Kamis, 28 Juni 2007

kepemimpinan profesional jasa marga dengan etika dan hukum di era good corporate governance

ARTIKEL

KEPEMIMPINAN PROFESIONAL JASA MARGA
DENGAN
ETIKA DAN HUKUM
DI
ERA GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Etika dan Hukum

Kepemimpinan profesional adalah kepemimpinan yang mempunyai etika di dalamnya. Ketika sebuah keputusan diambil, leadership judgement tidak berhenti di dalam kompetensi kepengambilan keputusan, namun juga di dalam tingkat kebenaran etis dari sebuah keputusan.
Etika adalah pembimbing moralitas yang mengacu pada penghargaan yang tinggi terhadap kemanusiaan. Etika meletakkan nilai kehidupan dan kesinambungan hidup sebagai komitmen keberadaannya. Etika menjaga nilai keharmonisan dalam hidup, baik itu manusia maupun organisasi, karena etika membangun dan menguatkan nilai fairness (keadilan), khususnya dalam berkompetisi dan beraliansi. Bahkan, etika membangun dan menguatkan nilai kesantunan atas dasar nilai-nilai yang hidup di tengah-tengah masyarakat luas. Etika bersifat imperatif atau menjadi kewajiban bagi setiap anggota komunitas di mana etika tersebut dibuat. Tujuan keberadaan etika adalah membangun manusia yang seutuhnya dalam koridor keberadaan umat manusia.
Bagaiman dengan hukum ? Jika etika adalah nilai (value), maka hukum adalah praktik dari value tadi. Bedanya, di dalam hukum, kita berhadapan dengan pihak lain tidak dalam posisi mencari kebaikan saja, namun lebih penting kebenaran. Di sini kita menemukan kebenaran lebih bersifat subjektif daripada kebaikan. Artinya, meskipun bagi kita tidak benar, namun jika pihak lain membenarkan perbuatannya, ia adalah kebenaran bagi pihak lain.
Apakah pentingnya memahami hukum bagi pemimpin profesional Jasa Marga di era Good Corporate Governance ? Bukankah ia memiliki manajer hukum di perusahaan kita ? Bukankah ia dapat menyewa penasihat hukum ? Hal demikian benar adanya, namun jika ingin memilih menjadi pemimpin yang profesional, alangkah baiknya mempunyai salah satu kriteria dari organisasi yang profesional yaitu organisasi tersebut dipimpin oleh pemimpin profesional yang memahami praktik sampai ke detail, meski tidak usah melakukan sampai ke detail. Kepemimpinan profesional perlu memahami segi-segi legal dalam kegiatan kerja sehari-hari dalam melakukan tugas kepemimpinanya.
Apakah kaitannya antara etika dan hukum dalam kepemimpinan profesional di era Good Corporate Governance ? Etika dalam perusahaan kita bukan lagi semata-mata masalah moralitas, tetapi lebih menjadi masalah hukum. Hukum menentukan perbuatan yang dapat atau tidak dapat dilakukan oleh pelaku bisnis, sedangkan etika menuntut lebih dari itu. Hukum pada dasarnya mendasarkan diri pada etika. Prinsip etika yang diangkat menjadi norma hukum adalah asas itikad baik. Artinya asas itikad baik adalah biasanya digunakan untuk menggambarkan pikiran yang jernih, bebas dari keinginan menekan pihak lain, dan mengacu pada saling percaya pada tugas atau kewajiban masing-masing pihak. Asas ini tidak ada perumusannya dalam hukum positif, melainkan timbul dari ilmu hukum dan yurisprudensi. Asas ini merupakan asas yang paling mendasar dari segala perbuatan hukum. Hukum melindungi pihak yang beritikad baik dan tidak melindungi pihak yang tidak beritikad baik. Kepemimpinan Profesional yang beretika dapat dipastikan akan menolak persetujuan hukum yang tidak beritikad baik, termasuk jika klausul itu berasal dari pihaknya.
Tugas kepemimpinan profesional Jasa Marga di era globalisasi juga berkenaan langsung dengan hukum. UU No 19/2003 tentang BUMN, UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, dan UU No. 1/1995 tentang Perseroan Terbatas dan UU No.8/1995 tentang Pasar Modal.
Namun untuk memberikan sesuatu yang fairness dalam penglolaan Jasa Marga di era Good Corporate Governance, perlu adanya revisi dari UU yang terkait dengan kekayaan negara karena pengertian tentang aset dan kekayaan negara dalam satu UU berbeda dengan UU lainnya. Pada saat ini terjadi penilaian yang kurang adil terhadap aset-aset negara yang dikelola oleh Jasa Marga. Kalau memang mau adil, apabila aset Jasa Marga dianggap sebagai aset negara maka hutang Jasa Marga juga harus menjadi hutang negara.
Dengan tanggung jawab ini, otomatis seorang pemimpin Jasa Marga yang profesional harus benar-benar memahami hukum secara mendalam. Semakin besar suatu perusahaan, semakin besar masalah hukum, dan semakin harus pula pemimpin Jasa Marga yang profesional di era Good Corporate Governance untuk belajar tentang hukum.

Visi, Nilai dan Berani Mengambil Keputusan

Kepemimpinan Jasa Marga yang unggul harus memiliki tiga serangkaian kepemimpinan, yaitu Visi, Nilai, dan Berani mengambil keputusan. Sebagai pemimpin, tuntutan pertama yang harus dimilikinya adalah ia harus punya visi ke mana Jasa Marga akan dibawa - dan selanjutnya bagaimana strategi serta implementasinya.
Apakah visi itu ? Visi mencerminkan kedalaman dan keluasan pemahaman yang memungkinkan untuk mendeteksi dan membentangkan pola-pola dan kecenderungan-kecenderungan di masa depan yang membimbing pemimpin untuk membawa Jasa Marga memasuki masa depan. Tanpa visi, maka manusia akan lenyap. Jika Jasa Marga dimasa depan mempunyai pemimpin yang tidak mempunyai visi maka Jasa Marga tinggal menunggu waktu untuk lenyap.
Apakah nilai itu ? Nilai dari seorang pemimpin akan menentukan apakah ia dapat menjadi pemimpin yang efektif atau tidak. Sesungguhnya ada dua jenis nilai pemimpin, yaitu pemimpin yang berorientasi pada diri sendiri dan pemimpin yang berorientasi pada Jasa Marga. Pemimpin yang naik menjadi pemimpin karena hubungan kekerabatan, kolusi, suap, atau melalui proses yang “tidak wajar” cenderung menjadi pemimpin yang menguntungkan diri sendiri daripada perusahaan karena jabatan itu “dibeli” dan tidak “diamanahkan” kepadanya. Pemimpin yang naik melalui proses yang wajar - seleksi, kompetisi, valuasi, fit and proper - cenderung menjadi pemimpin yang lebih berorientasi pada perusahaan.
Keberanian mengambil keputusan adalah inti dari kepemimpinan. Tugas pemimpin adalah meminimalisir kerugian dari kesalahan dalam mengambil keputusan dan memaksimalisir keuntungan dalam mengambil keputusan. Setiap keputusan pasti mengandung kesalahan di dalam dirinya. Hanya Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak pernah salah dalam membuat keputusan. Manusia - selama ia Manusia - pastilah mempunyai sejumlah kelemahan. Pemimpin adalah Manusia, dan harus sadar bahwa apa yang diputuskan ada unsur benar dan salahnya. Sebenarnya, tantangan kepemimpinan bagi manajemen Jasa Marga di masa depan adalah mentransformasikan diri dari kepemimpinan yang birokratis menjadi kepemimpinan yang korporatis.
Kepemimpinan yang birokratis adalah kepemimpinan yang menjadikan aturan atau prosedur sebagai tujuan yang harus dicapai. Kepemimpinan korporatis adalah kepemimpinan yang berpola kewirausahaan, semangat untuk mencari peluang dan menggunakan aturan serta prosedur sebagai wahana, bukan tujuan. Proses transformasi kepemimpinan ini tidak semata-mata didasarkan pada adanya proses fit and proper, melainkan pada proses pembelajaran untuk mengubah dari seorang pemimpin yang ada menjadi pemimpin profesional, yaitu pemimpin yang mengetahui di mana ia memimpin dan memimpin organisasi itu sesuai dengan karakter organisasionalnya. Jadi, bagi pemimpin Jasa Marga masa depan, ia harus memahami bahwa organisasi yang dipimpinnya adalah sebuah korporasi dan bukan birokrasi. Oleh karena itu, jiwa kewirausahaan menjadi nilai yang “wajib” di dalam profesi kepemimpinannya. Kepemimpinan korporasi is a must, karena pada akhirnya leader matters. Pemimpinlah yang make things happen. Tantangan bagi SKJM dan Manajemen adalah menemukan pemimpin-pemimpin korporasi yang mampu membawa Jasa Marga ke wahana korporasi kelas dunia. # Swara SKJM HS 5258
ARTIKEL INI DIKUTIP DARI BERBAGAI SUMBER

Tidak ada komentar: