Rabu, 01 Agustus 2007

Jalan Bebas Hambatan Terhambat Lahan

www.gatra.com

Jalan tol akan membuat pembangunan makin bergairah. Akses antar-daerah menjadi lebih cepat, dan daerah yang dilewati tol bisa tumbuh. Barang yang dihasilkan industri di daerah dapat didistribusikan dengan cepat ke pusat-pusat belanja di berbagai kota. Begitu pula hasil panenan petani seperti beras, buah, dan komoditas pangan lainnya.

Menurut Hisnu Pawenang, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol, pihaknya tengah memersiapkan empat ruas tol, masing-masing Cikampek-Palimanan, Pejagan-Pemalang, Pemalang-Batang, dan Batang-Semarang.

Pemerintah menargetkan membangun jalan tol sepanjang 1.951 kilometer. Belakangan, angka itu diralat menjadi 1.151 kilometer. Target ini memang terasa muluk, karena sejak 1975 hingga 2004 atau selama 30 tahun hanya terbangun tol sepanjang 608 kilometer. Kalau dirata-rata, setiap tahun hanya membangun 20 kilometer.

Karena itulah, kata Hisnu, pemerintah bekerja keras untuk mewujudkan target itu. Dari target 1.151 kilometer itu, sejak 2005 baru beroperasi 51,6 kilometer (3%), yang sedang dalam pekerjaan konstruksi 114,55 kilometer (6%), yang sudah meneken perjanjian pembangunan jalan tol 596 kilometer (32%), proses finalisasi penandatanganan perjanjian 149,72 kilometer, dan sisanya dalam proses lelang.

Begitu pula terhadap empat ruas tol, yakni Cikampek-Palimanan, Pejagan-Pemalang, Pemalang-Batang, dan Batang-Semarang. "Nasibnya akan ditentukan 21 Juli nanti," kata Hisnu.

Dalam pembangunan jalan tol, selain pendanaan, ada persoalan lain yang lebih besar, yakni pembebasan lahan. "Persoalan lahan masih menjadi momok bagi investor," tuturnya. Biaya pembebasan tanah pada saat ini dibebankan pada investor. Pemerintah bertugas sebagai pelaksana pembebasan.

Pemilik lahan yang tak setuju dengan nilai ganti rugi bisa mengajukan gugatan ke pengadilan. Namun, sebelum proses pengadilan selesai, lahan tak bisa digunakan. Sebenarnya, untuk pembebasan lahan ini, Pemerintah Indonesia bisa meniru kebijakan yang diterapkan Malaysia.

Di negeri jiran itu, pemerintah bisa memaksa pemilik lahan menyerahkan lahan yang akan dipakai untuk kepentingan umum. Untuk tanah yang diambil itu, pemilik lahan mendapat ganti rugi. Warga yang tak setuju dengan nilai ganti rugi yang diberikan bisa menggugat ke pengadilan untuk mendapatkan nilai ganti rugi sesuai keinginannya. Nah, selama proses di pengadilan itu, pekerjaan konstruksi di atas lahan bisa dilakukan.

Badan Pengatur Jalan Tol membuat simulasi tentang kecepatan arus barang bila menggunakan jalan umum dan jalan tol. Misalnya, untuk jalan sepanjang 100 kilometer, truk pembawa barang rata-rata hanya mampu berkecepatan 40 kilometer per jam, sehingga perlu waktu dua setengah jam.

Sedangkan bila menggunakan jalan tol, dengan kecepatan rata-rata 80 kilometer per jam, jarak itu bisa ditempuh kurang dari sejam. Sehingga bila sudah terbangun tol Trans-Jawa, jarak Surabaya-Jakarta yang panjangnya 857 kilometer bisa ditempuh dalam waktu 10 jam. Bandingkan bila menggunakan jalan biasa yang perlu waktu lebih dari 21 jam.

Pembangunan jalan tol juga akan menciptakan lapangan kerja. Dalam hitungan Departemen Pekerjaan Umum, untuk membangun 1.151 kilometer jalan tol akan diserap 120.000 tenaga kerja langsung. Belum lagi munculnya tenaga kerja tak langsung, yang diperkirakan sebesar 90.000 orang. Misalnya, yang sebelumnya belum punya pekerjaan bisa membuka warung nasi atau jajanan buat pekerja bangunan.

Di luar itu, pembangunan 1.151 kilometer jalan tol itu juga menyerap dana perbankan hingga Rp 64 trilyun. Pembangunan jalan tol itu memberikan efek yang istimewa bagi pembangunan.

Irwan Andri Atmanto dan Anthony
[Laporan Utama, Gatra Nomor 31 Beredar Kamis, 14 Juni 2007]

Tidak ada komentar: