Kamis, 16 Agustus 2007

Saham BNI Terus Merosot, Menneg BUMN Panggil Underwriter BNI

16/08/2007 02:24:35 WIB

JAKARTA, Investor Daily
Kementerian BUMN akan memanggil penjamin emisi (underwriter) penawaran umum kedua (secondary public offering/SPO) saham PT Bank BNI Tbk (BBNI). Hal itu terkait kemerosotan harga saham BBNI dalam tiga hari terakhir.

Deputi Menneg BUMN Bidang Restrukturisasi dan Privatisasi Mahmudin Yasin mengatakan, pertemuan khusus itu untuk mencari upaya stabilisasi harga saham BBNI yang terus anjlok. "Ya untuk stabilisasi, kita akan koordinasi dengan penjamin emisi sesegera mungkin, ujar dia di Jakarta, Rabu (15/8).

Pada penutupan perdagangan di Bursa Efek Jakarta, Rabu (15/8), harga saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) terus merosot hingga posisi Rp 1.790 per saham, turun Rp 260 (12,68%) dari posisi harga penawaran saham kedua (SPO) Rp 2.050 per saham.

Sebagai penjamin emisi SPO BNI, JP Morgan berjanji akan berlaku bijak dalam menstabilkan harga saham BBNI. JP Morgan akan mencari support level yang bisa didukung secara maksimal. “Turunnya harga saham BNI memang masalah timing, lantaran bertepatan dengan krisis subprime mortgage di Amerika Serikat,” tandas Gita Wirjawan, presiden direktur JP Morgan Indonesia, kemarin.

Kalangan investor mempertanyakan jumlah saham beredar yang jauh melebihi jumlah saham yang tercantum pada prospektus. Pada SPO, BNI melepaskan sebanyak 3,949 miliar saham. Berdasarkan prospektus, BNI menerbitkan 1,99 miliar lembar saham baru dan pemerintah menjual 1,50 miliar lembar saham lama di BNI. Total saham yang ditawarkan sejumlah 3,47 miliar saham.

Menurut Gita Wirjawan, selisih jumlah saham itu merupakan opsi greenshoe atau opsi penjatahan lebih yang dikeluarkan BNI. Hal itu dilakukan karena permintaan atas saham BBNI berlebih (oversubscribe). Artinya, jumlah saham yang diumumkan sudah termasuk saham oversubscribe.

Hal senada diungkapkan Investment Banking PT Bahana Securities Andi Sidharta. Menurut dia, semua yang diinformasikan melalui prospektus cukup transparan, terutama berkaitan dengan jumlah saham yang ditawarkan dan dihimpun melalui SPO. “Jumlah dana yang dihimpun melalui SPO mencapai sebesar Rp 8,1 triliun,” kata Andi.

Total dana yang dihimpun dalam SPO tersebut berasal dari penerbitan 1,99 miliar saham baru (rights issue), penjualan saham pemerintah sebanyak 1,50 miliar saham, dan saham green shoe sebanyak 473,89 juta saham.

Andi membantah tudingan bahwa ada penambahan saham Bank BNI dalam jumlah tertentu di tengah kondisi pasar sedang bearish. Yang terjadi saat ini adalah upaya dari JP Morgan untuk stabilitasi harga dengan memakai dana green shoe sekitar Rp 971,48 miliar.

Tugas Penjamin Emisi

Seorang pelaku pasar menilai, underwriter wajib bertanggung jawab kepada publik. Sebab, publik tidak mendapatkan arahan jelas terkait semua proses dan transparansi penyerapan saham di pasar perdana. Sikap Bahana dan JP Morgan yang menjual saham ke publik saat terjadi tekanan jual justru berimplikas negatif. Aksi itu seolah mengonfirmasi bahwa tidak semua saham BBNI terserap di pasar perdana.

Menurut sumber itu, penjamin emisi seharusnya membeli saham BBNI ketika terjadi tekanan jual, bukan malah mengguyur pasar. Apalagi ada porsi green shoe. “Artinya, underwriter inkonsisten atas perjanjian bilateralnya dengan pemerintah sebagai issuer. Bapepam-LK perlu memriksa underwriter,” tegas sumber.

Sebagai regulator, Ketua Bapepam-LK Fuad Rahmany menegaskan, masalah itu merupakan perjanjian bilateral antara underwriter dan kliennya. Bapepam-LK baru akan memeriksa underwriter bila ada laporan dari klien atau emiten.

Fuad menegaskan, ketentuan pasar modal tidak mewajibkan emiten menggunakan penjamin emisi saat IPO. “Itu adalah pilihan dari emiten untuk menggunakan underwriter dan bersifat bilateral,” kata Fuad.

Fuad Rahmany menyesalkan sikap investor yang terlalu berharap lebih dari Bapepam-LK. Sebab, lembaga itu tidak punya kekuasaan apa pun untuk mengatur perkembangan harga pasar. “Tugas Bapepam menjaga agar tidak ada manipulasi pasar dan atau pasar semu, serta rekayasa lainnya yang menyebabkan pasar menjadi tidak wajar dan tidak transparan,” jelas dia.

Komitmen JP Morgan

Gita Wirjawan memastikan, JP Morgan tetap mendukung BNI kendati jangka waktu stabilisasi harga 30 hari terlewati. Alasannya, BNI merupakan milik nasional yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Namun, dia belum bisa menjelaskan bentuk dukungan JP Morgan terhadap BBNI. Dia tidak menepis kemungkinan JP Morgan menjadi market maker BNI.

Gita mengimbau para investor tidak panik dan berlomba-lomba menjual saham BNI. Semakin panik, justru tidak bisa menolong diri sendiri. "Padahal secara fundamental barangnya bagus," kata Gita.

Di tempat terpisah, Menneg BUMN Sofyan Djalil menyatakan, penurunan saham BNI sejak diperdagangkan Senin (13/8) terjadi karena kondisi pasar global yang memang sedang sangat sulit. "Penjamin emisi telah melakukan upaya stabilisasi, tapi dalam kondisi pasar saat ini yang harus dilakukan investor adalah bersabar," ujar dia.

Sofyan menuturkan, investasi di pasar modal adalah untuk tujuan jangka panjang. "Kalau memang banyak investor berpikir membeli saham di pasar perdana, lalu menjual di pasar sekunder bisa mendapat capital gain, dalam kondisi pasar seperti sekarang sulit tercapai," tukas dia.

Menneg BUMN dan Ketua Bapepam-LK sependapat, pasar global saat ini memang dalam keadaan memburuk. Keduanya berharap, para pemegang saham untuk tetap menahan diri. BBNI memiliki fundamental bagus, sehingga akan lebih baik ditahan (tidak dijual).

“Pelaku harus cermat terhadap setiap perkembangan dan informasi pasar, serta tidak boleh spekulasi. Hemat saya, perkembangan harga saham BNI pararel dengan perkembangan indeks secara keseluruhan,” kata Fuad Rafmany.

JP Morgan berharap saham BBNI rebound dalam waktu cepat karena didukung fundamental yang bagus. Menurut dia, harga diskon saham BBNI masih normal. Kini, mulai ada institusi besar yang membeli saham BNI karena mulai melihat posisi nilainya. “Ini menunjukkan tanda saham BNI mulai healthy (sehat),” ujar Gita Wirjawan.

Menurut Gita Wirjawan, semua dana hasil SPO telah teralokasi dan dana greenshoe sudah digunakan sebagian untuk stabilisasi harga saham BNI. Namun Gita tidak menyebutkan besarnya dana yang sudah digunakan untuk stabilisasi.

Penunjukan JP Morgan sebagai stabilitator harga saham BNI, menurut Andi Sidharta, merupakan hasil kesepakatan dari Bahana, JP Morgan, dan pemegang saham yaitu pemerintah. Bahana Securities hanya bertindak sebagai pihak yang melakukan penjualan SPO, dibantu 24 perusahaan sindikasi antara lain PT BNI Securities (terafiliasi), PT Danareksa Sekuritas, dan PT Mandiri Sekuritas.

Andi mengatakan, JP Morgan cukup maksimal untuk menstabilkan harga saham BBNI di pasar sekunder. JP Morgan telah melakukannya sejak SPO Bank BNI tersebut dicatatkan di Bursa Efek Jakarta pada 13 Agustus 2007. Namun, JP Morgan memiliki keterbatasan dalam menghadapi gejolak pasar saham yang tidak stabil saat ini.

Aksi JP Morgan itu tidak mampu menaikkan harga saham BBNI yang saat ini mempunyai kecenderungan terus menurun. Lagi pula ‘peluru’ yang dimilikinya memang sangat terbatas. “JP Morgan hanya berusaha menahan supaya harga saham Bank BNI tidak terpuruk lebih dalam lagi,” jelas Andi.

Saham BBNI pertama kali dicatatkan di lantai bursa pada November 1996. Saat itu, pemerintah menjual 25% kepemilikannya kepada publik. Namun akibat dampak krisis ekonomi, BNI menjadi salah satu bank yang direkapitalisasi sehingga kepemilikan pemerintah menjadi lebih dari 99%. Dengan selesainya program SPO kali ini, kepemilikan Pemerintah di BNI menjadi 72,35% dan kepemilikan publik meningkat menjadi 26,65%. (c114/ari/rad/jjr)

Tidak ada komentar: