Senin, 23 Juli 2007

Sudjarwadi : Intuisi dan Kejujuran Dalam Olah Raga Golf

Selain menjadi sarana menjaga kebugaraan dan stamina tubuh menghadapi pekerjaan yang menumpuk. Olahraga golf juga mengajarkan hal lain yang bila diterapkan pada pekerjaan dapat meningkatkan kinerja Organisasi. Pandangan ini diungkapkan oleh Ketua bidang kesejahteraan DPP SKJM H. Sudjarwadi terkait dengan hobinya dengan olahraga ini.
Meski baru menggeluti olahraga ini sejak tahun 2002 setelah bertugas di Pengamanan Asset Perusahaan pria kelahiran Jakarta, tahun 1957 ini merasakan manfaat lain dari golf daripada sekedar menjaga kebugaran.
"Golf mengajarkan kita fokus dengan target, bertindak efisien dan optimalisasi kemampuan serta menggunakan intuisi," kata Sudjarwadi dalam satu percakapan dengan Swara SKJM di Jakarta, 13/7, tentang kegemarannya ini.
Yang terpenting dari itu, tambah ayah dari dua anak ini, semua golf mengajarkan kejujuran karena tak ada wasit dalam pertandingan ini,
Nilai-nilai itu, bila diterapkan pada organisasi di perusahaan akan memberi pengaruh kepada peningkatan hasil dan kualitas kerja perusahaan secara keseluruhan.
"Gabungan intuisi, kejujuran akan terlihat hasilnya saat kita mengambil sebuah keputusan untuk perusahaan seperti juga kita saat memukul bola golf," paparnya.
Tanpa harus memaparkan lebih jauh, hasil kerja pria yang sekarang bertugas di Pengaman Aset Perusahaan dapat dilihat dari capaian prestasinya memimpin bidang kesejahteraan di DPP SKJM.
Berdasarkan laporan tahunan 2006, SKJM berhasil menyesuaikan gaji karyawan secara rata-rata 17% walaupun pada saat itu Perusahaan dalam kondisi kesulitan ekonomi akibat kenaikan harga BBM. "Jumlah tersebut masih akan dapat bertambah dalam penyempurnaan system remunerasi tahun 2007 ini karena masih banyak sisi yang belum digarap secara maksimal, contohnya tunjangan merit lalin untuk petugas operasional"kata Sudjarwadi. Hasil perjuangan SKJM untuk mengusulkan adanya dana bergulir untuk pinjaman uang pendidikan tahun 2007, tidak terlepas dari usaha gigih pria ini yang dikenal sangat tegas dalam bersikap dan tidak suka bertele-tele.
SKJM telah mencanangkan tahun 2007 sebagai tahun Konsolidasi antara pengurus dan anggotanya. Inti dari program fokus kepada peningkatan kualitas pelayanan dengan berbagai macam pelayanan. Tujuannya untuk lebih focus terhadap anggotanya. Program ini merupakan lanjutan dari program SKJM 2006 yang fokus terhadap konsolidasi antar pengurus SKJM. Program tersebut terbukti memberi banyak keunggulan dan manfaat yang menyatukan persepsi terhadap VISI dan Misi organisasi. Berbagai program itu antara lain diadakannya berbagai seminar tentang ketenagakerjaan maupun tentang korporasi Jasa Marga di masa depan yang melibatkan Pengurus DPC SKJM seluruh Indonesia.*****Swara SKJM HS 5258

Kerikil (Tajam) di Jalan Tol

Sumber : www.wartaekonomi.com

Kendala

Sulitnya pembebasan tanah dan kurang pastinya kenaikan tarif masih jadi kendala utama bisnis jalan tol.

Memasuki penghujung 2006, 80-an keluarga penghuni Blok EE Perumahan Raffles Hills, Cibubur, Depok, resah. Rumah mereka bakal tergusur jika proyek jalan tol Cinere-Jagorawi, yang ditargetkan rampung pada 2009, mulai dibangun. Mereka juga geram, sebab site plan perumahan Raffles Hills ditandatangani oleh mantan wali kota Depok Badrul Kamal pada 2003, sehingga mestinya rumah mereka sudah berada di lokasi yang benar. Lalu, mengapa kini akan dibongkar untuk dijadikan jalan tol? Akankah mereka menerima ganti untung, bukan ganti rugi?
Lahan memang menjadi masalah serius dalam bisnis jalan tol. Kasus di Raffles Hills tadi contohnya. Kasus lainnya adalah tertundanya pembangunan Jakarta Outer Ring Road (JORR) Cakung-Cikunir lantaran belum tuntasnya masalah ganti rugi tanah milik keluarga Adnan Jamil, yang posisi rumahnya memotong jalur tol Jatiasih-Cikunir, di ruas Kampung Cikunir, Kelurahan Jakamulya, Bekasi.
Adnan Jamil memiliki lahan 1.500 meter persegi. Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Pemerintah Kota Bekasi hanya mau membebaskan tanah yang 1.000 meter persegi. Sisa tanah yang 500 meter persegi tidak dibebaskan karena berada di luar jalur pembangunan. Namun, Adnan meminta sisa tanah juga dibayar karena kalau ia pertahankan lokasinya tidak menguntungkan lagi. Perundingan pun menemui jalan buntu.

Masalah pembebasan tanah juga terjadi pada pembangunan tol ruas Citayam-TB Simatupang sepanjang 18,2 kilometer, dan ruas Ulujami-Kembangan yang 9 kilometer. Bertubi-tubinya masalah itu membuat pembangunan proyek JORR tersendat. Maka, tak heran jika JORR lantas diplesetkan sebagai “Jalan Ora Rampung-Rampung”.
Di Surabaya, pembangunan jalan tol yang menghubungkan Waru dengan Bandara Juanda semula dijadwalkan selesai Juni 2006. Namun, akibat masalah pembebasan tanah, jalan bebas hambatan itu baru bisa beroperasi pada Juni 2007 ini.
Menurut direktur teknik dan operasi PT Citra Margatama Surabaya, Hengki Hermanto, sebagaimana dikutip tempointeraktif.com, pembebasan tanah di sana terganjal masalah harga, perluasan, pajak, dan warga yang meminta agar tanah sisanya juga dibeli. Akibat molornya pembebasan tanah, ungkap Hengki, Citra Margatama terpaksa mengubah desain jalan tol yang semula menggunakan tiang pancang menjadi timbunan. Ini konsekuensi lantaran pembangunan jalan tolnya tidak bisa dilakukan serentak, tetapi bertahap.
Akar dari masalah pengadaan tanah terkait dengan kebijakan. Masyarakat ingin tanahnya dibebaskan dengan harga pasar. Sementara itu, pemerintah terikat dengan Keputusan Presiden (Keppres) yang menetapkan pembelian tanah milik masyarakat tak boleh melebihi angka Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Masalah itu dijembatani pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 36/2005, yang kemudian diubah dengan Perpres No. 65/2006, guna menggantikan Keppres No. 55/1993. Apa bedanya? Pada Keppres No. 55/1993, musyawarah dan negosiasi penggantian lahan yang terkena proyek pembangunan tidak dibatasi. Jadi, jangka waktunya bisa tak terhingga. Ini bisa menyebabkan molornya pembangunan sarana umum, termasuk jalan tol.
Nah, Perpres No. 65/2006 membatasi proses musyawarah untuk pembebasan tanah hanya 90 hari. Setelah habis jangka waktunya dan tak ada kata mufakat, P2T dari pihak pemerintah bisa menetapkan bentuk dan besaran ganti rugi dan menitipkannya ke pengadilan. Jadi, pembangunan jalan tol bisa berlanjut, sementara sengketa diteruskan ke pengadilan.

Opportunity Lost

Melihat rumitnya urusan pembebasan tanah, Fatchur Rochman mengaku heran melihat betapa menggebu-gebunya minat swasta untuk terjun ke bisnis jalan tol. “Saya heran kalau akhir-akhir ini banyak perusahaan yang berminat mengikuti tender proyek jalan tol,” tutur ketua umum Asosiasi Jalan Tol Indonesia itu.
Bukan rahasia lagi, di negeri ini, tanah yang hendak digusur untuk sebuah proyek harganya akan melambung berlipat kali dari NJOP dan harga pasar. “Harga tanah cepat sekali naiknya, terutama kalau tahu akan digunakan untuk jalan tol,” keluh Setiawan Djody, pemilik Grup Setdco, salah satu perusahaan yang ikut tender pembangunan ruas tol Pandaan-Malang. Ia berbagi cerita, dalam tiga tahun urusan tanah belum tentu rampung jika tak ada kompromi harga. Ini karena pemerintah tidak memberi patokan biaya per meter persegi yang harus dipatuhi kedua belah pihak. Belum lagi perkara administrasi akibat masih ditemukannya tumpang-tindih kepemilikan tanah yang sah.
Urusan pembebasan tanah yang berbelit jelas membuat pembangunan proyek tertunda. “Akibatnya, biaya investasi membengkak, dan return on investment menjadi lama,” cetus M. Ramdani Basri, presdir PT Nusantara Infrastructure Tbk.
Menurut Frans S. Sunito, dirut PT Jasa Marga, ada tiga masalah yang selalu dihadapi dalam pembebasan tanah. Pertama, pemilik tanah mengajukan harga yang tak wajar. Kedua, proses pencabutan hak yang memakan waktu lama dan secara politis sulit diterima, sehingga proses negosiasi menjadi berlarut-larut. Ketiga, adanya spekulan yang memborong tanah pemilik asli dengan harga rendah, lalu menjualnya kembali kepada pemerintah dengan harga yang tidak wajar.
Betul, kini ada Perpres No. 65/2006. Namun, ungkap Frans, sering kali harga yang disepakati P2T dan pemilik tanah jauh lebih besar daripada yang ditetapkan dalam rencana bisnis. “Ini merugikan investor," keluh Frans.

Kenaikan Tarif

Kecuali sulitnya pembebasan tanah, tingginya risiko bisnis jalan tol bertambah lantaran tidak adanya kepastian kenaikan tarif. Menurut UU No. 8/1990 tentang Jalan Tol, mestinya tarif secara otomatis naik secara periodik. Namun, meski UU sudah mengatur soal ini, tak ada jaminan itu dipatuhi. Misalnya, tarif jalan tol Tangerang-Merak yang dikelola oleh PT Marga Mandala Sakti milik Grup Astra selama kurun waktu 1992 hingga 2002 tidak mengalami kenaikan tarif.
Begitu juga ruas tol Surabaya-Gresik, yang sejak beroperasi pada 1993 baru naik tarifnya pada 2003. "Akibatnya, pendapatan perusahaan meleset jauh dari rencana bisnis," sergah asisten dirut PT Margabumi Matra Raya, Arsal Ismail, sebagaimana dikutip Antara. Padahal, ketika mulai beroperasi, pemerintah melalui Jasa Marga berjanji akan menyesuaikan tarif setiap tiga tahun.
Guna mengatasi masalah ini, pemerintah meluncurkan UU No. 38/2004 tentang Jalan dan PP No. 15/2005 tentang Jalan Tol. Salah satu poin kunci dari dua regulasi ini adalah kenaikan tarif tol setiap dua tahun sekali, mengikuti laju inflasi yang ditetapkan Badan Pusat Statistik dan dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat. Lalu, sesuai PP No. 40/2001, keputusan tarif tak lagi berada di tangan Presiden, melainkan Menteri Pekerjaan Umum. Jadi, prosesnya bisa lebih mudah. “Penyesuaian ini memberi kepastian pengembalian modal bagi investor,” ucap Ramdani, lega.
Jalan tol adalah bisnis padat modal. Investasinya sangat mahal. Maka, tiadanya kepastian kenaikan tarif dan sulitnya pembebasan tanah membuat bisnis ini sangat high risk. Itu pula sebabnya perbankan mematok suku bunga pinjaman yang tinggi untuk bisnis ini, 14%–16% per tahun. gPerbankan menganggap bisnis jalan tol tinggi risikonya, keluh Daddy Hariadi, dirut PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP).
Mengingat tingginya risiko, Daddy berharap ada fasilitas pembagian risiko pembebasan tanah (land capping) untuk semua proyek. Nah, land capping diberikan apabila harga tanah melonjak lebih dari 110%. Dalam proyek tol Depok-Antasari yang digarap CMNP, sebanyak Rp629 miliar—dari total investasi Rp2,6 triliun―dialokasikan hanya untuk urusan lahan.
Sesungguhnya, pemerintah menyediakan dana talangan Rp600 miliar yang dikelola Badan Pelayanan Umum (BLU) guna membeli tanah warga. Nantinya, investor pemenang tender harus membayar kembali dana yang dikeluarkan pemerintah, lengkap dengan bunganya. Sayangnya, pihak swasta terlihat adem menanggapi keputusan ini.
Ada hal menarik dalam bisnis jalan tol di Indonesia. Seharusnya, investor menyusun business plan berdasarkan tarif yang akan dikenakan kepada pengguna. Namun, yang terjadi selama ini, tarif baru ditentukan setelah jalan tol dibangun. Runyamnya, tarif tol ini tak ada formula standarnya. Kalau dibandingkan dengan negara tetangga, tarif tol di negeri ini termasuk murah. Sebagai perbandingan, di Indonesia tarif tol untuk kendaraan golongan I adalah Rp80–316 per kilometer, sementara di Filipina bisa Rp225–818.

ARI WINDYANINGRUM, GENUK CHRISTIASTUTI, EVI RATNASARI, DAN YUDIT MARENDRA

Mereka yang Melaju Kencang di Jalan Tol

Sumber : www.wartaekonomi.com

Profil Investor Jalan Tol

Bisnis jalan tol sungguh menggiurkan. Uang yang masuk harian, pengeluarannya bisa bulanan, bahkan lebih. Maka, tak heran kalau bisnis ini menjadi incaran banyak pihak. Ada pemain lama, seperti Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) dan Grup Bukaka. Ada pendatang baru yang belum berpengalaman, seperti Kelompok Kompas Gramedia (KKG), Setiawan Djody yang dikenal sebagai pebisnis migas, Grup Bakrie, dan Grup Astra. Ada yang masuk dengan akuisisi, ada pula yang mulai dengan ikut tender dan membangun proyek dari nol. Berikut beberapa profil perusahaan tersebut.

PT Jasa Marga (Persero)
Penguasaan Jalan Tol:
Sudah Beroperasi : 470,95 kilometer
Sedang Membangun : 25,26 kilometer
Menang Tender : 119 kilometer

Inilah penguasa jalan tol di Indonesia. Mulanya tugas Jasa Marga cuma mengoperasikan jalan tol. Lalu, pada 1982, tugas mereka bertambah dengan membangun dan mengurusi pembiayaannya. Nah, dalam membangun dan mengoperasikan jalan tol inilah Jasa Marga, sebagai pemegang konsesi seluruh jalan tol di Indonesia, boleh melibatkan pihak swasta.
Kini, Jasa Marga memiliki dan mengoperasikan jalan tol sepanjang 470,95 kilometer. Ruasnya, mulai dari Jagorawi, Surabaya-Gempol, hingga Jakarta-Cikampek dan Padalarang-Cileunyi, yang diresmikan pada 2005. Di luar itu, Jasa Marga juga mengoperasikan jalan tol milik perusahaan lain. Jasa Marga juga ikut membangun dan mengoperasikan jalan tol di Bangladesh melalui anak perusahaannya Marga Net One Limited.
Mereka kini telah memenangkan tender untuk membangun jalan tol Gempol-Pasuruan (32 kilometer), Semarang-Solo (76 kilometer), dan Bogor Outer Ring Road (11 kilometer). Lalu, Jasa Marga tengah membangun JORR E1 Utara Seksi IV Hankam-Cikunir sepanjang 7,89 kilometer, JORR W1 Kebon Jeruk-Penjaringan (9,7 kilometer), dan JORR W2 Utara Ulujami-Kebon Jeruk (7,67 kilometer). Itu semua di luar tol yang digarap Jasa Marga bersama mitra swastanya.

PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. – Grup Bhakti
Penguasaan Jalan Tol:
Sudah Beroperasi : 27,05 kilometer
Sedang Membangun : 34,5 kilometer
Menang Tender : -
Jalan layang tol Cawang-Tj. Priok sepanjang 15,5 kilometer. Itulah ruas tol pertama yang dibangun dan dioperasikan perusahaan swasta, PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP), pada 1990-an. Sukses Cawang-Tj. Priok membuat CMNP dipercaya mengambil alih pembangunan dan pengoperasian harbour road Pluit-Ancol-Jembatan Tiga (11,55 kilometer).Di Jawa Timur, CMNP—lewat PT Citra Margatama Surabaya—tengah membangun tol Simpang Susun Waru-Juanda sepanjang 12,8 kilometer. Lalu, perusahaan yang didirikan oleh Mbak Tutut dan kini 10,76% sahamnya dimiliki taipan multimedia Hary Tanoesoedibjo ini juga berhasil meyakinkan Bank Mandiri, BRI, dan Bank Jabar untuk ikut memodali proyek jalan tol Depok-Antasari sepanjang 21,7 kilometer yang nilai investasinya Rp2,5 triliun. Tiga bank pelat merah tersebut sepakat mengucurkan pinjaman Rp1,8 triliun.
Dulu, semasa membangun jalan tol Cawang-Tj. Priok, Mbak Tutut membentuk konsorsium dengan banyak perusahaan: PT Jasa Marga, PT Usaha Gedung BDN, PT Indocement Tunggal Prakarsa, PT Krakatau Steel, PT Hutama Karya, PT Pembangunan Jaya, dan PT Yala Perkasa Internasional. Kini, dalam proyek Depok-Antasari, CMNP melibatkan lebih sedikit mitra dalam konsorsium PT Citra Waspphutowa (CW). Mereka adalah PT Waskita Karya, PT Pembangunan Perumahan, PT Hutama Karya, dan PT Bosowa Trading International. Sekitar tiga bulan lalu, Bosowa menarik diri dan seluruh sahamnya diambil alih CMNP, yang kini memiliki saham 62,5% di CW.
CMNP boleh dibilang salah satu penguasa bisnis jalan tol di Indonesia. Meski telah mengoperasikan dua ruas tol dan tengah membangun di Jawa Timur, perusahaan ini masih getol memburu proyek-proyek baru. Namun, dalam proyek JORR (Jakarta Outer Ring Road) Cinere-Jagorawi sepanjang 14,6 kilometer, CMNP—yang berkongsi dengan PT Nindya Karya, PT Istaka Karya, dan Grup Bakrie—kalah oleh konsorsium PT Trans Lingkar Kita Jaya, pendatang baru yang dimotori Kelompok Kompas Gramedia.
Bisnis jalan tol CMNP juga melebar ke negeri jiran. Di Filipina, CMNP juga ikut membangun dan mengoperasikan Metro Manila Skyway (tahap I) lewat kepemilikan 21% saham di Citra Metro Manila Tollways Corp. Meski berjarak pendek, ruas tol ini terbilang “basah” alias kerap dilalui kendaraan.

PT Bakrie Investindo – Grup Bakrie
Penguasaan Jalan Tol:
Sudah Beroperasi : -
Sedang Membangun : 34 kilometer
Menang Tender : -

Perusahaan milik Keluarga Aburizal Bakrie yang dikomandani oleh Nirwan D. Bakrie ini selalu mengincar bisnis-bisnis yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Misalnya, bisnis media, telekomunikasi, properti, dan jalan tol. Di bisnis jalan tol, proyek milik Bakrie yang dikelola lewat PT Semesta Marga Raya (SMR) adalah ruas Kanci-Pejagan sepanjang 34 kilometer yang masih dalam proses pembebasan tanah. Untuk proyek ini, Bakrie sudah mengantongi modal pinjaman sindikasi BNI dan BRI senilai Rp1,38 triliun.
Kelak, proyek yang menelan investasi Rp2,09 triliun ini akan dibagi dalam dua seksi. Seksi I, ruas Kanci-Ciledug sepanjang 14 kilometer, diharapkan selesai 2008, dan Seksi II Ciledug-Pejagan 20 kilometer ditargetkan beroperasi pada awal 2009. Saat ini, pihak SMR telah melakukan pembebasan tanah di beberapa wilayah di Kabupaten Cirebon dan Brebes, yang akan dilalui jalan tol ini. Bahkan, di Brebes, hampir 40% tanah yang bakal dibebaskan sudah berhasil mencapai kesepakatan harga dengan warga.

PT Sumber Mitra Jaya – Grup Mitra Jaya
Penguasaan Jalan Tol:
Sudah Beroperasi : -
Sedang Membangun : -
Menang Tender : 96,5 kilometer

PT Sumber Mitra Jaya (SMJ), didirikan pada 1982, adalah anak usaha dari Grup Mitra Jaya, sebuah konglomerasi milik K. Gowindasamy, yang sekaligus merangkap sebagai presdirnya. Mitra Jaya memiliki banyak bidang usaha, di antaranya, tambang batu bara, perkebunan sawit, dan kontraktor pembangunan jalan raya. Sehari-hari, Gowindasamy mengelola kerajaan bisnisnya dari kantornya di Graha Irama lantai 14, Jl. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta.
SMJ mengantongi dua proyek jalan tol di Indonesia sepanjang hampir 100 kilometer, yaitu dari ruas Pejagan-Pemalang (57,5 kilometer) dan Pemalang-Batang (39 kilometer). Investasinya ditaksir Rp5,54 triliun. Mereka juga ikut tender ruas tol Cengkareng-Batu Ceper-Kunciran sepanjang 15,22 kilometer.
Di negeri asalnya, India, Gowindasamy agresif menggarap bisnis jalan tol. Juli 2000, perusahaan ini menggarap konstruksi tahap I ruas tol Ahmedabad-Vadodara, jalan tol nasional pertama sepanjang 92,85 kilometer, yang dibangun dengan modal pemerintah. Jalan sepanjang 43,4 kilometer, menghubungkan Ahmedabad-Nadiad, rampung Januari 2007. Sayang, untuk tahap II yang menghubungkan Nadiad-Vadodara, Gowindasamy harus mengakui keunggulan kompetitornya, kongsi LG asal Korea Selatan dan Nagarjuna Construction Company.
Masih di India, Gowindasamy berkongsi dengan Midwest Granite Pvt Ltd. dan Bharat East Movers Ltd. (BEML), sebuah perusahaan di bawah Kementerian Pertahanan, untuk menggarap tambang bauksit, bijih besi, dan batu bara. Di perusahaan joint venture ini, Gowindasamy dan Midwest mengantongi saham 55%, dan sisanya oleh BEML.
Sementara itu, melalui kepemilikan saham sebesar 5% di PT Kideco Jaya Agung, SMJ menjadi salah satu produsen batu bara terbesar di Indonesia lewat tambang mereka di Kalimantan Timur. Di Kideco ini pula tercatat kepemilikan Grup Indika milik Agus Sudwikatmono.

PT Bukaka Teknik Utama Tbk. – Grup Bukaka
Penguasaan Jalan Tol:
Sudah Beroperasi : -
Sedang Membangun : -
Menang Tender 99 kilometer

Perusahaan milik Keluarga Kalla ini mengantongi dua proyek jalan tol, yakni Pasuruan-Probolinggo (45 kilometer) dan Ciawi-Sukabumi (54 kilometer). Bahkan, bermitra dengan PT Bumi Karsa, perusahaan ini mengincar proyek jalan tol Makassar Seksi IV sepanjang 11,6 kilometer. Akan tetapi, mereka kalah dari PT Bosowa Trading International. Bumi Karsa, yang juga anak usaha Grup Bukaka, banyak menangani pembangunan jalan dan jembatan di Sulawesi dan Kalimantan.
Namun, untuk dua proyeknya ini, Bukaka, yang kini dikomandani Achmad Kalla, masih tersandung-sandung. Padahal, mitra Bukaka di proyek ini bukan pemain baru. Di ruas tol Ciawi-Sukabumi, misalnya, Bukaka membentuk konsorsium PT Bukaka Marga Utama bersama dengan PT Jasa Marga yang ikut memiliki 20% saham, PT Bukaka Teknik Utama (40%), dan PT Bukaka Asia Investment Ptd. (40%). Adapun untuk ruas tol Pasuruan-Probolinggo yang menelan investasi Rp3,314 triliun, Bukaka masih sibuk memilih mitra konsorsium.

PT Bosowa Trading International (BTI) – Grup Bosowa
Penguasaan Jalan Tol:
Sudah Beroperasi : 25,2 kilometer
Sedang Membangun : -
Menang Tender 11,6 kilometer

Melalui PT Bosowa Marga Nusantara, Grup Bosowa ikut menjadi pengelola jalan tol di Makassar, baik itu Seksi I maupun Seksi II, yang masing-masing sepanjang 6,05 kilometer. Perusahaan milik Aksa Mahmud ini punya “hubungan dekat” dengan PT Bukaka Teknik Utama Tbk. Aksa menikah dengan Ramlah Kalla, adik Wapres Jusuf Kalla. Namun, dua kelompok usaha ini sama-sama bersaing memperebutkan tender tol Makassar Seksi IV sepanjang 11,6 kilometer dengan masa konsesi 35 tahun. Pemenangnya: Bosowa.
Sebelumnya, Juli 2005, BTI yang dikomandoi Erwin Aksa, putra Aksa Mahmud, baru saja mengambil alih pengelolaan ruas jalan tol Serpong-Pondok Aren sepanjang 13,1 kilometer. BTI membeli 88,93% saham PT Bintaro Serpong Damai (BSD), pemilik jalan tol yang beroperasi sejak Februari 1999 dengan masa konsesi 35 tahun.
Tiga bulan lalu BTI menarik diri dari proyek tol Depok-Antasari dengan melepaskan sahamnya di perusahaan konsorsium PT Citra Waspphutowa. Agaknya, BTI ingin lebih fokus pada proyek Makassar Seksi IV yang dikerjakan lewat PT Jalan Tol Seksi Empat. Perusahaan ini sudah berhasil mengantongi pinjaman Rp350 miliar dari Bank Mega, dari total kebutuhan investasi Rp534 miliar.

PT Astratel Nusantara – Grup Astra
Penguasaan Jalan Tol:
Sudah Beroperasi : 72,45 kilometer
Sedang Membangun : -
Menang Tender : -

Anak usaha Grup Astra ini masuk ke bisnis jalan tol dengan mengakuisisi 53,9% saham di PT Marga Mandalasakti (MMS), perusahaan yang membangun dan sekaligus mengoperasikan jalan tol Tangerang-Merak sepanjang 72,45 kilometer dengan masa konsesi 30 tahun. Jalan tol ini termasuk “basah” karena rata-rata dilalui 60.000 kendaraan per hari.
Saat ini Astratel tengah mengincar tender jalan tol Solo-Kertosono sepanjang 177,12 kilometer, yang akan dibagi dalam dua seksi, yaitu Solo-Ngawi (90,1 kilometer) dan Ngawi-Kertosono (87,02 kilometer). Di proyek ini, Astra bersaing dengan Thiess Contractors Indonesia dan Punj Lloyd Indonesia.
Selain itu, Astratel juga mengincar proyek JORR, khususnya ruas Kunciran-Serpong sepanjang 11 kilometer. Di sini Astratel bermitra dengan PT Jasa Marga dan Leighton Contractors Indonesia.

PT Transindo Karya Investama – Kelompok Kompas Gramedia
Penguasaan Jalan Tol:
Sudah Beroperasi : -
Sedang Membangun : 14,6 kilometer
Menang Tender : -

Kehadiran perusahaan ini dalam bisnis jalan tol sungguh mengejutkan. Transindo bukan hanya berhasil mengalahkan CMNP dalam tender ruas tol Cinere-Jagorawi, tetapi juga mampu membentuk konsorsium dan menarik bank guna mengongkosi proyek ini. Untuk proyek jalan tol sepanjang 14,6 kilometer itu, perusahaan yang digawangi oleh Agung Adiprasetyo—yang juga CEO Kelompok Kompas Gramedia—ini merangkul para pemain lama, seperti PT Waskita Karya (menguasai saham 19,87%), PT Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (10%), dan perusahaan kontraktor telekomunikasi, PT Kopnatel Jaya (5%). Sementara itu, Transindo mengambil porsi saham 65,22%. Mereka membentuk konsorsium PT Trans Lingkar Kita Jaya.
Belum lama berselang, konsorsium ini berhasil memperoleh pendanaan Rp1,46 triliun dari Bank Mandiri dan BCA. Ruas tol tersebut akan dibagi dalam tiga sesi, yaitu Jagorawi-Jl. Raya Bogor (Sesi I), Jl. Raya Bogor-Margonda (Sesi II), dan Margonda-Cinere (Sesi III). “Ini jalur permukiman. Jadi, kami harapkan traffic-nya cukup tinggi,” kata Sinung Hardjo, direktur PT Trans Lingkar Kita Jaya. Jalan tol ini diharapkan selesai akhir 2009.
GENUK CHRISTIASTUTI DAN YUDIT MARENDRA

MENCERMATI VISI SKJM

Pada tahun 2000 Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Mo. 21 tentang Serikat Pekerja. Perundang-undangan di Indonesia mengatur bahwa negara memberikan kesempatan bagi pekerja dari sebuah perusahaan untuk dapat berserikat dan membentuk organisasi yang saat ini biasa dikenal dengan serikat pekerja. Selain itu, disahkannya UU No. 13 Tahun 2003 juga mengatur tentang hakhak pekerja dan aturan lain yang mengatur mengenai jaminan atau fasilitas perusahaan yang diberikan untuk kesejahteraan pekerjanya.
Pada umumnya awal terbentuknya Serikat Pekerja mendapatkan banyak respon dan tanggapan terutama dari pihak manajemen dan pihak pekerja. Serikat pekerja identik dengan perlawanan dan unjuk rasa yang ditujukan kepada pihak pengusaha untuk memberikan hak pekerjanya lebih dari apa yang telah diberikan perusahaan. Proses unjuk rasa tak jarang diselingi dengan aksi demo dan kegiatan yang mengganggu kenyamanan dan keamanan umum bahkan cenderung anarkis. Serikat pekerja sebagai sebuah organisasi juga ada di Jasa Marga yang dikenal dengan Serikat Karywan Jasa Marga (SKJM) sejak tahun 1999. Saat ini SKJM mempunyai sepuluh Dewan pimpinan cabang terdiri dari ………., SKJM hanyalah satu-satunya organisasi serikat pekerja yang ada di Jasa Marga, walaupun wilayah cakupan dari Jasa Marga sangat luas dan terpencar di berbagai propinsi di tanah air. Hal ini bisa membuktikan bahwa kita karyawan Jasa Marga lebih solid di bandingkan dengan beberapa BUMN yang mempunyai lebih dari satu serikat pekerja di dalam Perusahaannnya. Namun yang perlu kita cermati adalah bukan berapa jumlah Serikat Pekerja di Jasa Marga atau sejauhmana SKJM telah berjasa bagi kita. Hal yang penting untuk kita pahami adalah filosofi dan tujuan dari SKJM atau DPC-DPC SKJM. Filosofi dan tujuan SKJM adalah untuk menjadi mitra dari Jasa Marga dalam berbagai hal demi kemajuan dan perkembangan Jasa Marga. Tentu saja sebagai mitra, SKJM memiliki hak suara dan berpendapat yang sama dengan pihak manajemen perusahaan tanpa melihat jabatan maupun golongan dari serikat pekerja yang terdiri dari pekerja Jasa Marga.Semangat dan konsistensi dari penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik (Good Corprate Governance) selalu diserukan oleh SKJM dalam rangka mempertahankan Jasa Marga sebagai pemimpin dalam industri pengembangan dan pengoperasian jalan tol di Indonesia. SKJM tidak boleh dijadikan sebagai tameng atau tempat berlindung bagi “mereka” yang melakukan kesalahan maupun yang memiliki visi dan misi yang tidak sejalan dengan perusahaan. Akhir-akhir ini banyak terdengar di lingkungan Jasa Marga bahwa karyawan yang menjadi pengurus SKJM menjadikan SKJM sebagai alat untuk mencari jabatan ataupun peningkatan karir. Hal ini terjadi karena 'mereka' cenderung vokal atau menempatkan kepentingan pribadinya di atas kepentingan seluruh karyawan dan mencari kesempatan dari ‘gerahnya’ manajemen perusahaan yang justru memberikan jabatan strategis agar 'mereka' tidak lagi vokal. Perlu dipahami bahwa SKJM bukanlah sekedar batu loncatan atau sarana untuk mencari jabatan dan perkembangan karir yang lebih baik. Siapapun dapat berkiprah di SKJM dan menjadi pengurus asal memahami betul tujuan SKJM dan memiliki komitmen kuat dalam menegakkan Tata Kelola Perusahaan yang baik serta mengutamakan kemajuan dan perkembangan Jasa Marga. SKJM berpegang teguh pada peraturan yang berlaku dan membela dengan ikhlas para karyawan yang diperlakukan tidak adil ataupun tidak dipenuhi hak-haknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. SKJM adalah mitra Jasa Marga yang seharusnya berdiri di barisan terdepan untuk membela Jasa Marga saat Jasa Marga di ‘amputasi’ keunggulan kompetitifnya sebagai pengembang dan pengoperasi jalan tol terbesar di Indonesia oleh pihak-pihak tertentu untuk mengambil keuntungan pribadi maupun kelompoknya saja. SKJM mengutuk segala bentuk peyimpangan yang terjadi di Jasa Marga dan tidak segan-segan untuk memberikan rekomendasi kepada perusahaan untuk memberikan sanksi tegas bahkan pemecatan bagi siapapun yang melakukan kesalahan terutama bagi mereka yang merugikan Jasa Marga tidak terkecuali pengurus SKJM. Marilah kita bersama-sama membuka mata dan memasang telinga untuk saling mengingatkan dan bekerja sama demi kemajuan Jasa Marga. SKJM hendaknya dijadikan wadah untuk berorganisasi dengan baik, berdiskusi, dan beraspirasi. Sebab keberhasilan dan kinerja SKJM terlihat dari berubahnya budaya korporat ke arah yang lebih baik, sehingga Jasa Marga dapat MENJADI PERUSAHAAN MODERN DALAM BIDANG PENGEMBANGAN DAN PENGOPERASIAN JALAN TOL, MENJADI PEMIMPIN (LEADER) DALAM INDUSTRI JALAN TOL DENGAN MENGOPERASIKAN MAYORITAS JALAN TOL DI INDONESIA SERTA MEMILIKI DAYA SAING YANG TINGGI DI TINGKAT NASIONAL DAN REGIONAL. *****Swara SKJM HS 5258