Minggu, 01 Juli 2007

UPAYA MENGELOLA PERUBAHAN DI ERA GCG

UPAYA MENGELOLA PERUBAHAN
DI
ERA GOOD CORPORATE GOVERNANCE



Reorganisasi, restrukturisasi, dan pengurangan karyawan akan menjadi kecenderungan yang akan terus dihadapi oleh para praktisi SDM. Kondisi tersebut seringkali menimbulkan dampak yang besar terhadap tenaga kerja, seperti: hilangnya sistim kerja sepanjang hidup (long life employment), tingginya pengangguran, berkurangnya keamanan kerja, berkurangnya keterampilan kerja yang bersifat tradisional, pengurangan jumlah karyawan dan sebagainya. Contoh nyata yang mungkin belum hilang dari ingatan kita adalah penggabungan beberapa bank milik pemerintah menjadi Bank Mandiri beberapa waktu yang lalu. Penggabungan ini mengakibatkan banyak pegawai dari bank-bank pemerintah yang bersangkutan kehilangan pekerjaan.
Apalagi akhir-akhir ini merebak wacana dari Kementrian BUMN untuk merestrukturisasi beberapa BUMN, namun kita bersyukur dengan adanya kebijakan Direksi untuk tidak merasionalisasi jumlah karyawan yang ada, malah adanya kebutuhan karyawan baru untuk mengoperasikan ruas jalan tol yang akan dibangun yaitu ruas Bogor Ring road, ruas Semarang-Solo, ruas Gempol-Pasuruan dan penambahan jumlah Gerbang Tol akibat di relokasinya ruas Gempol-Porong.
Dalam karya tulis ini penulis hanya membahas antisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi 5 – 10 tahun yang akan datang setelah Jasa Marga di Privatisasi. Privatisasi yang dilakukan Jasa Marga adalah sangat penting karena akan menjadikan Jasa Marga lebih efisien, transparan dan mempunyai nilai akuntabilitas yang dipersyaratkan dalam penerapan GCG.
Faktor Pendorong
Banyak hal yang mendorong munculnya kebutuhan untuk melakukan perubahan. Pakar Perilaku di Dalam Perusahaan , Robert Kreitner dan Angelo Kinicki (2001) dalam bukunya Organizational Behavior, menyatakan bahwa ada 2 kekuatan yang dapat mendorong munculnya kebutuhan untuk melakukan perubahan di dalam perusahaan, yaitu:
1. Kekuatan eksternal, yaitu kekuatan yang muncul dari luar perusahaan, seperti : karakteristik demografis (usia, pendidikan, tingkat ketrampilan, jenis kelamin, imigrasi, dsbnya), perkembangan teknologi, perubahan-perubahan di pasar, tekanan-tekanan sosial dan politik. Dalam kasus yang dihadapi Jasa Marga, kekuatan eksternal (persaingan yang ketat di pasar) setelah di berlakukannya UU No. 38/2004,

2. Kekuatan internal, yaitu kekuatan yang muncul dari dalam perusahaan, seperti : masalah-masalah prospek Sumber Daya Manusia (kebutuhan yang tidak terpenuhi, ketidak-puasan kerja, produktifitas, motivasi kerja, dsb-nya), perilaku dan keputusan manajemen. Dalam kasus yang dihadapi Jasa Marga pada saat ini adalah change managemen yang merupakan sebuah tuntutan adanya perubahan karena telah dicanangkannya Visi Jasa Marga untuk menjadi Perusahaan yang modern. Ciri dari Perusahaan yang modern adalah manajemen yang di pimpin oleh para manajer yang mempunyai team work yang solid. Tuntutan ini mengharuskan adanya perubahan struktur organisasi perusahaan dan para pejabatnya.
Tahapan
Menurut Raymond J. Stone seorang konsultan SDM dalam bukunya Human Resources Management (1998), ada sejumlah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengelola perubahan, yaitu :

Menetapkan kebutuhan untuk melakukan perubahan
Langkah ini penting dilakukan untuk memastikan bahwa perubahan yang akan digulirkan benar–benar sesuai dengan kebutuhan nyata yang ingin dicapai perusahaan. Kebutuhan akan adanya perubahan dapat muncul bila ada kesenjangan antara sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh perusahaan dengan kondisi nyata di lapangan.
Dalam kasus yang di alami Jasa Marga saat ini, kebutuhan untuk melakukan perubahan muncul saat terjadi perubahan peran perusahaan yang tidak lagi sebagai Regulator Industri jalan tol di Indonesia seiring dengan diberlakukannya UU No. 38/2004. Peran Jasa Marga yang hanya sebagai operator industri jalan tol di Indonesia maka kedudukannya sama dengan investor lainnya maka Jasa Marga saat ini berupaya untuk tetap menjadi leader dalam industri jalan tol di Indonesia. Hal ini menuntut Jasa Marga untuk menerapkan Good Corporate Goevernance, tujuannya agar produk yang dihasilkan menjadi lebih kompetitif.

Mengenali hal-hal potensial yang dapat menghambat proses perubahan
Seorang praktisi perubahan harus mampu mengenali hal-hal yang secara potensial dapat menghambat proses perubahan yang akan digulirkan oleh perusahaan. Dari kasus yang terjadi di Jasa Marga saat ini, hal-hal potensial yang diramalkan dapat menghambat perubahan antara lain:
Ketidak-bersediaan karyawan untuk di PHK karena sulitnya mencari pekerjaan baru
Ketidak-sesuaian antara harapan karyawan tentang besarnya paket yang diinginkan dan besarnya paket yang ditawarkan oleh perusahaan
Adanya kemungkinan keterlibatan pihak di luar perusahaan
Adanya friksi antar sesama karyawan di bagian operasional.
Melaksanakan perubahan
Perubahan dapat diperkenalkan baik oleh para manajer yang ada di dalam perusahaan itu sendiri atau dengan menggunakan konsultan. Masing-masing pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Bila manajer internal menjadi agen perubahan, kelebihannya adalah bahwa ia memahami dengan baik operasi bisnis perusahaan dan orang – orang yang ada di dalamnya. Sedangkan kelemahannya adalah yang bersangkutan biasanya mempunyai wawasan dan cara pandang yang terbatas mengenai pengelolaan perubahan, dan tak jarang terlalu dipengaruhi oleh budaya perusahaan yang ada. Sedangkan kelebihan dari konsultan adalah yang bersangkutan bersifat netral dan mempunyai wawasan yang luas terhadap pengelolaan perubahan perusahaan. Kekurangannya adalah bahwa yang bersangkutan kurang memahami operasi bisnis perusahaan dan orang-orang yang bekerja di dalamnya. Melihat kelebihan dan kekurangan ini, maka banyak perusahaan yang melakukan kombinasi dari kedua hal tersebut dalam memperkenalkan perubahan. Yang dilakukan oleh Jasa Marga diharapkan yang berkaitan dengan fase ini adalah membuat tim perubahan yang dipimpin oleh Pimpinan Puncak perusahaan, yang anggota-anggotanya terdiri dari para manajer terkait (termasuk Manajer SDM) dan Konsultan Hubungan Industrial yang sangat memahami kondisi perusahaan serta Serikat Karyawan Jasa Marga (SKJM). Tim inilah yang bertindak sebagai agen-agen perubahan, yang bertugas untuk memperkenalkan, melaksanakan, dan mengevaluasi perubahan yang dilakukan kepada seluruh karyawan terkait. Dengan pendekatan ini, proses perubahan yang dilakukan relatif berjalan lancar
Mengevaluasi perubahan
Untuk mengukur efektifitas perubahan, perusahaan harus membandingkan situasi sebelum dan sesudah dilaksanakannya perubahan. Beberapa indikator dapat digunakan untuk mengukur pengaruh dari perubahan tersebut, seperti : produktivitas karyawan, kepuasan kerja, hasil survey pendapat karyawan, hasil penjualan, pengurangan biaya produksi, dan sebagainya. Dari evaluasi kualitatif yang dilakukan oleh penulis terhadap perubahan yang dilakukan perusahaan , sejauh ini menunjukkan bahwa :
Untuk mengukur efektifitas perubahan, perusahaan harus membandingkan situasi sebelum dan sesudah dilaksanakannya perubahan. Beberapa indikator dapat digunakan untuk mengukur pengaruh dari perubahan tersebut, seperti : produktivitas karyawan, kepuasan kerja, hasil survey pendapat karyawan, hasil penjualan, pengurangan biaya produksi, dan sebagainya. Dari evaluasi kualitatif yang dilakukan oleh penulis terhadap perubahan yang dilakukan perusahaan, sejauh ini menunjukkan bahwa :
a. Kordinasi kerja menjadi lebih baik karena struktur perusahaan menjadi lebih ramping sehingga dapat mengurangi birokrasi kerja yang tidak perlu
b. Kerjasama antar karyawan menjadi lebih baik di bawah kepemimpinan yang baru yang lebih terbuka dan komunikatif.
c. Suasana kerja menjadi kondusif untuk menunjang bisnis perusahaan, karena mulai terbangun kepercayaan yang lebih baik diantara manajemen dan karyawan, karena tidak adanya lagi persepsi terhadap perlakuan yang berbeda antara Biro dan Divisi.
Kegagalan Mengelola Perubahan
Banyak kegagalan yang dialami perusahaan saat melakukan perubahan, yang mengakibatkan kerugian yang dialami oleh perusahaan. Kegagalan itu terjadi akibat kesalahan-kesalahan yang dibuat saat mengelola perubahan, seperti :
Mengabaikan aspek manusia dalam mengelola perubahan
Timothy J. Galpin menyatakan dalam bukunya The Human Side of Change (1996) bahwa selama proses penggabungan perusahaan, penurunan besarnya ukuran perusahaan, maupun restrukturisasi yang dilakukan perusahaan, kebanyakan dari mereka lebih memusatkan perhatiannya kepada aspek-aspek teknis, finansial dan operasional, daripada aspek manusia. Akibatnya upaya perubahan yang dicanangkan mengalami kegagalan. Hal ini tampak dalam bentuk terjadinya masalah perburuhan, keluarnya tokoh-tokoh kunci dan orang-orang berbakat dari perusahaan, dan tidak diperoleh manfaat atau sangat sedikit manfaat yang diperoleh dari perubahan yang dilakukan.
Perubahan tidak direncanakan dengan baik
Banyak perusahaan yang memperlakukan perubahan seperti sebuah peristiwa kebetulan atau hal rutin yang akan dapat diselesaikan dengan baik secara otomatis, tanpa sebuah perencanaan yang baik. Perubahan seharusnya merupakan sebuah aktivitas yang terencana, disengaja dan berorientasi pada tujuan. Tujuan dari sebuah perubahan menurutnya ada 2, yaitu : (1) Untuk meningkatkan kemampuan perusahaan dalam beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di dalam lingkungannya, (2) Untuk merubah tingkah laku dari para karyawan. Akibat tidak direncanakannya perubahan dengan baik, maka tak jarang perubahan bergulir tanpa kendali atau berjalan tidak sesuai dengan rencana yang diharapkan, karena mendapat perlawanan dari para karyawan
Praktisi perubahan gagal membangun koalisi yang cukup kuat
Salah satu penyebab kegagalan yang dialami oleh perusahaan dalam melakukan perubahan adalah tidak terbentuknya koalisi yang cukup kuat diantara orang-orang yang mempunyai wewenang dan kemampuan untuk mendorong perubahan. Upaya perubahan yang dilakukan tanpa dukungan koalisi yang cukup mungkin akan mengalami kemajuan untuk sementara waktu. Namun cepat atau lambat, akan muncul perlawanan-perlawanan yang dapat merusak inisiatif perubahan yang sudah dilakukan.
Dampak utama dari kesalahan yang dilakukan dalam mengelola perubahan adalah munculnya resistensi dari para manajer atau para karyawan yang terkait terhadap perubahan yang dilakukan oleh perusahaan. Definisi dari resistensi terhadap perubahan adalah sebagai suatu reaksi emosional/tingkah laku yang muncul sebagai respon terhadap munculnya ancaman, baik nyata atau imajiner bila terjadi perubahan pada pekerjaan rutin. Resistensi terhadap perubahan ini dapat muncul dalam berbagai macam bentuk reaksi. Bentuk-bentuk resistensi terhadap perubahan kedalam 4 kelompok yang semuanya berada dalam sebuah kontinum, yaitu : resistensi aktif (mis : sabotase, memperlambat kerja), resistensi pasif (mis: bekerja sesedikit mungkin, tidak ingin mempelajari tugas baru), reaksi yang tidak dapat dibedakan (bekerja hanya berdasarkan perintah, kehilangan minat terhadap pekerjaan), dan penerimaan (mis : mau bekerja sama, antusias). Adapun hal-hal yang menyebabkan terjadinya resistensi terhadap perubahan, adalah sebagai berikut:
a. Kebiasaan
Pada dasarnya, manusia adalah mahluk yang hidup dari kebiasaan yang dibangunnya. Kebiasaan ini akan lebih mempermudah manusia untuk menjalankan kehidupannya yang sudah cukup kompleks. Saat dihadapkan pada perubahan, maka manusia akan cenderung enggan melakukan merubah kebiasaan yang selama ini telah ia lakukan. Contoh sederhana: seseorang akan cenderung memilih rute perjalanan menuju kantor yang biasa dilaluinya setiap hari meski jarak tempuhnya lebih panjang, dibandingkan melalui jalur baru yang belum ia kenal yang jarak tempuhnya lebih pendek.
b. Ketakutan terhadap munculnya dampak yang tidak diinginkan
Perubahan tak jarang menimbulkan ketidak-pastian, karena perubahan membuat seseorang bergerak dari suatu situasi yang ia ketahui menuju pada situasi yang tidak diketahuinya. Akibatnya orang yang bersangkutan akan merasa takut bahwa dampak perubahan akan merugikan dirinya.
c. Faktor-faktor ekonomi
Berkurangnya penghasilan, kenaikan gaji yang tidak sesuai harapan, meningkatnya ongkos angkutan, merupakan faktor-faktor ekonomi yang dapat menjadi penyebab munculnya resistensi terhadap perubahan. Bila perubahan memberikan dampak ekonomi yang cukup besar terhadap seseorang, maka dapat diramalkan bahwa resistensi dari orang yang bersangkutan terhadap perubahan akan semakin kuat.
d. Tidak adanya kepercayaan dalam situasi kerja
Seorang manajer yang membangun hubungan kerja dengan bawahannya atas dasar ketidakpercayaan, akan lebih mungkin menghadapi resistensi dari bawahannya bila ia menggulirkan perubahan. Sementara seorang manajer yang mempercayai bawahannya akan memperlakukan perubahan sebagai hal yang sifatnya terbuka, jujur dan partisipatif. Di sisi lain, bawahan yang dipercaya oleh atasannya akan melakukan upaya yang lebih baik dalam menghadapi perubahan dan melihat perubahan sebagai sebuah kesempatan. Hal ini terjadi karena tumbuhnya kepercayaan atau ketidak-percayaan dalam hubungan kerja bersifat timbal balik.
e. Takut mengalami kegagalan
Proses perubahan pada pekerjaan yang bersifat menekan karyawan, akan dapat memunculkan keraguan pada karyawan akan kemampuannya untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Keraguan ini lambat laun akan mengkikis kepercayaan dirinya dan melumpuhkan pertumbuhan dan perkembangan dirinya.
f. Hilangnya status atau keamanan kerja
Pemanfaatan teknologi atau sistim administrasi yang baru di dalam dunia kerja, pada satu sisi dapat mempercepat proses kerja. Namun pada sisi lainnya akan dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah pekerjaan. Dampak inilah yang dikhawatirkan oleh para karyawan bila terjadi perubahan. Buat sebagian besar karyawan hilangnya pekerjaan dapat diartikan sebagai hilangnya status dan juga hilangnya penghasilan. Untuk alasan inilah maka para karyawan cenderung untuk resisten terhadap perubahan
g. Tidak ada manfaat yang diperoleh dari perubahan
Seseorang akan melakukan resistensi terhadap perubahan bila yang bersangkutan memperkirakan atau melihat bahwa dirinya tidak akan mendapatkan manfaat bila melakukan perubahan.
Saran
Agar proses perubahan yang digulirkan di dalam perusahaan berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam melakukan perubahan harus dihindari. Menurut hemat penulis ada sejumlah alternatif langkah yang dapat dilakukan oleh praktisi SDM atau perubahan, sebagai berikut :
Rencanakan perubahan dengan baik
Sebelum perubahan digulirkan, maka pihak-pihak yang terkait dengan perubahan (misalnya : manajemen puncak, para manajer dan agen perubahan) perlu merencanakannya dengan matang. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Melakukan analisa yang mendalam tentang ada tidaknya kebutuhan untuk melakukan perubahan di dalam perusahaan.
b. Merumuskan tujuan yang ingin dicapai dari perubahan dan dampak yag mungkin muncul dengan adanya perubahan.
c. Mengenali faktor-faktor yang dapat menghambat terjadinya perubahan dan cara mengatasinya.
d. Menyusun strategi yang tepat untuk menggulirkan perubahan.
e. Mempersiapkan parameter-parameter dan pendekatan-pendekatan yang akan digunakan untuk mengevaluasi perubahan.
Tunjuk praktisi perubahan yang mempunyai kemampuan dalam mengelola perubahan
Agar perubahan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka orang yang ditunjuk sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan perubahan, haruslah seseorang yang mempunyai pengalaman, ketrampilan dan pengetahuan yang baik dalam aspek-aspek yang berkaitan dengan pengelolaan perubahan. Orang yang bersangkutan sebaiknya melengkapi dirinya dengan ilmu perilaku , pengembangan perusahaan, teori-teori belajar, teori motivasi dan kepemimpinan.
Bekali manajemen puncak di perusahaan dengan pengetahuan dan ketrampilan mengenai pengelolaan perubahan
Agar rencana perubahan dapat disusun dengan baik, maka manajemen puncak di perusahaan perlu dibekali dengan pengetahuan mengenai pengelolaan perubahan. Mengundang pakar perubahan untuk mendiskusikan mengenai pengelolaan perubahan yang tepat, dapat menjadi salah satu alternatif . Alternatif lainnya adalah dengan mengadakan studi banding ke perusahaan-perusahaan yang telah berhasil mengelola perubahan.
Bangun koalisi yang solid diantara pihak-pihak yang terkait dengan perubahan
Para pimpinan, baik di tingkat direktur, divisi atau departemen dan para pelaksana perubahan lainnya harus bekerja sama dalam sebuah tim yang solid dalam melaksanakan perubahan ini. Dengan demikian akan dapat meningkatkan dukungan terhadap perubahan yang digulirkan dan mencegah terjadinya resistensi terhadap perubahan.
Atasi resistensi terhadap perubahan dengan pendekatan-pendekatan yang sesuai
Untuk memastikan bahwa proses perubahan dapat berlagsung sesuai dengan rencana, maka resistensi yang muncul harus dapat diatasi. Berikut ini adalah langkah-langkah yang mungkin dapat dilakukan untuk mengatasi terjadinya resistensi terhadap perubahan yang mungkin dapat diaplikasikan dalam perusahaan kita .
Perubahan dalam berbagai bentuknya pada dasarnya ditujukan untuk memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan dan perkembangan perusahaan. Para pakar meramalkan bahwa kebutuhan untuk melakukan perubahan-perubahan, baik yang didorong oleh faktor eksternal, maupun internal, akan terus-menerus muncul dalam perusahaan dalam beberapa dekade kedepan. Hal ini diperkirakan akan memberikan dampak terhadap kelangsungan hubungan kerja di dalam perusahaan. Bagi para praktisi SDM atau praktisi perubahan, kecenderungan ini akan menjadi tantangan yang menarik bila mereka dapat memberikan respon terhadap langkah perubahan yang terjadi dan mengelolanya dengan baik. Sebaliknya akan menjadi ancaman terhadap karir bila mereka tidak mampu memberikan respon yang baik terhadap tuntutan perubahan.
Untuk itulah, agar tidak menjadi pihak yang gagal, maka seorang praktisi SDM atau perubahan dituntut untuk memiliki pemahaman dan penguasaan terhadap aspek-aspek yang berkaitan dengan pengelolaan perubahan di dalam perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan aspek sumber daya manusia. Dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya dalam mengelola perubahan, maka seorang praktisi SDM atau perubahan akan dapat melaksanakan perubahan secara efektif, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. ***** SWARA SKJM 5258
Dikutip dari berbagai sumber

Tidak ada komentar: