah bangsa ini, mungkin benar juga kata para ahli di televisi. Hilangnya “trust” telah membuat roda kepemimpinan pemerintah menjadi tidak efektif dan tidak efisien, atau kerap terganjal oleh hal-hal yang tidak penting. Bukankah sering kita lihat demo atau penolakan sebagian rakyat terhadap program pemerintah padahal secara konsepnya program itu didesain untuk rakyat? Pada kasus ini tentu bukan programnya yang ditolak tetapi rakyat selalu curiga dan tidak percaya akan munculnya “jangan-jangan” yang dikhawatirkan, misalnya korupsi atau penunggangan kepentingan individu atas undang-undang yang sah.
Itulah sekilas gambaran bagaimana cara kerja kepercayaan dalam praktek hidup sehari-hari. Jika di atas ada pertanyaan mengapa kepercayaan itu perlu dibangun, maka jawabnya adalah: kepercayaan itu bukan pembawaan (traits) tetapi hasil dari pemberdayaan atau usaha (state), kepercayaan itu bukan pemberian tetapi balasan, kepercayaan itu bukan kumpulan pernyataan (talking only), tetapi kumpulan dari pembuktian (witness).
Dalam teori hidup yang dianut Jet Li, kepercayaan itu dibangun berdasarkan struktur langkah yang berawal dari: pertama, ketuklah pintu, kedua, buatlah orang lain tahu bahwa kau datang, ketiga, buktikan siapa dirimu. Jika kau sudah berhasil membuktikan siapa dirimu, maka kau akan mudah mengubah orang dan mengubah keadaan.
Perusak Kepercayaan
Ketika berbicara kepercayaan, mungkin ada dua hal yang patut diingat.
1. Kepercayaan itu datangnya dari orang lain tetapi alasannya dari kita. Artinya, ada dua pihak yang terlibat di sini. Karena itu sangat mungkin terjadi kasus penyimpangan. Misalnya saja, kita mempercayai orang yang tidak / belum layak dipercaya. Atau juga, kita belum / tidak dipercaya orang lain padahal kita sudah menyiapkan alasan untuk dipercaya.
Meskipun teknisnya sangat mungkin muncul kasus seperti di atas, tetapi prinsipnya tidak berubah. Artinya, pada akhirnya orang akan tidak percaya sama kita kalau kita tidak memiliki alasan atau kualifikasi yang layak untuk dipercaya. Sebaliknya, kita akan tetap mendapatkan kepercayaan kalau ternyata kita memiliki bukti-bukti yang layak untuk dipercaya (meski awalnya tidak dipercaya). Prinsip ini tidak bisa berubah. Tehnis sifatnya sementara tetapi prinsip bersifat abadi.
2. Kebanyakan orang sudah mengetahui apa saja yang perlu dilakukan untuk membangun kepercayaan dan mengetahui apa saja yang perlu dihindari karena akan merusak kepercayaan orang. Tetapi sayangnya hanya sedikit orang yang mau dan mampu melakukannya. Padahal, pada akhirnya kepercayaan itu butuh pembuktian, bukan pernyataan. Sebagai penegas ulang dari apa yang sudah kita tahu, di sini kita mencatat ada tiga hal yang kerap menjadi perusak kepercayaan.
a. Malas, setengah-setengah, ogah-ogahan (low commitment)
Biasanya, sebelum kita berani melanggar berbagai komitmen dengan orang lain, awalnya kita melakukan pelanggaran itu pada komitmen pribadi. Misalnya, kita punya rencana tetapi tidak kita jalankan. Kita punya target tetapi kita biarkan. Kita punya keinginan memperbaiki diri tetapi yang kita praktekkan malah merusak. Ini semua bukti adanya “gap between the world of word and the world of action” di dalam diri kita, yang merupakan buah dari komitmen yang rendah.
Menurut pengalaman Mahatma Gandhi, efek dari disiplin yang merupakan buah dari komitmen tinggi itu, tak hanya pada satu titik dalam kehidupan kita. Tetapi ia menyebar ke seluruh wilayah. Sebaliknya, efek dari ketidakdisiplinan juga menyebar ke seluruh wilayah, dari mulai hubungan kita ke dalam (intrapersonal) sampai ke hubungan kita ke luar (interpersonal).
b. Keahlian atau kapasitas yang tidak memadai
Banyak yang sepakat mengatakan, kejujuran merupakan pondasi kepercayaan. Ini pasti benar dan sama-sama sudah kita akui sebagai kebenaran. Cuma, ada satu hal yang sering kita lupakan bahwa yang membuat kita menjadi orang yang tidak jujur, bukan saja persoalan komitmen moral, tetapi juga keahlian atau kapasitas personal. Kalau Anda hanya punya pendapatan tetap sebanyak dua juta tetapi Anda harus menanggung kredit perbulan sebanyak lima juta, maka Anda mendapatkan stimuli dan force yang cukup kuat untuk berbohong. Sebagian kita “terpaksa” berbohong bukan karena rusak imannya tetapi karena kapasitasnya belum sampai. Di sini yang diperlukan adalah kemampuan mengukur kadar diri (self-understanding), pengetahuan-diri (self knowledge) atau kemampuan membuat keputusan yang bagus (the right decision).
c. Kebiasaan Melanggar Kebenaran
Punya kebiasaan melanggar kebenaran yang disepakati agama-agama, norma-norma dan lain-lain serta punya kebiasaan mendewakan “kebenaran-sendiri” yang melawan kebenaran itu, juga bisa merusak kepercayaan. Dalam hal usaha atau kerja sering kita dapati ada orang lebih percaya sama orang lain ketimbang sama keturunannya sendiri karena pelanggaran yang dilakukan. Soal sayang, pasti orang lebih sayang sama keturunannya, tetapi soal percaya, lain lagi. Bahkan tak sedikit penjahat atau koruptor mencari orang lain yang bukan penjahat atau yang bukan koruptor ketika urusannya adalah soal kerja atau menjalankan usaha.

Proses Pembelajaran
Sebagai acuan untuk memperbaiki diri (proses pembelajaran), saya ingin mengusulkan suatu istilah yang mudah-mudahan dapat kita jadikan sebagai acuan dalam membangun kepercayaan. Istilah yang saya maksudkan itu adalah: Pertama, Kesalehan, kedua, keahlian, ketiga komunikasi.
Kata saleh yang sudah dipakai umum di sini diambil dari bahasa Arab. Salah satu artinya adalah “yang cocok”, singkron, integrited, atau harmoni. Kesalehan adalah kemampuan kita dalam menyesuaikan tindakan dengan nilai-nilai kebenaran yang kita yakini, menyesuaikan tindakan dengan ucapan, menyesuaikan bukti (aksi) dengan janji, atau menyesuaikan tindakan dengan kata hati, dan seterusnya.
Kenapa saya katakan kemampuan karena, tidak ada manusa yang lahir langsung soleh, menjadi orang jujur, menjadi orang yang berkomitmen tinggi, menjadi orang yang taat (discipline), dan seterusnya. Karena itu, harus ada kesadaran dari dalam untuk meningkatkan kesalehan kita dari yang paling sanggup kita lakukan. Soal bagaimana tehnisnya, itu terserah kita. Tetapi prinsipnya harus ada kesadaran dan tindakan perbaikan secara bertahap.
Seperti yang kita katakan di atas, tak cukup membangun kepercayaan dengan bermodalkan komitmen moral, seperti kesalehan ini. Perlu dukungan lain, yaitu keahlian atau kapasitas, jika urusannya menyangkut kerja atau usaha. Keahlian di sini adalah kemampuan menyempurnakan pekerjaan berdasarkan standarnya. Untuk bisa memiliki kemampuan ini diperlukan tambahan pengetahuan dan pengalaman.
Pada ruang lingkup kerja dan usaha yang lebih luas, kesalehan akan bekerja untuk menyelamatkan kita dari jatuh. Sedangkan keahlian akan bekerja untuk menaikkan prestasi kita. Jika kita naik terus tetapi akhirnya jatuh, tentu ini sakit. Sebaliknya, jika kita hanya aman saja, tetapi prestasi kita tidak naik-naik, ini bisa membuat dada kita sesak. Supaya aman dan naik, kuncinya adalah kesalehan dan keahlian. Bicara kepercayaan, tentu peranan dua hal ini sangat vital. Jika kita hanya ahli tetapi tidak soleh atau soleh saja tetapi tidak ahli, kepercayaan tentunya masih kurang.
Sedangkan kemampuan berkomunikasi kita butuhkan antara lain untuk: Pertama, untuk menjelaskan penyimpangan seperti dalam kasus di atas akibat kesalahpahaman, kedua, untuk menjelasakan kepada orang lain tentang diri kita. Ketiga, untuk menyelesaikan perosalan kesepakatan yang gagal dilaksanakan karena ada masalah yang muncul.
Ketiga acuan ini apabila berhasil kita jalankan berdasarkan keadaan-diri kita masing-masing, trust akan muncul. Soal tehnisnya mungkin bermacam-macam. Ada yang mungkin tidak dipercaya lebih dulu baru kemudian dipercaya atau ada yang langsung percaya. Percayalah…..! Semoga bermanfaat…..

Mengenal Bidang Humas DPP SKJM

MENGENAL BIDANG HUMAS DPP SKJM

Pendahuluan
Bidang humas di SKJM bertugas mengkoordinir kegiatan Pers anggota SKJM dalam usaha penyebarluasan informasi kepada karyawan melalui Tabloid, Buletin dan penerbitan lainnya. Dalam kegiatannya berkoordinasi dengan bidang Organisasi, Perlindungan dan Hukum serta Litbang.

Sasaran Kerja Bidang Humas SKJM
Struktur organisasi dari bidang humas di SKJM merupakan bidang yang khusus berkoordinasi dengan bidang organisasi, Perlindungan dan Hukum serta Litbang yang mempunyai mekanisme kerja tersendiri. Sebagai konsekuensinya bidang kegiatan dan program bidang humas disusun berdasarkan suatu pemikiran sesuai arah dan tujuan yang hendak dicapai organisasi SKJM yang secara tegas dan jelas telah dirumuskan dalam AD/ART organisasi.
Secara lebih lengkap dalam pemikiran dasarnya bidang humas ini akan melakukan kegiatan yang mengarah pada usaha untuk mempromosikan organisasi SKJM agar lebih populer ditengah masyarakat Indonesia, khususnya bagi para karyawan dan para pengambil keputusan di bidang ketenagakerjaan.
Dengan demikian ada 3 (Tiga) prioritas utama bidang kegiatan humas SKJM, yaitu :
1. Sasaran pertama, adalah agar mereka bersimpati serta mendukung seluruh program SKJM dalam mensejahterakan dan menaikan harkat hidup seluruh karyawan ke arah yang lebih baik.
2. Sasaran kedua, adalah kehadiran program-program yang dicanangkan oleh bidang humas SKJM diharapkan terjadi transformasi informasi dikalangan karyawan. Manfaat bagi SKJM melalui transformasi informasi ini, advokasi kasus dalam kerangka pembelaan nasib karyawan dapat ditingkatkan intensitasnya dan manfaat bagi karyawan transformasi informasi yang terjadi dapat meningkatkan “melek” pengetahuan atas hak dan kewajiban sebagai karyawan.
3. Sasaran ketiga, adalah adanya program-progam kerja di bidang humas di SKJM, diharapkan berperan serta dalam melancarkan pertumbuhan perusahaan secara berkesinambungan dan transformasi karyawan dapat terjadi tanpa diwarnai gejolak sosial yang membahayakan keutuhan aset bangsa Indonesia dan kehidupan demokratis yang disertai dengan tercukupinya sandang, pangan, pendidikan dan kesejahteraan hidup lainnya dapat terjamin jika terwujud Sinergi yang Profesional Antara SKJM dan Manajemen untuk Menuju Jasa Marga yang Modern.
Target Kegiatan Bidang Humas SKJM
Dengan kerangka pemikiran serta mengacu pada ketiga sasaran di atas maka posisi bidang Humas karyawan ini sangat strategis mengingat pusat perhatiannya adalah melakukan public opinion dalam rangka meningkatkan derajat posisi tawar karyawan.
Bidang kerja bidang ini dapat dianggap sebagai advokasi melalui penyebaran opini ketengah publik. Disamping penyebaran opini, program kerja yang dijalankan menuju pula pada penyebaran ide-ide sebagai solusi SKJM dalam mejawab permasalahan karyawan yang muncul.
Namun demikian, pekerjaan penyebaran opini dan ide-ide solusi bukanlah pekerjaan yang mudah, diperlukan pengetahuan dan keterampilan tertentu yang ditunjang oleh data base yang akurat dan memadai. Untuk itu diperlukan identifikasi masalah-masalah yang dihadapi Pemerintah, Perusahaan dan Karyawan dalam suatu Information Center, sehingga bidang kerja dan program yang dijalankan mulai dari pengumpulan, kompilasi dan penyajian data dan fakta dapat efektif dalam memecahkan masalah karyawan yang terjadi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa masalah utama yang dihadapi karyawan secara garis besar adalah kurangnya akses informasi terhadap institusi yang berhubungan dengan kegiatan karyawan atau serikat karyawan. Salah satu sebab masalah itu adalah kurangnya keterampilan aktivis SKJM dalam menyajikan informasi yang ada serta tingkat akurasi dari informasi itu sendiri.
Dari masalah-masalah yang secara umum telah dirumuskan diatas, maka bidang-bidang kegiatan yang berada dalam bidang ini diarahkan guna memecahkan masalah-masalah tersebut. Dengan demikian kegiatan yang berada dalam bidang humas SKJM adalah :

Program Bidang Humas SKJM
1. Penyuluhan dan Pendidikan.
2. Pusat data dan Analisa (Pengembangan Data Base Karyawan.)
3. Penerbitan Berkala Swara SKJM

Garis Besar Program Kerja

1. PENYULUHAN DAN PENDIDIKAN
Bidang ini akan melakukan kegiatan dan program penyuluhan dan pendidikan yang berorientasi demi meningkatkan kemampuan penyajian data dan fakta dari hasil suatu advokasi ke dalam laporan ilmiah populer
Target kegiatan
a. Memberikan pengetahuan technical know-how tentang penyajian laporan advokasi, riset dan peristiwa secara komunikatif.
b. Mengembangkan keterampilan dan wawasan berpikir melalui pemberian pengetahuan tambahan dibidang jurnalistik dan komunikasi massa.
c. Menyiapkan koresponden bagi media SKJM, jurnal maupun penerbitan lainnya.
Bentuk kegiatan :
Pendidikaan jurnalistik bagi Karyawan dan pengurus DPP/DPC SKJM.





2. PUSAT DATA dan ANALISA
Bidang ini akan melakukan kegiatan dan program untuk mengumpulkan
seluruh informasi mengenai profil perusahaan pada masing-masing DPC SKJM dengan tingkat permasalahannya, dan kebijakan ketenagakerjaan dari berbagai sumber serta melakukan korespondensi dengan serikat karyawan lainnya di Indonesia.

Target Kegiatan
a. Mengumpulkan dan mempersiapkan bahan-bahan yang dapat dipergunakan sebagai masukan dalam melakukan advokasi dan pemberian usul kepada Pemerintah, Perusahaan serta dunia usaha.
b. Membuat Directory dan Listing Book untuk peningkatan mutu pelayanan bagi pengurus DPP/DPC SKJM.
c. Memberikan informasi tambahan bagi Pemerintah, Perusahaan dan Karyawan tentang peluang dan hambatan ketenagakerjaan di sektor bisnis jalan tol.
Bentuk Kegiatan :
- Pembuaatan home page SKJM
- Pembuatan Bank Data Anggota SKJM
- Pembuatan News Letters SKJM
- Pembuatan Annual Report SKJM

3. PENERBITAN BERKALA MEDIA INFORMASI SWARA SKJM

KRITERIA SWARA SKJM

1. Terbit setiap hari Senin..
2. Isi setiap eksemplar minimal 2 halaman kertas kwarto
3. Tempat media informasi Swara SKJM disetiap kantor gerbang tol dan ruang kerja di lingkungan PT. Jasa Marga (Persero).
4. Bobot tulisan berisi informasi dan sebagai alat untuk “ memelihara keamanan dan ketertiban di dalam perusahaan” guna mewujudkan hubungan industrial dan hubungan kerja yang harmonis.
5. Sebagai tolok ukur untuk umpan balik dan umpan maju (measurements for feedback and feedforward) bagi pengurus untuk mengambil kebijakan.
6. Semua anggota SKJM mempunyai hak yang sama untuk membuat tulisan dan aspirasinya dapat dimuat dalam majalah dinding SKJM.
7. Keputusan dalam menerbitkan isi Swara SKJM diambil dalam rapat pleno dewan redaksi.
8. Salinan Swara SKJM ditujukan untuk Manajemen, DPP SKJM dan Pengurus DPC SKJM diseluruh Indonesia.
9. Arsip.
MANFAAT MEDIA INFORMASI SWARA SKJM

Alat Informasi SKJM

Memberikan informasi yang paling efisien dan efektif bagi seluruh anggota SKJM yang dapat berisi tentang sosialisasi berbagai kebijakan Pengurus SKJM dan Sosialisasi berbagai kebijakan Manajemen yang akan berdampak positif maupun negatif terhadap seluruh anggota SKJM.
Dalam Implementasinya Swara SKJM harus juga berisi rubrik pemecahan berbagai masalah hubungan industrial dan hubungan kerja guna mewujudkan azas transparansi dan akuntabilitas di Perusahaan.

2 Alat Pemurnian Informasi dan Alat Duplikasi
SKJM sebagai organisasi yang besar maka memerlukan suatu alat untuk pemurnian informasi tentang kinerjanya agar tidak ada keraguan dalam hal informasi bagi seluruh anggota SKJM.
Setiap Organisasi yang besar, perlu mempunyai hal informasi yang sama dan waktu penerimaan informasinya juga sama yang beredar dalam organisasinya, akan merupakan sesuatu kekuatan yang luar biasa jika seluruh Anggota SKJM mendapatkan Informasi yang sama dalam waktu yang bersamaan.
Swara SKJM sebagai alat Duplikasi dengan pengertian bahwa SKJM sebagai organisasi yang besar memerlukan faktor Duplikasi yaitu menduplikasikan apa yang dilakukan, menduplikasikan apa yang diketahui dan menduplikasikan bagaimana cara berpikir pengurus SKJM kepada seluruh anggota SKJM.
Setiap organisasi yang besar, “Besar” karena duplikasi dengan pengertian membuat sesuatu hal menjadi sederhana, supaya seluruh anggota dapat mengimplementasikan berbagai kebijakan yang diambil Pengurus SKJM.

3 Alat Motivasi
Swara SKJM sebagai alat motivasi dengan pengertian bahwa Swara SKJM harus bertujuan untuk memotivasi semangat seluruh anggota SKJM agar proaktif mengimplementasikaan kebijakan pengurus SKJM.
Keunggulan Swara SKJM yang pasif memungkinkan seluruh anggota SKJM mendapatkan Informasi kapan saja tanpa perlu datang ke kantor Sekretariat SKJM dan keunggulan lainnya yaitu ekonomis dengan pengertian bahwa Pengurus SKJM tidak dapat berada di semua unit kerja dalam waktu yang bersamaan tetapi Swara SKJM bisa terdapat di semua unit kerja, serta keunggulan lainnya yaitu Swara SKJM memotivasi seluruh anggota dengan cara repetisi dengan pengertian dapat dibaca berulang-ulang.

Nama Media informasi dan komunikasi anggota SKJM adalah “SWARA SKJM”
Isi media informasi “Swara SKJM”
1. Editorial (dari Redaksi)
2. Berita Utama
3. Artikel
4. Profil Tokoh
5. Forum Khalayak (Forum tanya jawab seputar PKB)
6. Ruang Advis (Seluruh Anggota mempunyai hak agar tulisannya dapat dimuat di media “Swara SKJM”). ***** HS 5258
.

Mengatasi Kesenjangan Komunikasi

MENGATASI KESENJANGAN KOMUNIKASI
DIANTARA KARYAWAN


Dalam kehidupan sehari-hari, baik di kantor maupun dalam lingkungan keluarga, seringkali dijumpai adanya gap dalam berkomunikasi. Gap tersebut menyebabkan perbedaan persepsi antara pihak yang satu dengan pihak yang lain dan tidak jarang hal ini menimbulkan kerugian di kedua belah pihak. Jika dilihat secara cermat maka pemicu terjadinya kesenjangan komunikasi tersebut seringkali bukan terletak pada persoalan fakta melainkan sebatas citra yang kemudian membedakan pemahaman terhadap rasa. Sebab faktanya, kedua belah pihak (atasan-bawahan, anak-orangtua, suami-istri, dst) saling membutuhkan dan ketika sudah dijelaskan/dipertemukan, semua persoalan atau mayoritasnya bisa saling memahami. Jika anda menyaksikan pihak-pihak yang saling membenci, maka bisa jadi penyebabnya bukan karena mempunyai watak-watak yang menjadi alasan untuk dibenci tetapi karena faktor komunikasi semata.
Karena lebih banyak bisa dikaitkan dengan persoalan bagaimana membentuk citra agar menghasilkan pemahaman rasa yang nyaman, maka yang dibutuhkan dalam berkomunikasi sebenarnya adalah usaha untuk mengubah diri ke arah yang lebih baik, terutama sikap, tindakan, dan perasaan. Artinya, bagaimana anda memperlakukan orang lain menjadi cermin dari bagaimana anda memperlakukan diri sendiri dan selanjutnya bagaimana orang lain memperlakukan anda merupakan feedback dari perlakuan anda terhadap mereka. Bagaimana caranya mengubah diri ke arah yang lebih baik? Ada baiknya ada perhatikan tiga hal berikut ini:
Assertive
Secara definitif bisa dijelaskan bahwa sikap assertive merupakan manifestasi dari perbaikan yang serius dalam hal bagaimana anda "memperhitungkan" keberadaan orang lain tanpa sedikitpun mengurangi perhitungan terhadap keberadaan anda dengan cara konstruktif dan fair. Memperhitungkan orang lain artinya mengakui bahwa semua orang punya hak berbeda dengan kesamaan yang dimiliki, bukan menghakimi perbedaannya. Di sisi lain, dengan pengakuan tersebut tidak berarti anda kehilangan "standing of points". Karena jika kehilangan, bukan lagi assertive, melainkan permissive atau aggressive. Anda mengatakan YA atau TIDAK dengan alasannya masing-masing. Tetapi jangan lupa bahwa pendirian anda tersebut diungkapkan dengan cara yang santun tetapi tegas (polite but firm). Di sinilah keahlian menggunakan ‘bahasa hidup’ menentukan. Oleh karena itu diakui bahwa bagaimana orang menggunkan bahasa menjadi cermin kualitas nalarnya. Menyampaikan gagasan perbaikan kepada atasan tentu berbeda bahasanya dengan menyampaikannya di depan rekan kerja. Sikap assertive akan menempatkan anda pada posisi untuk dihormati, bukan untuk dimanfaatkan. Bedanya sangat tipis.
Empathy
Bagaimana anda menyelami wilayah yang dirasakan oleh orang lain tetapi anda tidak melarutkan diri di dalamnya. Sebagai atasan, dibutuhkan untuk merasakan situasi seperti bagaimana bawahan anda merasakan atau sebaliknya untuk memahami apa yang benar-benar dibutuhkan. Istilah yang lebih memudahkan adalah pengandaian dua arah. Pengandaian ini akan menajamkan sensitivity of feeling. Analogi lain bisa digambarkan bagaimana seorang pengacara yang menjadi pembebas rakyat tertindas. Ia akan menjadi pembebas ketika ia memahami apa yang dirasakan oleh rakyat tertindas itu tetapi segara akan menjadi tertindas jika hanya sekedar merasakan apa yang dirasakan oleh rakyat yang tertindas. Bedanya sangat tipis.
Dalam berkomunikasi dengan lingkungan, maka yang anda butuhkan adalah memahami apa yang dirasakan oleh mitra anda. Untuk bisa memahami menuntut lebih banyak bisa mendengarkan. Stephen Covey mengistilahkan "seek to understand first". Pada prakteknya, orang lebih memilih untuk lebih dulu dipahami; lebih dulu berbicara tentang dirinya sebelum lebih dulu mendengarkan orang lain; lebih dulu menuntut hak sebelum kewajiban disempurnakan.

Bekerjasama
Kenyataan sejarah membuktikan bahwa tindakan co-operative (bekerjasama) akhirnya lebih menguntungkan dari pada tindakan konfrontatif ketika konflik menuntut untuk diselesaikan. Jika kenyatannya orang lebih tertarik menyelesaikan urusan komunikasi dengan cara konfrontatif, maka sebagian penyebabnya karena lebih gampang dan lebih singkat selain juga tidak memerlukan kecerdasan dalam kadar tinggi. Dan seringkali cara konfrontatif menjadi penjelasan dari pertarungan egoisme posisi semata bukan untuk menjelaskan jalan menuju realisasi visi, misi, dan tujuan. Padahal yang benar – benar anda butuhkan adalah realisasi dari apa yang anda inginkan bukan egoisme posisi.
Ketika anda berhubungan dengan orang lain dalam bentuk apapun, sadarilah bahwa anda berbeda dan begitu mendapatkan persoalan yang menciptakan perbedaan dalam cara memahami dan menyelesaikan, maka pilihannya hanya dua: anda mempertentangkan perbedaan tersebut karena egoisme posisi; atau anda mengubah perbedaan menjadi kekuatan sinergis dengan menciptakan alternative ketiga: saya, kamu, dan kita yang berarti visi dan misi bersama. Sekian sekali lagi, bedanya sangat tipis. Semoga berguna. ***** SWARA SKJM HS 5258

CARUT MARUT TRANS JAWA : SIAPA YANG BERMAIN ?

Hiruk pikuk rencana Pemerintah untuk menjual seluruh asset Jasa Marga yang di lontarkan Wapres dan beberapa anggota DPR pada akhir-akhir ini guna mendapatkan dengan cepat dana segar hanya melihat dari sisi bisnisnya saja, itu pun tanpa adanya kajian yang mendalam tentang fungsi, Tugas, Wewenang dan tanggung jawab Jasa Marga yang telah diamanatkan beberapa Undang-undang dan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang menjadi landasan operasional Jasa Marga
Dari sudut bisnis sah-sah saja Pemerintah dan beberapa anggota DPR mengambil langkah tersebut. Teori ekonomi memang mengajarkan demikian, namun bagi para Pemimpin negeri ini yang mengaku handal dalam pengelolaan bisnis di Indonesia mestinya Implementasi dari prinsip ekonomi tidak menjadi suatu keharusan, terutama jika akhirnya akan mengorbankan core competence Jasa Marga yang selama ini di kenal sebagai leader dalam hal mengoperasikan dan mengembangkan jalan tol di Indonesia.
Pengertian dari Pelepasan aset Jasa Marga bukan berarti akan menjual jalan tol kepada pihak lain. Tapi, penjualan hak sebagai operator jalan tol karena jalan tol adalah milik pemerintah. "Yang di miliki Jasa Marga adalah hak penyelenggaraan, bukan tanah atau jalan". Tentunya hal ini merupakan hak Pemerintah namun kebijakan ini juga hendaknya memperhatikan Jasa Marga sebagai korporasi dalam jangka panjang dan menjadi kebijakan Negara secara menyeluruh bukan hanya pada suatu masa pemerintahan saja untuk mendapatkan simpati politik yang sangat basi.
Keinginan politik pemimpin pemerintahan negeri ini untuk mempercepat pembangunan jalan tol trans Jawa sah-sah saja untuk di lontarkan ke publik namun keinginan yang prematur yang hanya menguntungkan segelintir orang di negeri ini patut untuk di kaji kembali. Di sinyalir niatan ini di tunggangi oleh para investor yang hanya ingin cepat meraup untung tanpa adanya perjuangan untuk membangun ruas jalan tol yang baru.
Sampai kapan pun negeri ini tidak akan mempunyai BUMN yang mumpuni untuk bersaing di tingkat global jika pemimpin negeri ini tidak meletakakan BUMN sebagai korporasi sesungguhnya, terlalu campur tangannya Pemerintah dan segelintir anggota DPR justru akan menghambat Jasa Marga untuk menggerakan laju pertumbuhan industri jalan tol di Indonesia.
Penjualan hak konsesi yang dimiliki Jasa Marga tentunya akan banyak beresiko terjadinya kejanggalan – kejanggalan yang akan menguntungkan segelintir orang di Negeri, belum lagi dengan pengelolaan dana yang cenderung menjadi tidak transparan karena hanya mempertahankan Jasa Marga sebagai Perusahaan Negara. Sedangkan pengertian dari “Milik Negara” pun menjadi kabur, terkesan Jasa Marga tanpa pemilik. Ini akan mempertahankan Jasa Marga sebagai entitas politik bukan menjadikan Jasa Marga sebagai entitas bisnis sesungguhnya.. Untuk itu sudah saatnya bagi Pemerintah dan anggota DPR untuk mengurungkan niatnya menjual hak konsesi Jasa Marga dan tetap konsisten melanjutkan rencananya untuk melakukan privatisasi Jasa Marga agar pengelolaan Kinerja Jasa Marga lebih transparan. Keunggulan Privatisasi dalam jangka panjang untuk Jasa Marga adalah siapa pun dapat melakukan audit secara mendalam terhadap aktivitas proyek yang dikerjakan Jasa Marga. Sehingga para oknum yang dengan sengaja mencuri uang melalui kegiatan proyek yang dibutuhkan rakyat dapat segera digulung, sementara bagi karyawan Jasa Marga yang tidak kapabel menjalankan tugasnya harus dinonaktifkan.
Sudah seharusnya Pemerintah dan anggota DPR layak untuk kembali melihat keberhasilan dari BUMN di Negara yang lebih maju dalam menjalankan prinsip Corporate Social Responsibility di dalam prinsip-prinsip Good Corporate Governance untuk di terapkan di Jasa Marga. Dimana suatu aksi korporasi harus melihat kepentingan dari stakeholders dalam hal ini karyawan dan keberlangsungan dari perusahaan dalam jangka panjang.
Corporate social responsiblity dalam prinsip good coorporate governance (GCG) ibarat dua sisi mata uang. Keduanya sama penting dan tidak terpisahkan. Salah satu dari empat prinsip GCG adalah prinsip responsibility (pertanggung jawaban). Tiga prinsip GCG lainnya adalah fairness, transparency, dan accountability.
Ada perbedaan yang cukup mendasar antara prinsip responsibility dan tiga prinsip GCG lainnya. Tiga prinsip GCG pertama lebih memberikan penekanan terhadap kepentingan pemegang saham perusahaan (shareholders) sehingga ketiga prinsip tersebut lebih mencerminkan shareholders-driven concept. Contohnya, perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas (fairness), penyajian laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu (transparency), dan fungsi dan kewenangan RUPS, komisaris, dan direksi (accountability). Dalam prinsip responsibility, penekanan yang signifikan diberikan pada kepentingan stakeholders perusahaan. Di sini perusahaan diharuskan memperhatikan kepentingan stakeholders perusahaan, menciptakan nilai tambah (value added) dari produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan, dan memelihara kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya. Karena itu, prinsip responsibility di sini lebih mencerminkan stakeholders-driven concept. Barangkali timbul di benak pembaca, ''Apa sih stakeholders perusahaan itu?'' atau ''Siapa saja sih stakeholders perusahaan itu? ‘'Stakeholders perusahaan' dapat didefinisikan sebagai pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Termasuk di dalamnya adalah karyawan, pelanggan, konsumen, pemasok, masyarakat, dan lingkungan sekitar, serta pemerintah selaku regulator. Perbedaan bisnis perusahaan akan menjadikan perusahaan memiliki prioritas stakeholders yang berbeda. Sementara itu, konsumen adalah stakeholders dalam skala prioritas pertama bagi perusahaan produk konsumen seperti Unilever atau Procter & Gamble. Dari penjelasan tersebut, terutama ''menciptakan nilai tambah pada produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan,'' prinsip responsibility GCG menelurkan gagasan corporate social responsibility (CSR) atau ''peran serta perusahaan dalam mewujudkan tanggung jawab sosialnya.'' Dalam gagasan CSR, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Di sini bottom lines lainnya, selain finansial adalah sosial dan lingkungan.
Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan lingkungan hidup. Contohnya kasus Lapindo di Jawa Timur.
Kesadaran tentang pentingnya mempraktikkan CSR ini menjadi tren global seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Sebagai contoh, boikot terhadap produk sepatu Nike oleh warga di negara Eropa dan Amerika Serikat terjadi ketika pabrik pembuat sepatu Nike di Asia dan Afrika diberitakan mempekerjakan anak di bawah umur.
Contoh lainnya adalah penerapan kebijakan dalam pemberian pinjaman dana oleh bank-bank Eropa. Umumnya bank-bank Eropa hanya akan memberikan pinjaman kepada perusahaan perkebunan di Asia apabila ada jaminan dari perusahaan tersebut, yaitu pada saat membuka lahan perkebunan tidak dilakukan dengan membakar hutan.
Tren global lainnya dalam pelaksanaan CSR di bidang pasar modal adalah penerapan indeks yang memasukkan kategori saham-saham perusahaan yang telah mempraktikkan CSR. Sebagai contoh, New York Stock Exchange memiliki Dow Jones Sustainability Index (DJSI) bagi saham-saham perusahaan yang dikategorikan memiliki nilai corporate sustainability dengan salah satu kriterianya adalah praktek CSR.
DJSI dipraktikkan mulai 1999. Begitu pula dengan London Stock Exchange yang memiliki Socially Responsible Investment (SRI) Index dan Financial Times Stock Exchange (FTSE) yang memiliki FTSE4Good sejak 2001. Inisiatif ini mulai diikuti oleh otoritas bursa saham di Asia, seperti di Hanseng Stock Exchange dan Singapore Stock Exchange. Konsekuensi dari adanya indeks-indeks tersebut memacu investor global seperti perusahaan dana pensiun dan asuransi yang hanya akan menanamkan investasinya di perusahaan-perusahaan yang sudah masuk dalam indeks dimaksud.
Menghadapi tren global tersebut, saatnya perusahaan melihat serius pengaruh dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan dari setiap aktivitas bisnisnya, serta melaporkan kepada stakeholder-nya setiap tahun. Laporan bersifat nonfinansial yang dapat digunakan sebagai acuan oleh perusahaan dalam melihat dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan, diantaranya Sustainability Reporting Guidelines yang dikeluarkan oleh Global Reporting Initiative (GRI) dan Value Reporting yang digagas perusahaan konsultan dunia Pricewaterhouse Coopers (PwC).
Kita semua berharap bahwa Pemerintah dan anggota DPR di tidak hanya memperhatikan sisi GCG dan melupakan aspek CSR. Karena kedua aspek tersebut bukan suatu pilihan yang terpisah, melainkan berjalan beriringan untuk meningkatkan keberlanjutan operasi perusahaan.
Jangan lagi tercium aroma tidak sedap dari dalam berbagai praktek penyelewengan penjualan BUMN. Bahkan akhir-akhir ini merebak banyaknya kasus penyelewengan ter-anyar yang diungkap berbagai pihak yang berkompeten yakni dugaan adanya penyelewengan penjualan asset di berbagai BUMN. Kontrol publik harus dilakukan karena kita tidak mau hal serupa terjadi pada Jasa Marga yang selama ini selalu setia menyumbangkan industri infrastruktur jalan dan jembatan tol di Indonesia tanpa mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Kita tidak ingin terjadi sama dengan di beberapa BUMN yang terjadi penyelewengan dan krisis di saat Direksi dan para karyawan melakukan efisiensi, pemborosan dan penyelewengan malah terjadi di lingkar kekuasaan.
Pagelaran “Orkestrasi” yang elegant harus di pimpin oleh “Dirigen” yang mengerti irama dan birama semua alat musik dalam suatu orkestra agar para pemain musik dan penontonnya menikmati orkestra yang disajikan namun jika “Dirigen” nya tidak mengerti irama dan birama semua alat musik, dapat di pastikan tidak hanya para penontonnya saja yang meningggalkan pagelaran namun bisa dipastikan pemain musiknya pun ikut bubar. Jadi wajar jika Direksi dan Serikat Karyawan Jasa Marga menolak langkah sesat pihak-pihak yang menjual retorika politik demi pembangunan industri jalan tol untuk rakyat namun sesungguhnya yang terjadi hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok politiknya saja tanpa melihat peraturan dan perundang-undangan yang menjadi landasan operasional Jasa Marga*****Swara SKJM HS 5258